19. Keseharian Pangeran Arsen dier Fargaven

5.3K 540 4
                                    

Cahaya tipis memasuki kamar luas tersebut dari sela-sela gorden yang menutupi jendela. Suara kicauan burung dari luar dapat terdengar samar sampai ke dalam.

Perlahan, sosok pria berambut hitam yang tertidur di atas tempat tidur dalam kamar itu pun bergerak di balik selimut yang dikenakannya, berputar ke sisi kanan tempat tidurnya dan mengulurkan tangannya seolah mencari sesuatu pada sisi kosong tempat tidur itu.

Namun ketika tangannya tidak menemukan apapun, matanya perlahan terbuka dan iris emas itu mendapati tempat tidur di sampingnya kosong. Lantas dia mendecakkan lidahnya kesal dan menghela nafas panjang. Lagi-lagi seperti ini, pikirnya. Betapa bodohnya dirinya meskipun harusnya sadar dia berada dimana sekarang.

"Sial," rutuk Arsen beranjak duduk di atas tempat tidur, mengacak rambutnya yang sudah berantakan itu. Matanya mengerjap sayu, dan dia tahu hari kembali berlalu. Itu artinya dia akan kembali dihadapkan dengan begitu banyak urusan lain lagi hari ini. Helaan nafas panjang sekali lagi lolos dari mulutnya ketika dia beranjak turun dari tempat tidurnya.

Langkahnya mendekat ke arah jendela kamar, menyingkapnya sedikit untuk melihat pemandangan di luar kamarnya. Matahari baru saja memunculkan sedikit kepalanya, dan langit masih sedikit gelap. Arsen sadar bahwa ini memang sudah pagi. Hawa dingin pada pagi hari bisa dirasakannya ketika jemari itu menyentuh jendelanya, namun mata itu seolah menerawang jauh ke bawah pemukiman penduduk yang cukup jauh dari istana.

Mata itu seolah mencari-cari sesuatu yang mustahil bisa dia lihat dari sini. Namun pikirannya hanya dipenuhi dengan satu nama yang bahkan sudah dirindukannya saat ini juga. 

Elxyera.

Dia bertanya-tanya bagaimana keadaan gadis itu hari ini. Dua hari sudah berlalu sejak dia terakhir kali bertemu tunangannya itu dan sekarang dia kembali harus melakukan begitu banyak pekerjaan di istana. Apalagi mengingat hari Kompetisi Berburu Kerajaan tidak lama lagi akan diadakan. Dia harus menyiapkan begitu banyak hal untuk itu, apalagi ketika dia mendengar bahwa petinggi dari kerajaan lain pun akan menghadirinya.

"Hah, rasanya ini akan menjadi hari yang panjang lagi," lirihnya menyandarkan keningnya di kaca jendela, memejamkan mata sesaat memikirkan sosok Elxyera, sosok yang bisa menenangkannya di saat-saat sibuk seperti ini. Namun mata itu kembali terbuka ketika mendengar ketukan di pintu kamarnya. Tidak lama kemudian, suara seorang pria terdengar dari luar.

"Yang Mulia, apakah Anda sudah bangun?" tanya suara tersebut dari luar ruangan. 

Sejenak Arsen terdiam di posisinya, lalu berbalik memandang pintu kamarnya yang tertutup. Suara itu memang sangat tidak asing baginya, dan dengan mendengarkan suara itu. Dia tahu bahwa tugasnya hari ini akan dimulai kembali seperti biasa. 

"Ya, aku sudah bangun. Masuklah, Oberion."

Arsen berjalan mendekati sofa di kamarnya, mengancing kembali kemeja putih yang dikenakannya untuk tidur semalam itu. Sepertinya penampilannya pagi ini berantakan sekali, mengingat dia baru bisa kembali ke kamarnya larut malam setelah menyelesaikan begitu banyak berkas kerajaan.

"Salam bagi cahaya kekaisaran Fargaven. Selamat pagi, Yang Mulia. Saya akan segera meminta para pelayan untuk menyiapkan air mandi untuk Anda," ujar pria berambut cokelat yang memasuki ruangan itu. Dia memberi hormat pada Arsen dan segera menyadari bahwa pria itu tengah duduk di sofa dekat dengan perapian di dalam kamarnya.

"Ya, terima kasih, Oberion."

Arsen menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Dia bisa mendengar suara Oberion yang berbicara pada beberapa pelayan dan matanya segera melihat para pelayan itu memasuki kamar mandi untuk mempersiapkan semuaya. 

Namun rasa lelah itu sepertinya kembali lagi pada dirinya. Matanya sekali lagi tertuju pada api yang menghiasi perapian itu, lalu berbalik memandang lurus pada Oberion. Kehadiran pria yang merupakan pendampingnya itu sudah menjadi kebiasaan tiap hari. Namun Oberion yang mencangkup sebagai asistennya itu memiliki tugas yang sudah sama besarnya dengan Mervis, pelayannya yang setia.

The Repetita Princess : Princess Want to be Abandoned by The princeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang