28

11K 181 11
                                    

POV Rengga

Setelah drama tangisan Bella beberapa hari yang lalu. Aku mulai menyeleksi tamu-tamu yang membuat janji, apalagi itu perempuan. Kalau jadinya seperti ini. Mungkin lebih baik menyertakan Ria kedalam ruangan. Sebagai saksi mata, selama jalannya pertemuanku dengan Renita.

Penyesalanku bertambah besar, kala keesokan harinya Bella sakit. Dan hanya bisa melakukan aktivitas diatas tempat tidur. Setelah diperiksa Andre, penyebab imunnya menurun. Adalah faktor strees dan tekanan pikiran.

Mengetahui faktornya berawal dariku. Rasa bersalah juga penyesalan, seakan menikamku. Hingga beberapa hari, sampai hari ini. Aku menahan semua hasratku, untuk menyentuhnya.

Saat ini aku sedang menunggunya bersiap. Untuk pergi ke resepsi pernikahan Andre. Aldo dan Ares sudah disusui lalu ditidurkan. Bella juga sudah menyiapkan beberapa botol asi. Berjaga, jikalau mereka terbangun. Atau merasa haus, sebelum kami sampai dirumah.

Aku datang untuk mengucapkan selamat. Karena aku tak ingin, Bella kelelahan. Angin malam tidak bagus untuk kesehatannya. Kondisinya sudah membaik, setelah diberi beberapa vitamin oleh andre.

"Mas...." panggil Bella. Lamunanku buyar, ketika menyadari wanita cantik berdiri didepanku. Menggunakan gaun, yang sialnya sangat cocok ditubuhnya.

Bayangkan lengan yang terbuka. Dengan potongan dada rendah. Memperlihatkan separuh payudaranya, yang hampir tumpah. Begitupun dengan perutnya, yang tampil berani. kaki jenjang yang ditunjang oleh hills tinggi. Meski sempurna itu sedikit menakutkan.

"Apakah tidak cocok Mas?" Tanya Bella. Kembali meneliti penampilannya.

"Cocok. Apakah lenganmu harus terekspos seperti itu?" tanyaku tak suka.

"Kenapa Mas. Aku rasa lebih nyaman seperti ini," jawabnya tenang. Nampak nyaman dengan penampilannya.

"Tidak, aku ingat. Ini dikatalok ada rompinya sayang," ujarku menyadari ada yang kurag.

"Oh Mas. Aku tidak merasa nyaman memakainya," tuturnya dengan bibir mengerucut.

"Pakai atau kita tidak berangkat," ucapku tegas. Wajah Bella tertekuk. Namun tetap berbalik pelan, mengambil rompi pasangan gaun tersebut.

Ketika melihatnya keluar, dengan rompi tersebut. Aku sedikit lega. Karena paling tidak area pribadinya dapat tertutupi. Aku tersenyum menyambutnya, dengan genggaman tangan.

Sepanjang perjalanan, aku terus mengusap perutnya pelan. Sebab Bella mengeluhkan gerakan aktif bayi kami. Hingga dia sesekali meringis dan mendesis.

"Apa tidak sebaiknya kita kembali sayang. Aku rasa kamu butuh istirahat," ucapku menyarankan.

"Tidak Mas. Dia pasti akan tenang sebentar lagi," ujarnya sambil mengusap pelan perut bawahnya. "Aku merasa tidak enak pada Dokter Andre. Jika tidak hadir ke pestanya," sambung Bella.

Aku menghela napas."Ya tapi, lihatlah. Bahkan kamu kewalahan merasakan pergerakan aktif bayi kita," kataku. Melihat Bella masih berusaha menahan tendangan bayi dalam perutnya.

"Kita bisa melewati ini Mas. Aw, aw, ssshhhh," desis Bella di akhir ucapannya.

"Adek yang anteng ya, dalam perut Mama," gumamku lembut. Didekat perut besarnya. Seraya mengusap, sesekali mencium perutnya.

Sebenarnya kami sudah sampai ditempat acara berlangsung. Namun kami menunggu hingga bayi dalam perut Bella tenang. Sampai Bella merasa lebih baik.

"Huh, huh Mas," panggilnya. Seraya mengatur napasnya. Bella meremas jemariku erat. Sedangkan aku lihat dari pelipisnya mulai bercucuran keringat.

"Adek yang pintar ya, dalam perut Mama," tuturku lembut. Berbisik didekat perut Bella.

Setelah hampir setengah jam. Bayi kami mulai tenang. Aku hapus, keringat yang mengalir disepanjang dahi serta keningnya dengan tisu.

"Sudah baikkan hem?" tanyaku. Bella hanya mengangguk. Masih sambil mengusap perut besarnya.

"Ayo Mas," ajaknya pelan.

"Yakin sudah lebih baik. Kita bisa kembali jika kamu ingin sayang," ujarku lembut. Tidak ingin memaksanya.

"Kita sudah disini, tak baik jika tidak menyapa pemilik acara," kata Bella sembari tersenyum tipis. Bella bisa keras kepala seperti ini, batinku. Aku cium keningnya.

Lalu keluar, memutari mobil. Membukakan pintu untuknya. Aku bantu Bella keluar dari mobil. Melingkarkan lenganku, kepinggangnya erat. Kami berjalan perlahan, masuk ke ballroom. Masuk kian dalam, samar-samar aku lihat Andre. Sibuk menjabat tamu di pelaminan.

"Sayang itu Andre. Mau menunggu sampai lengang baru kita naik atau sekarang saja," ujarku memberikan pilihan.

"Sekarang saja Mas. Aku kawatir meninggalkan anak-anak terlalu lama dirumah," katanya lembut.

"Baiklah,"

Kami berjalan pelan dan hati-hati. Karena tamu yang antri, untuk menunggu giliran berjabat tangan dengan pengantin. Saat giliran kami. Aku bantu Bella naik terlebih dahulu. Aku menautkan tangan kami, agar tidak sampai terlepas.

"Akhirnya kalian datang juga. Aku sudah kawatir kalau kalian tidak datang," sambut Andre dengan wajah bahagianya.

"Ini berkat Dokter Andre kondisiku sudah membaik," balas Bella ringan.

"Syukurlah Bella. Kenalkan ini Kirana istriku. Semoga dia juga cepat menyusul kamu ya," ucapnya dengan senyum lebar. Sedangkan yang dibicarakan hanya tersenyum malu.

"Dre, yang penting bikin dulu yang bener," kataku. Yang kemudian mendapat cubitan diperutku. "Aww sayang. Kan bener, ya gak dre?" ujarku. Sambil menaik turunkan alisku.

"Aku akan belajar banyak darimu," kata Andre seraya tertawa pelan. Bella hanya menggelengkan kepala. Selanjutnya kami berfoto. Lalu pamit untuk pulang, karena kami kawatir pada anak-anak dirumah.

Sepanjang jalan, kami berbincang seputar Aldo dan Ares. Ketika Bella diam tak menjawab. Aku lihat dia sudah tertidur pulas. Aku rapatkan jarak kami. Menyandarkan kepalanya ke bahuku. Aku intruksikan Pak Hadi, untuk sedikit memelankan laju mobil. Agar tidak mengusik tidur Bella.

Sampai dirumah, aku keluar terlebih dahulu. Memutari mobil, untuk membuka pintu. Aku menggendong Bella ala bridal dengan hati-hati. Membaringkan pelan tubuhnya. Lalu melepaskan satu persatu pakaiannya. Aku ambil dress longgar. Aku pakaikan dengan hati-hati, agar tidak membangunkannya. Selanjutnya aku berganti baju. Diteruskan melihat kondisi kedua buah hatiku. Aku lihat mereka telah tertidur lelap. Tanpa didampingi oleh pengasuhnya.

"Abang emang anak pintar," gumamku singkat. Mencium keningnya, lantas berlalu ke kamar disebelahnya.

Ketika aku buka pintu. Terlihat Ares sedikit terusik diranjangnya. Aku elus pelan kaki dan kepalanya sampai berangsur tenang. Aku cium keningnya sebelum beranjak keluar kamar.

Hidupku terasa sempurna dengan kehadiran mereka. Paling tidak, sampai beberapa tahun kedepan. Rumah ini tidak akan sepi oleh tangisan bayi. Karena aku memang berencana memiliki banyak anak.

Pengalaman menjadi anak tunggal. Selama 27 hidupku melajang sangat kesepian. Walaupun dilimpahi perhatian dari Mama dan Papa. Masih ada ruang kosong dihatiku, yang meronta sepi. Aku harap Bella dapat menyanggupi keinginanku itu.

Meskipun aku sadar, kadang kelainanku ini dapat menyakiti Bella. Namun aku selalu berusaha dibatas kewarasanku, Agar tidak menjadikan Bella sebagai objek percobaan fantasiku. Aku selalu menekan fantasiku. Agar semua masih dalam taraf yang baik dan normal.

Aku menyadari kelainan pada diriku. Ketika sudah berada dibangku SMA. Suka, bahkan cenderung terobsesi dengan wanita yang hamil besar. Mendengar teriakan kesakitan, bahkan aktivitas menyakiti mereka. Tetapi fantasiku itu berusaha aku tekan. Berusaha tetap waras dan menyadari Bella sebagai belahan jiwaku. Walau kadang masih sering, aku bercinta tanpa mengenal waktu. Lalu tanpa menunggu persetujuannya. Aku masih terus berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. Menyadari bahwa tidak selamanya aku akan seperti ini. membiarkan fetish ini terus menggerogoti jiwaku.

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang