72

6.2K 96 2
                                    

POV Rengga

Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas.

"Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?" tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria.

"Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?" tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar.

"Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mungkin lebih baik dibawa ke psikiater," ujar Andre. Memperhatikan kedua mertuaku.

Ucapan Andre sedikit membuatku linglung. Apa yang menyebabkan traumanya kembali, hatiku bertanya-tanya. Hingga tersadar oleh tepukan dipundakku.

"Kau harus terus ada disampingnya Ga," ucap lirih Andre disamping telingaku. Lalu dia kembali mendekati ranjang. "Kandungannya sehat. Selama asupannya terjaga, tidak akan berpengaruh signifikan, ujar Andre. Menjelaskan terkait kondisi kandungan Bella. "Namun menjaga ketenangan Bella juga penting. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan," lanjutnya serius.

Aku menyorot tajam mata Andre. Aku tahu maksud perkataannya. Dalam mimpipun, aku tak membiarkan Bella terluka. Apalagi menghilang dari sisiku. Bella dan anak-anakku adalah hartaku yang paling berharga. "Selalu awasi konsumsi Bella dan obatnya," ujar andre menghimbau.

"Terimakasih dok," ucap ibu.

Mataku masih belum beralih dari Bella. Ketika Andre kembali menepuk pundakku. Dengan insyarat mata, aku ikuti langkahnya keluar kamar. Aku bahkan tidak dengar, Andre sudah berpamitan kepada ayah dan ibu.

"Aku ingin membicarakan sesuatu Ga," ucap andre lirih.

"Baiklah," balasku tenang.

Melihat ini bukan rumahku. Akhirnya kami memilih taman belakang, sebagai tempat berbincang.

"Melihat kondisi Bella, aku harap kau berhati-hati. Kendalikan amarahmu, baik itu didepan Bella atau anak-anak. Buatlah keadaan senyaman mungkin untuk Bella. Ini agar dia lebih bersikap terbuka padamu. Jangan lagi melarangnya keluar. Atau teman-temannya yang ingin berkunjung. Itu akan menurunkan tingkat stressnya. Walau aku bukan ahlinya, tapi itu yang diperlukan agar dia semakin membaik," kata Andre. Menasehatiku panjang lebar.

Aku menyimak, apa yang dia jelaskan padaku. "Dan aku peringatkan. Untuk tidak memaksakan kehendakmu. Kendalikan hasrat binatangmu itu Ga," ujar Andre sarkastik. Aku tahu Andre tengah serius. Jadi aku hanya diam dan menyetujui. "Semoga fetismu, tidak membuat keadaannya memburuk," lanjutnya menekankan. Aku menundukan kepala. Lalu menegakkan kepala, menghela napas pelan.

"Aku tahu Dre. Aku akan berusaha, balasku pelan.

"Ini demi wanita yang kau cintai Ga. Mama dari anak-anakmu, ucap andre. "Hem apakah kau masih mendambakan perutnya membulat. Sebesar yang bisa ditampung perut Bella? Tanya Andre ingin tahu.

"Aku tidak tahu Dre. Diagnosamu masih terlalu mengejutkan untukku," ujarku lelah.

"Aku hanya memberikan obat sesuai dengan kondisi Bella Ga. Tapi melihat kondisi mentalnya seperti ini. Aku mulai berpikir ulang untuk tetap memberikan obat tersebut, ucap Andre. Kembali membuatku tersulut.

"Dia tidak gila Dre," kataku tegas menolak anggapan itu.

"Ya aku tahu. Dia hanya butuh penanganan yang tepat. Dan bukan dokter kandungan sepertiku, yang bisa menanganinya, kata Andre pelan. Aku menahan amarah yang hampir mengusasiku.

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang