62

6.7K 108 19
                                    


POV Bella.

Aku terusik. Seperti sedang dibungkam. Dan dia juga berusaha memasuki mulutku. Ini terasa basah, perlahan aku buka mataku. Sedikit silau, aku lihat wajah yang familiar tepat didepanku.

"Mmmhh-mm,"

Dia menjauhkan wajahnya. Membiarkanku mengambil napas. Aku masih mengumpulkan kesadaran. Melihat aku masih berbalut selimut.

"Bangun sayang, waktunya makan malam," katanya seraya mengusap rambutku lembut. Memperbaikinya hingga tak menghalangi wajahku.

"Jam berapa Mas?" tanyaku pelan dengan suara serak. Lalu bersandar dikepala ranjang. Sedang satu tanganku menahan selimut, agar tidak merosot.

Mas Rengga mengambil bantal. Menatanya dibelakang punggungku. Badanku serasa remuk. Dia menghajarku tanpa ampun siang tadi. Entah dia selesai kapan. Aku tak lagi sadar kapan dia menyelesaikannya. Intiku masih terasa perih, ketika dibuat bergerak.

Apalagi perutku sampai sekarang masih sedikit kram. Entah apa yang terjadi, jika sedari awal aku tak mengonsumsi penguat kandungan.

Aku pandangi dia, yang masih menata makan malam untukku. Dia sudah sering membuatku tak sadar, ketika bercinta. Tapi siang tadi seperti bukan dia. Dia seperti dirasuki, bermain tanpa kelembutan. Padahal biarpun aku sedang hamil besar, dia akan berhati-hati. Tapi seperti lupa, dia bergerak semaunya. Tanpa menyadari janin dalam rahimku meronta, karena gerakan kasarnya.

Matanya masih sekelam saat pertama kali aku memandangnya. Menenggelamkanku dalam arus yang tidak aku mengerti.

"Kenapa hem?"

Aku tersadar dari lamunanku. Memperhatikan makanan yang sudah tertata dihadapanku. Meja kecil ini, yang sebenarnya sudah tidak bisa aku gunakan. Karena perutku yang sudah semakin membesar. Sering membenturnya.

"Tolong singkirkan mejanya Mas, aku sulit bergerak," pintaku yang langsung dituruti olehnya.

"Mas suapi ya," ucapnya dengan senyum hangat. Entah kenapa aku tiba-tiba malas dengannya. Rasanya moodku sudah jatuh.

"Aku bisa makan sendiri mas. Kamu bisa melihat anak-anak dikamarnya." Balasku tanpa memandangnya. Semantara tanganku sibuk menjaga selimut agar tidak meluruh.

Aku bahkan belum mandi sore. Dan masih tanpa memakai sehelai benangpun. Karena dia yang memonopoli tubuhku.

"Mas baru saja melihat mereka. Kamu tidak perlu kawatir, sekarang biar mas suapi ya," Katanya lembut, yang tidak terdengar menarik ditelingaku.

Aku hanya terdiam, tidak merespon juga tidak membalas perkataannya. Masih memandang ke arah lain.

"Sayang," panggilnya. Diraihnya daguku hingga bertemu dengan matanya.

Hah aku malas batinku. Turutin saja Bell biar ini cepat selesai. Aku alihkan tatapanku, lalu kembali lagi padanya. Entahlah sekarang bagaimana raut wajahku terlihat. Aku tak peduli.

"Mas suapi ya," katanya lagi. Aku angguki sekilas sebagai jawaban.

Aku selesaikan makan malamku dalam suasana hening. Dia tetap berlaku lembut padaku. Hah kenapa dia jadi berubah-berubah begini sikapnya. Hari ini terasa melelahkan untukku.

Dia membereskan alat makanku, lalu kembali ke sisiku. "Mas bantu berpakaian ya." Belum aku membalas, dia sudah beranjak ke ruang ganti. Dasar diktator batinku.

Aku sandarkan punggungku nyaman. Sambil mengusap perut besarku. Mas Rengga kembali dengan dress dan bra ditangannya.

Semenjak hamil, seperti kebiasaannya. Aku tidak diperbolehkan memakai celana dalam. Aku turuti, tanpa bantahan. Karena badanku juga lebih mudah berkeringat ketika hamil. Dengan perlahan Mas Rengga memakaikanku pakaian. Aku lirik sekilas masih menunjukkan jam 8 malam.

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang