71

5.7K 106 77
                                    

POV Bella

Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku.

"Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama," kata Mas Rengga dengan nada tegas.

Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga mengikuti dari arah belakang.

"Papa hanya kawatir sayang," ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.

Memilih tempat diluar ruangan, dengan semilir angin menjelang sore hari.

"Ingat, didalam perut Mama ada adek kalian hem," ujar Mas Rengga. Kembali mengingatkan. Mereka mengangguk mengerti. Aku tersenyum, melihat mereka tidak lagi ketakutan seperti tadi.

Mas Rengga tengah memangku Amira. Yang lebih manja, setelah menangis karena dijahili temannya. Aku maklum, kalau mereka hanya terlalu antusias setelah tiba didepan kedai. Mereka semua suka es krim, dengan selera yang berbeda.

Tanganku masih digenggam Mas Rengga dibawah meja. Sampai ditempat duduk tadi, dia membantuku duduk dengan hati-hati. Takut perutku membentur meja. Selanjutnya salah satu tangannya, mengusap perut bawahku. Lalu beralih menggenggam tanganku hingga kini. Sembari mendengarkan cerita Amira. Mas Rengga mengusap punggung tanganku, dengan jempolnya.

Pesanan kami datang. Kesukaan Aldo dan aku sama. Sedang Ares, lebih suka vanila dan Amira rasa strobery. Mas Rengga memindahkan Amira untuk duduk sendiri.

Mas Rengga hanya memesan kopi hitam. Sebab dia kurang suka makanan manis seperti ini. Dia hanya sesekali menerima suapan dari Amira, itupun dengan paksaan. Aku tersenyum, mengingat waktu hamil Amira. Aku pernah ngidam makan es krim, dikedai ini malam-malam.

"Mas, ingat aku pernah ngidam ingin makan es krim dikedai ini?" tanyaku dengan wajah geli. Mengingat saai itu aku beberapa kali minta tambah.

"Ingat," jawabnya. Kemudian mencium sudut bibirku. Aku membelalak menatapnya, yang masih tampak tenang. Setelah nyaris mencium bibirku ditempat umum.

"Ini tempat umum Mas," ucapku memperingatinya.

"Mas cuma membantu membersihkan sedikit coklat dibibirmu," ujarnya tenang. Masa bodoh dengan orang sekitar.

Aku kesal dengan sifatnya yang ini. Lebih tepatnya setiap sikap yang cuek, pemaksa dan egois ini, sering kali membuatku kesal.

Setelah menikmati segarnya es krim dan memesan untuk dibawa pulang. Kami beranjak pulang kerumah. Hari sudah mulai sore, aku kawatir dengan anak-anak dirumah. Aku takut, asi yang aku sediakan dalam botol habis. Sedangkan mereka masih lapar.

Sampai dirumah, mereka segera aku suruh untuk mandi. Dibantu oleh Papanya. Sedangkan aku memberishkan diri terlebih dahulu, sebelum menemui anak-anak. Beruntung asi yang aku siapkan masih mencukupi kebutuhan mereka.

Kini mereka tengah bermain diruang tengah bersama denganku juga Ibu. Rosa dan yang lain, aku suruh untuk beristirahat. Lalu membebaskan waktu mereka. Aku menemani mereka bermain dikarpet dekat sofa. Meja persegi, dengan empat ujung runcing. Sudah dipindahkan ayah. Untuk menghindari benturan, melihat tingkat aktif mereka.

Aku sudah akan bangkit. Melihat Aldo, menuntun Arlan kembali mendekat kesisiku.

"Itu ada Kakak," kataku lembut. Ketika ketiga anakku yang lain juga ikut bergabung bermain bersama adik-adiknya. "Kak main dulu sama adek ya. Mama mau ke kamar dulu," ujurku pada Aldo.

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang