63

5K 90 14
                                    


POV Rengga

Aku berada dikamar utama bersama Bella. Aku tengah duduk, melihat Andre berusaha tenang menangani persalinan Bella. Aku alihkan perhatian memandang lelaki yang mirip denganku. Aku mendekat untuk memastikan. Itu memang benar diriku. Perhatianku teralih pada Bella yang sudah lemas. Dengan susah payah, masih ingin mengejan melahirkan bayi kami. Aku perhatikan lebih jauh ranjang ini. Sudah penuh dengan darah yang berasal dari tubuh Bella.

"Arggghhh," ejanannya terdengar payah. Peluh memenuhi wajah Bella yang perlahan memucat.

"Bertahan demi anak kita sayang, kamu pasti bisa."

Aku lihat diriku yang menyemangati Bella. Untuk dapat melahirkan bayi kami. Aku perhatikan semakin banyak darah, yang mengalir dari jalur lahir Bella.

"Segera bawa Bella ke rumah sakit Ga." Aku berkata panik. Namun dia seolah tak mendengar.

"Arrgggghhhhh, akk,"

Aku lihat Bella kembali mengejan kuat. Yang tidak berpengaruh besar pada bayinya. Kepala masih memenuhi lubangnya. Belum dapat keluar secara sempurna. Aku lihat pandangan Bella mulai meredup. Isak lirih terdengar darinya.

"Ga segera bawa dia kerumah sakit, selamatkan dia."

Teriakku, yang bahkan tak dihiraukan oleh orang-orang ini. Aku lihat Andre mulai kawatir. Melihat pendarahan yang terus terjadi.

"Rengga, Bella harus segera dibawa kerumah sakit. Persalinan ini tidak bisa dipaksakan berjalan normal." Andre berkata penuh ketenangan dan perhitungan.

"Apa maksudmu Dre? Bella harus melahirkan dirumah. Bukankah kepalanya sudah terlihat?" Rengga menyanggah menolak saran Andre.

"Bella semakin lemah Ga, dia harus diberi tindakan cepat." Ucap Andre memberitahu Rengga.

"Dengarkan Andre Ga. Bella harus segera di beri tindakan."

Kemudian aku bingung, ketika Andre dapat berjalan menembusku. Seperti aku tidak ada di antara mereka. Aku pandang tanganku. Lalu teralih ketika mendengar teriakan Bella. Dia sudah menutup matanya. Ketika aku lihat Rengga sudah bersimpuh disisi ranjang. Dengan Andre yang tampak menyesal. Aku lihat darah menggenang memenuhi sekeliling tubuh Bella.

"Tidak, tidak mungkin. Bella tak mungkin meninggalkanku, tidak." Teriakku seraya menjambak rambut frustasi.

Aku terbangun. Berteriak keras, lalu menata napas yang memburu. Tangan halus mengusap pundakku.

"Kenapa Mas?"

Aku menoleh, kemudian membawa Bella dalam pelukanku. Aku mencium pelipisnya bertubi-tubi. Tangannya mengusap-usap punggungku menenangkan.

"Mimpi buruk hem?" tanyanya. Yang hanya aku angguki disamping lehernya. "Tenang Mas," Dia berusaha melonggarkan pelukan, yang semakin aku eratkan. "Kamu tak ingin minum?" Aku gelengkan kepalaku.

"Mas hanya butuh kamu sayang." Ujarku pelan sembari mencium lehernya. Salah satu tangannya mengusap belakang kepalaku. "Jangan tinggalkan Mas. Bagaimana dengan Mas, kalau kamu tinggalkan Mas bersama anak-anak." Bisikku lirih disamping telingannya.

"Aku tidak akan kemanapun Mas. Aku tetap disini bersama kamu dan anak-anak kita. Jangan kawatir." Mataku memanas tak tahan menahan rasa takut ini.

Sesak memenuhi dadaku, "Kamu janji kan sayang?" Suaraku sudah serak. Bella menciumi leherku, sambil terus mengusap punggung dan belakang kepalaku.

"Iya sayang." Aku eratkan pelukan ini, tak membiarkannya terlepas.

"Jangan terlalu erat mas, bayi kita nanti tertekan."

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang