67

5.5K 114 13
                                    

POV Bella

Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami.

Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya.

Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku tahu dia terluka, akan sikapku itu. Namun aku tidak bisa mundur. Untuk menyadarkan dia, akan kesalahan yang sudah diperbuatnya padaku.

Setelah mencium keningku. Dia beranjak ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Aku tepuk pelan pantat Alex, ketika dia menggeliat tidak nyaman.

"Mama harus kuat. Ini adalah hukuman untuk Papa karena menyakiti Mama," Aku berbicara pada Alex. Walau nyatanya dia telah terlelap dalam buaianku.

Aku kembali melamun. Berpikir apakah Mas Rengga sudah makan malam atau belum. Tanpa diingatkan, dia seringkali lupa untuk makan. Meskipun terlihat cuek, aku tetap memantaunya dari Ria. Aku menyuruhnya mengingatkan. Bahkan memesankan makan siang untuk Mas Rengga. Ketika dia tidak bisa pulang untuk makan siang. Lama kelamaan, Ria mulai terbiasa dengan itu. Tanpa aku suruh, sekertaris tersebut sudah melakukan apa yang biasanya aku perintahkan.

Aku pindahkan Alex kedalam box. Ketika dia sudah terlelap dan puas minum. Terasa ciuman hangat dipipiku. Aku menatap tepat dimatanya. Aku sudah akan bebalik, ketika dia menahan lenganku. Ditariknya pelan tubuhku kedalam pelukannya.

"Apa kamu tidak berniat, mengakhiri kebisuanmu padaku sayang," ucapnya lirih seakan tersiksa.

Membuat hatiku tersayat perih. Namun aku harus tetap bertahan. Jangan sampai hatiku melunak sebelum melihatnya jera. Aku diam tidak menanggapi perkataannya. Pun aku juga tidak membalas pelukannya. Terasa kepalanya bersandar di pundakku. Menyerukkan kepalanya keleherku. Napasnya terasa hangat, membaui leher hingga rambutku. Aku menggeliat, mulai mendorong tubuhnya menjauh. Namun tak ada pergerakan apapun darinya.

"Tolong jangan menolakku sayang," katanya. Semakin terdengar sendu, di sisi telingaku.

Lama aku membiarkan dia memelukku. Sampai punggungku terasa pegal. Harus berdiri agak lama seperti ini. Apalagi dalam pelukannya, membuatku tidak dapat bergerak. Seperti mengerti ketidaknyamananku. Mas Rengga lalu mulai melonggarkan pelukannya, menuntunku menuju ranjang.

Dengan sigap, dia menata bantal sebagai sandaran punggungku. Sementara salah satu tanganku masih digenggamnya. Dengan tanganku yang lain mengusap perut bawahku. Aku hanya berekspresi datar didepannya. Ketika tiada orang lain diantara kami.

"Maafkan Mas ya, pasti punggung kamu capek," ucapnya dengan nada menyesal yang kentara. Namun tidak aku hiraukan.

Aku menatapnya, yang kini menciumi perutku. Pandanganku menghangat, tapi segara aku alihkan ketika dia menatapku.

"Maafkan papa ya sayang," ucapnya. Masih sambil menciumi perut besarku. "Minta tolong, bujuklah Mama agar mau memaafkan Papa," katanya. Aku menahan untuk tidak menatapnya. "Papa mengaku bersalah, karena sudah berlaku kasar pada mama. Saat mengunjungi kalian. Bukan Papa tidak mengingat keberadaan kalian. Papa lepas kontrol, hingga tidak menyadari. Kalau sudah menyakiti kalian dan Mama. Maafkan Papa ya," lanjut Mas Rengga. Terasa dres bagian perutku basah.

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang