18

16.7K 248 1
                                    

POV Bella

"Sudah bangun sayang", seraya memperbaiki braku dan menata bantal sebagai sandaran punggungku. Aku masih menatapnya dengan pandangan sayu, lalu berpaling kearah nakas yang sudah tersaji potongan buah dan kudapan lainnya. Seketika perutku lapar, kucoba meraihnya namun mas rengga lebih dulu mengambilnya untukku.

"Kalau ingin bilang, biar mas yang ambilkan." Kemudian dia mulai menyuapi dengan perlahan, tanpa terasa kudapan diatas nakas habis olehku. Mas Rengga memakluminya karena memang nafsu makanku yang bertambah sejak mengandung. Dia memanggil bibi untuk membereskan bekas kudapan tersebut lalu kembali mendekat mencium pipiku.

"Sudah pukul 4 sore, ayo mandi sayang" ajaknya tanpa tahu situasi kalau masih ada bibi didalam kamar.

"Mas..", aku hanya memperingatinya lirih. Sesaat bibi sudah beranjak keluar menuju dapur.

"Kenapa hem, bukankah bibi sudah biasa melihat kemesraan kita." Katanya begitu santai.

"Tapi aku malu mas", jawabku seraya menundak kepala dan meremas ujung kaosnya.

"Sudahlah ayo kita mandi", aku belum sempat menyetujui ketika dia sudah menggendongku kekamar mandi. Mendudukanku dikloset dia mulai menyiapkan air hangat lalu kembali padaku untuk membantu melepaskan pakaianku. Selalu seperti ini setiap hari kecuali dia ada pekerjaan yang belum terselesaikan. Bahkan sebelum aku menyetujuinya dia dengan mudah memindahkanku ke kamar mandi. Sebenarnya aku masih bisa mandi sendiri walau kesusahan namun dia tidak menghiraukan segala alasan yang aku berikan. Sifatnya yang membuatku kesal namun juga sangat manis disaat bersamaan. Dia hanya tidak ingin ada hal yang tidak diinginkan terjadi padaku. Karena aku yang hanya untuk berjalan dan bangkit saja sudah susah itu yang membuatnya berusaha tetap berada disisiku walau dia sedang memantau pekerjaannya. Setelah semua pakaianku terlepas tampaklah perutku yang amat besar, bahkan kurasa kulit perutku sudah semakin tipis karena dipaksa melebar seiring dengan pertumbuhan bayi-bayiku didalam sana. Semakin lama aku semakin kawatir perutku tidak lagi mampu menampung mereka yang kian tumbuh dengan sehatnya.

"Apa yang kamu lamunkan hem?" Tanyanya seraya mengusap rambut panjangku. Aku hanya menggeleng lalu dia membantuku bangkit, menuntunku kearah bathup. Berjalan perlahan sambil tanganku menahan punggung yang sakit menahan beban perut serta tangannya yang juga ikut merangkul, menahan agar aku tetap berjalan dengan tegak. Lalu dia membantuku duduk berendam dalam bathup kemudian dia bergabung setelah melepas pakaiannya. Aku berada diantara kakinya dengan punggung bersandar sempurna padanya. Dia mulai memijit pelan kedua lenganku bergantian lalu dilanjutkan mengelusi perutku. Elusannya membuatku nyaman begitu juga mereka yang akan tenang bila mendapat elusan dari papanya.

"Mulai sekarang tidak perlu memasak ya, aku semakin kawatir padamu jika beraktivitas seharian sayang."

"Aku ingin tetap beraktivitas seperti biasa mas, kamu sudah melarangku berkebun jangan sampai kamu juga melarangku melakukan aktivitas yang lain."

"Aku tidak selalu berada disisimu sayang."

"Jangan kawatir mas, aku akan baik-baik saja", balasku menenagkannya. Dia menghela nafas perlahan mungkin lelah menghadapiku yang keras kepala.

"Kumohon jangan membuatku kawatir hem, aku masih mampu mendatangkan pelayan dan tukang kebun untuk itu semua", katanya lirih seakan putus asa. "Aku kawatir pada kalian terutama padamu, kuharap setelah ini setiap aku diruang kerja atau ke kantor kamu jangan beraktivitas yang berat-berat ya. Biarkan bibi yang memasak, aku akan tetap makan dirumah walau itu bukan hasil masakanmu jangan mencemaskan hal itu lagi". katanya menenangkanku sembari mendekap erat. Aku hanya mengangguk tak menanggapi perkataannya lagi. "kamu hanya akan bersantai dan beristirahat, tidak untuk melakukan hal lain hem fokuslah pada bayi-bayi kita". Ujarnya pelan sebelumnya dia belum pernah berucap sepanjang ini, aku tahu kekawatirannya namun meski menurutku berlebihan aku tetap mengangguk mengiyakannya. Setelah selesai membersihkan diri dia memakaikanku handuk yang bahkan sudah tidak dapat menutup sempurna perutku lalu dia juga melilitkan handuk sebatas pinggangnya. Kemudian menggendongku ke tas ranjang.

For HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang