Chapter Twenty six

1.7K 244 48
                                        

"Jisoo eonni"

Nafas Rose terengah engah, berlari dari sekolah menuju rumah membuat keringatnya bercucuran hingga membasahi seragan sekolahnya, driver taksi tidak ada yang ingin berhenti oleh karena itu Rose memutuskan untuk berlari saja sangking khawatirnya ia.

Tak ingin membuang waktu, Rose segera berlari menuju lantai dua, dimana letak kamar Jisoo berada. Saat berlari di atas tangga, Jennie yang baru saja dari dapur untuk membuat bubur, di buat terkejut dengan kemunculan Rose, bukankah seharusnya adik sepupunya itu berada di sekolah, tapi kenapa Rose sudah berada di rumah, bahkan seragamnya pun basah.

Tanpa pikir panjang lagi, Jennie segera menyusul Rose.

Rose sendiri, gadis Melbourne itu menatap Jisoo yang sedang terlelap di atas kasurnya dengan memeluk dirinya sendiri, satu tetes air mata berhasil lolos saat ini juga. Wajah Jisoo sangat lugu tetapi kenapa iblis seperti appa-nya tega terhadap Jisoo. Bahkan sangking lugu nya wajah Jisoo, dirinya saja tidak tahu jika kesehatan mental Jisoo juga terganggu, kenapa dunia ini serba penuh dengan kejutan.

Dengan langkah berat karena menahan isak tangis, Rose menghampiri Jisoo, dan saat sudah hampir mendekati, Rose dibuat terkejut oleh seseorang yang menepuk pundaknya, spontan Rose langsung menoleh.

"Rose, kenapa kau sudah ada di rumah, apa kau membolos?"

Rose meneteskan air matanya lagi, membuat Jennie panik seketika. " Hey hey kenapa kau menangis, apa ucapan ku barusan menyakitimu hmm?. '' Ujar Jennie sembari menghapus air mata Rose.

Rose menggeleng lalu membuat Jennie bingung lagi karena gadis blonde hair itu memeluknya.

" What happened with you Rosie, why you cry? '' Jennie berujar lembut sembari mengusap rambut Rose dan membalas pelukan gadis itu. Rose lagi lagi menggeleng ketika di tanya tapi justru malah mengeratkan pelukannya.

Biarkan ini sesaat, karena Rose butuhkan hanyalah sebuah pelukan untuk menenangkan dirinya.

Mengerti dengan suasana Jennie memilih untuk tidak bertanya lagi dan membiarkan Rose untuk berbicara duluan.

Lima menit lebih berlalu, barulah Rose melepas pelukannya dan menatap Jennie pekat, di saat yang bersamaan air mata Rose menetes lagi untuk ketiga kalinya. Jennie menghela nafas berat, lalu menghapus air mata Rose.

" Apa eonni terluka? " Rose mengeluarkan pertanyaan yang membuat Jennie menatap Rose seketika dengan tatapan bingung.

" Aku baik baik saja dan aku tidak terluka sedikitpun, kau lihat kan aku sehat tanpa luka sedikitpun ''

" Itu dari segi fisik eonni, aku bertanya soal perasaan eonni"

Jennie menyerngit '' Apa maksudmu hmm?, aku selalu baik baik saja, I am great Rosie!!!"

Rose menghela nafasnya " Bad Liar!!! "

" I've been telling the truth Rosie, it's up to you if you don't want to believe it. I'm fine okay "

" I know you eonni, aku tahu semuanya, kau tidak baik baik saja dan aku tahu itu---

Rosie--- '' Jennie memanggil pelan Rose membuat mulut gadis itu tak lagi berucap.

" Eonni dengarkan aku, kau tak baik baik saja, jangan bohongi dirimu, kau tau kan itu tidak baik " Apapun caranya Rose tidak akan membiarkan Jennie membohongi dirinya sendiri, karena ia tahu rasanya, itu tidak enak sama sekali.

" Justru kau yang membohongi dirimu Rosie, jadi jangan menasehati ku tentang sebuah kebohongan, aku tahu jika aku terluka, bahkan kau pun terluka sejak lama, tapi kau tetap membohongi dirimu sendiri, jadi jangan larang aku berbohong tentang apapun itu "

CousinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang