Happy Reading!!!
***
Novel yang sejak kemarin diinginkannya sudah di tangan, membuat mood yang semula buruk kembali membaik, dan saat ini Devina tengah asyik menikmati makanannya yang baru saja pramusaji antarkan. Sama sekali Devina tidak memedulikan ponselnya yang entah sudah berapa ratus kali berbunyi. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah sang kekasih tercinta, yang entah kenapa begitu bawel melebihi hari-hari sebelumnya. Dan Devina yakin bahwa ketika dirinya pulang nanti pria itu akan ada di rumah, siap mengomeli Devina.
“Angkat dulu coba, Sis, cowok lo rese!” kata Devin kesal karena sejak tadi benda yang kembarannya itu letakan di atas meja begitu membuatnya terganggu.
“Biarin aja, nanti juga cape sendiri.” Cuek Devina, memilih menikmati makanannya, karena ia sudah benar-benar lapar setelah keliling toko aksesoris dan juga toko buku selama tiga jam lebih ini.
Memang hanya ke dua tempat itu mereka datang, tapi jangan remehkan waktunya. Devina jika sudah berada di toko buku maka akan lupa segala hal, termasuk Devin yang mengekor bosan sampai memilih untuk duduk dan menunggu di luar selama hampir dua jam. Dan sepertinya jika saja Devin tidak menyeret kembarannya itu, sudah dapat di pastikan bahwa sampai saat ini Devina masih anteng di sana. Menyebalkan bukan?
“Kapan dia capeknya? Kuping gue nih yang udah cape dengar suara ponsel lo,”
Devina menaikan sebelah alisnya menatap sang kembaran. “Ponsel gue di silent, Vin,” kata Devina seraya melirik benda persegi di depannya yang berkedip-kedip dan bergerak kecil.
“Aish, bodo ah, pokonya angkat dulu tuh, atau lo matiin sekalian ponselnya!” gerutu Devin dengan suara kesalnya.
“Kalau di matiin yang ada dia makin rewel. Lo mau di hajar sama Pak Sadewa gara-gara nyulik gue?”
“Loh kok gue?” protes Devin tak terima.
“Lah kan emang lo yang ngajak gue ke sini.”
Devin tidak lagi menanggapi, memilih dengan cepat menghabiskan makanannya lalu segera pulang agar ia bisa langsung memikirkan cara menyatakan cinta pada Flora besok. Meladeni Devina belakangan ini membuatnya kewalahan.
Semenjak pacaran dengan dosen muda itu Devina malah berubah menjadi saudari yang rese. Entahlah meskipun biasanya seperti itu, tetap saja kali ini terasa lebih menyebalkan dari biasanya. Devina yang tidak pernah ingin mengalah semakin keras kepala. Devin lelah.
“Cepat abisin, Sis, kita segera pulang sebelum peliharaan lo ngebakar rumah Papa,” ujar Devin saat ponsel kembarannya itu kembali bergetar di meja dengan kedipan-kedipan yang menggangu inderanya.
Ponsel Devina memang selalu ramai seperti itu setiap harinya, beda dengan ponsel Devin yang sepi, tapi tenang, masih ada penghuninya kok, meskipun tidak seramai milik Devina karena Devin tidak suka mengumbar nomornya. Hanya beberapa perempuan saja yang memilikinya, itu pun tidak ada yang berani meneleponnya. Karena Devin tidak segan-segan memblokir nomor tersebut jika berani menelpon. Mengganggu. Begitulah menurut Devin.
֍
Seperti dugaannya, Sadewa memang sudah ada di rumah Levin, mengobrol dengan pria tua itu sambil bermain ludo di tablet yang Devina yakini adalah milik sang papa. Devina tidak mengerti mengapa kekasihnya itu mau-mau saja di ajak memainkan permainan anak kecil itu, entah karena cari muka atau karena memang laki-laki itu juga menyukainya. Atau bisa saja karena terpaksa, karena tidak enak jika harus menolak. Devina tidak terlalu peduli sih sebenarnya, hanya geli saja melihatnya.
“Gak usah melotot, Pak, itu mata nanti jatuh ngegelinding susah nangkapnya,” ledek Devina tidak sama sekali merasa bersalah karena sudah mengabaikan puluhan bahkan ratusan panggilannya
![](https://img.wattpad.com/cover/237649678-288-k131285.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
Ficção AdolescenteDevina yang sejak awal di nobatkan sebagai playgirl di Universitas Kebaperan, siapa sangka akan terjerat pada pesona sang dosen muda yang baru saja masuk dan langsung menjadi idola seluruh kaum hawa di Kebaperan termasuk dirinya. Hanya saja Davina t...