Happy Reading !!!
***
Sudah lebih dari sepuluh menit, Devina berdiam diri di samping mobil saudara kembarnya, menunggu untuk pulang bersama. Namun bocah itu belum juga datang hingga saat ini. Membuat Devina menyesal karena tidak menerima tawaran Miranda yang menawarkan tumpangan, tapi percuma saja menyesali itu untuk saat ini.
Merogoh ponselnya, Devina berdecak kesal begitu mengetahui bahwa benda pipih itu dalam keadaan mati. Entah apa salahnya, hingga membuat Devina begitu sial hari ini.
“Lama banget sih lo, Vin!” dengus Devina begitu adiknya muncul di parkiran setelah dirinya menunggu selama lima belas menit dalam keadaan cuaca panas yang membuat kulitnya terbakar.
“Lah, mana gue tahu kalau lo nunggu? Biasanya 'kan lo bareng sama cowok lo kalau pulang.” Membuka kunci mobilnya, Devin kemudian masuk, di susul oleh Devina.
“Jangan pura-pura lupa, please!” delik Devina, dan laki-laki tampan di sampingnya itu dengan tidak berperasaannya malah tertawa, mengejek. Menyebalkan memang.
“Biasanya cowok lo bukan cuma satu loh, Sis. Hilang satu masih ada yang lain yang bersedia nganterin lo pulang atau ke mana pun lo mau,”
“Udah gue putusin, yang tersisa cuma si berengsek itu aja, tahu gue bakal di putusin hari ini, dari kemarin gue terima yang baru.”
Menghentikan tawanya, Devin kini mengubah duduknya agar menghadap sang kembaran, memegang pundak kakaknya itu sambil menatapnya dengan serius. “Sis, berhenti gonta-ganti cowok, deh, gue kasihan sama lo. Gak semua laki-laki baik dan rela mengejar lo. Meskipun lo cantik, karena gue ganteng, tapi itu tidak akan menutup kemungkinan bahwa laki-laki tidak akan menyakiti lo. Gue hanya khawatir lo kena karmanya.”
“Lo gak perlu khawatir, tahu sendiri gue gak ada main hati sama mereka semua,”
“Tapi gak selamanya lo akan seperti ini. Suatu saat nanti pasti ada laki-laki yang bikin lo jatuh cinta, dan gue gak mau sampai lo terluka gara-gara itu. Ego laki-laki itu tinggi, gak mungkin semua laki-laki bersedia lo buang gitu aja. Salah satu dari mereka pasti ada yang menyimpan dendam dan berniat membalas atas rasa sakit hatinya gara-gara lo campakkan.”
“Mana ada gue nyakitin mereka!” protes Devina tak ingin di salahkan.
“Dengan lo mutusin mereka dan permainin hati mereka, emang itu gak nyakitin?” Devin menaikkan sebelah alisnya.
“Itu salah mereka sendiri kenapa suka sama gue. Lagi pula gue gak minta mereka jadi pacar gue, apalagi maksa mereka ada di samping gue. Mereka bilang cinta, ya, gue terima, lalu di saat gue merasa bosan dan mutusin mereka emang itu salah gue? Salah mereka gak bisa buat gue nyaman.”
Menghela napas pelan, Devin kemudian melajukan mobilnya meninggalkan area parkir, dan membiarkan suasana dalam keadaan sunyi. Devin sudah lelah menasehati saudara kembarnya yang keras kepala itu, dan ia pun sudah hafal bagaimana Devina.
Berganti pasangan sesering itu bukanlah keinginan Devina, Devin paham bagaimana saudari kembarnya dulu terluka dan trauma untuk jatuh cinta. Tapi Devin tak pernah menyangka bahwa pelampiasan patah hati Devina dulu malah jadi seperti ini.
Di saat perempuan lain patah hati, mereka pasti sangat takut untuk kembali menjalin hubungan atau mengenal makhluk bernama laki-laki, tapi itu nyatanya tidak berlaku untuk Devina, perempuan itu malah justru senang berganti-ganti pasangan dan akan di buangnya begitu merasa tak nyaman. Atau Devina sendiri yang di putuskan karena si cowok merasa diabaikan.
Dukungan dari sang papa juga lah yang membuat Devina tidak peduli dengan julukan yang di berikan orang-orang di sekitarnya. Sang papa bilang tidak masalah menjadi seorang playgirl, tidak ada salahnya memiliki banyak pacar dan sering Bergonta-ganti pasangan, yang penting masih bisa menjaga harga diri dan menjadi playgirl yang bermartabat. Hiraukan perkataan orang selama itu tidak merugikan mereka.
Dan Devina mendengarkan apa yang di katakan papa-nya, menjadikan laki-laki itu sebagai panutannya. Devina tidak sama sekali merasa peduli, meski banyak orang di sekelilingnya yang menganggap dirinya rendah. Devina hanya akan cuek dan pergi begitu saja tanpa sama sekali mau menanggapi.
Untuk sikap cueknya itu Devin bangga pada saudari kembarnya, tapi sebagai saudara yang sudah berbagi apa pun selama di dalam perut sang mama, Devin merasakan khawatir dan takut bahwa suatu saat nanti kakaknya itu akan tertimpa batunya. Meskipun dalam hati Devin terus berdoa untuk kebaikan saudari kembarnya itu.
👫👫👫
Begitu mobil yang Devin kendarai berhenti di pekarangan rumah orang tuanya, Devina turun lebih dulu di susul oleh Devin, masuk ke dalam rumah yang sepi seperti tidak berpenghuni.
Beberapa bulan lalu, rumah ini selalu ramai, tapi sejak kesedihan menimpa putri pertama dari pasangan Levin-Devi, yang juga sebagai kakak bagi Devina dan Devin, rumah berubah sepi dan dingin, membuat Devina kadang tak betah berada di rumah. Namun tak ingin jika harus meninggalkan sang mama seorang diri, yang selalu banyak merenung melihat anak pertamanya berubah murung dan lebih senang mengurung diri di kamar.
Setidaknya dengan adanya Devin dan Devina, Devi masih bisa mengeluarkan tawanya di bandingkan air mata. Karena bagaimanapun sebagai orang tua, Devi tidak ingin mengabaikan anaknya yang lain dan lebih memperhatikan satu anaknya yang tengah dalam duka. Walaupun tak bisa di pungkiri bahwa Dania lebih di khawatirkannya.
“Tumben kalian pulangnya barengan?” Devi, sang mama bertanya seraya menerima pelukan yang di berikan kedua anak kembarnya.
“Devina baru aja di putusin tadi siang, Ma, makanya dia gak punya lagi supir pribadi.” Ungkap Devin sedikit mengejek, membuat Devina mendelik dan tak lupa memberikan tendangan di tulang kering saudara kembarnya.
“Yang benar, Dev?” tanya Devi menoleh pada anak perempuan keduanya.
Devina mengangguk kecil seraya mendengus kesal mengingat kejadian di parkiran tadi.
Dalam keluarga mereka memang tidak ada yang di sembunyikan, anak-anak sejak kecil di didik untuk terbuka, dan menceritakan apa saja yang di rasakan agar kedua orang tua tahu dan bisa memberikan nasihat jika memang di perlukan dan memberikan dukungan jika memang di butuhkan.
Devi dan Levin hanya ingin menjadi orang tua yang peduli, dan anak-anak memang di haruskan untuk berterus terang supaya tidak membuat orang tua khawatir.
“Kamu kok malah kelihatan kesal dari pada sedih?” kening Devi mengerut menatap anak gadisnya itu.
“Mama kayak gak tahu Devina aja, dia kan panutannya papa, Ma.” Timpal Devin yang kemudian tertawa.
“Ya iya lah Devina kesal, gila aja cewek secantik Devina di putusin, dan tahu-tahu tuh cowok udah gandeng cewek lain di parkiran. Kalau gak takut di penjara, udah Devina bunuh tuh Si Gibran!” ceritanya dengan bersungut-sungut, sementara Devin dan sang mama malah menertawakan dengan begitu puasnya.
“Kalau sampai Papa kamu dengar, pasti dia malu deh karena penerusnya di putusin. Seorang Devina, playgirl yang didik langsung oleh papa-nya si mantan playboy kelas kakap di selingkuhin ... haha, Mama harus syukuran ini.” Tawa Devi menggelegar, sementara Devina semakin mengerucutkan bibirnya dan melangkah menuju kamarnya di lantai atas. Keluarganya memang kadang semenyebalkan itu.
“Dev jangan nangis lo di kamar!” teriak Devin di lanjutkan dengan tawa yang terdengar semakin menyebalkan di telinga Devina.
“Awas lo, Vin, gue doain lo jatuh cinta secepatnya!” balas Devina berteriak juga, karena jarak mereka memang cukup jauh.
“Gue udah jatuh cinta dari dulu, Dev sama kak Queen, sayang aja gue lahirnya telat, jadi keduluan Bang Rapa.”
“Ck, dasar adik gila!” dengus Devina melanjutkan langkahnya menuju kamar dan menutup pintunya sedikit di banting, hingga menimbulkan suara yang cukup keras.
****
See you next part !!!
![](https://img.wattpad.com/cover/237649678-288-k131285.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
JugendliteraturDevina yang sejak awal di nobatkan sebagai playgirl di Universitas Kebaperan, siapa sangka akan terjerat pada pesona sang dosen muda yang baru saja masuk dan langsung menjadi idola seluruh kaum hawa di Kebaperan termasuk dirinya. Hanya saja Davina t...