16. Jadian

1.2K 83 0
                                        

Happy Reading !!!

***

+62 8xxxxxx

Saya tunggu di parkiran.

Devina mengernyitkan keningnya saat membaca pesan singkat yang baru saja masuk dari nomor yang tidak sama sekali di kenalnya. Inginnya ia mengabaikan itu, tapi rasa penasaran pada akhirnya membawa Devina melangkah menuju tempat yang di sebutkan si pengirim pesan.

Celingukan, Devina mencari siapa kira-kira yang menunggunya, tapi tidak satu pun orang yang dirinya temukan. Parkiran sudah sepi di jam lima sore ini, kebanyakan dosen dan mahasiswa sudah pulang, termasuk Devin dan teman-temannya juga Miranda. Sang kekasih pun sudah pulang sejak siang tadi dan Devina sudah menolak untuk di tunggu, tidak juga meminta laki-laki itu datang menjemput. Lalu siapa yang menunggunya? Mungkinkah …?

“Ngapain masih bengong di situ?”

Suara dari arah samping kanannya, membuat Devina menoleh dan beberapa langkah di depannya saat ini berdiri laki-laki tampan dengan senyum manisnya yang sukses membuat Devina terpesona.

Menggeleng, Devina berusaha menyadarkan diri agar tidak semakin masuk dalam pesona Sadewa yang sepertinya akan sulit di lepaskan. Tapi mau bagaimana lagi, dosen tampannya itu memang sulit untuk di abaikan, dan Devina membenci ini, ia benci pada dirinya sendiri yang mulai mengagumi pria tampan itu.

Devina belum siap jika harus jatuh cinta lagi dan sepertinya ia tidak akan pernah siap. Kecewa yang pada akhirnya harus Devina terima dari perasaan cinta yang tumbuh nantinya. Please, dirinya sudah merasakan itu, dan tidak ingin jika sampai mengulanginya kembali.

“Bapak ngapain disini?” tanya Devina mengerutkan keningnya heran.

“Nunggu bidadari.” Jawabnya dengan senyum manis yang lagi-lagi terukir, membuat jantung Devina berdetak tidak pada ritmenya.

“Emang ada?”

“Ada,” Sadewa melangkah mendekat, dan berdiri di depan Devina dengan jarak tak sampai dua langkah. “Ini bidadarinya sedang berdiri di hadapan saya.” Lanjutnya masih dengan senyum lembut yang begitu memikat.

Mendengar ucapan manis dosen tampannya itu, Devina tidak bisa untuk tidak bersemu, detak jantungnya yang berdebar kencang semakin tak terkendali, dan rasa panas di wajah menyadarkan Devina bahwa gombalan biasa yang di lontarkan Sadewa berefek luar biasa untuk hatinya yang selama ini beku tak tersentuh.

“Bapak gombalin saya?” tanya Devina dengan nada datarnya seperti biasa. Berpura-pura tidak baper, meskipun pada kenyataannya jantungnya masih saja berulah di persembunyiannya.

“Iya, tapi kayaknya gak mempan, ya?” Sadewa meringis kecil. “Gagal deh saya mau bikin kamu jatuh cinta.”

“Atas dasar apa Bapak buat saya jatuh cinta?” tanya Devina mempertahankan nada suaranya agar terlihat biasa saja. Tidak ingin sampai laki-laki di depannya sadar bahwa ia sudah terjatuh akan pesonanya.

“Karena saya suka kamu,” akunya masih dengan senyum yang terukir manis dan lembut, senyum yang entah menipu atau memang begitu tulus. “Kamu jadi pacar saya mulai saat ini, Devina.”

Devina melongo dan mencerna pernyataan dosen tampannya itu.

“Bapak nembak saya?” tanyanya seraya menunjuk dirinya sendiri.

“Bisa di bilang begitu ...," Sadewa menjeda ucapannya. "Tapi saya tidak mau menerima penolakan. Jadi, saya tidak perlu jawaban kamu. Pokoknya mulai hari ini kamu pacar saya.” Sadewa berucap dengan nada tegas, dan itu semakin membuat Devina melongo.

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang