Happy Reading !!!
***
Seperti biasa, Devina dan Devin datang bersama, berjalan bersisian melewati koridor yang mulai ramai oleh mahasiswa-mahasiswi yang juga memiliki tujuan sama, yakni menuntut ilmu. Meskipun mungkin ada juga yang berangkat karena keterpaksaan dan alasan lainnya.
Seperti yang sudah di perkirakan Devina malam tadi, pagi ini kampusnya kembali ramai oleh bisik-bisik yang tidak jauh-jauh dari Devina yang menjadi sumbernya. Namun bisikan itu dengan cepat hilang begitu Devina dan Devin melintas.
"Cih, beraninya di belakang doang!" Devin yang mendengar cibiran sang kembaran melirik seraya menaikan sebelah alisnya. Tidak biasanya Devina berkomentar pada hal yang menurutnya tidaklah penting, apalagi mengenai gosip beredar mengenai gadis itu sendiri.
"Ada gosip apalagi mengenai lo, Sis?" tanya Devin tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
"Gara-gara dosen nyebelin itu nyamperin gue kemarin, semua mahasiswi makin heboh ngira gue godain idola mereka juga," kata Devina sesekali mencebikkan bibirnya. "Gini amat jadi cewek cantik," desah Devina kemudian, semakin membuat kerutan di dahi Devin mendalam.
"Tumben lo mau berkomentar? Biasanya juga mingkem aja meskipun di bilang murahan dan gak tahu diri."
"Gatel mulut gue, Vin. Di diemin makin ngelunjak. Sesekali gue jadi cewek nyinyir biar mereka pada makin panas, bodo amat makin di benci. Kepalang tanggung!" ujarnya dengan emosi yang baru kali ini Devin lihat dari seorang Devina. Namun acungan jempol Devin berikan untuk mendukung tindakan kembarannya itu.
"Sesekali lo memang harus tegas sama mereka. Gue yang dengar aja kadang pengen banget ngasih tonjokan. Sayangnya mereka perempuan dan gue gak sama sekali mukul perempuan."
"Lo jangan jadi laki-laki kasar, Vin. Gue gak suka!"
Devin mengangguk menyetujui. Lagi pula Devin juga tidak ingin mengotori tangannya hanya untuk menutup mulut orang-orang julid yang tidak sama sekali mengetahui bagaimana sifat asli kembarannya itu.
Sisa perjalanannya di isi dengan obrolan-obrolan menyenangkan dari Devin, namun seperti biasa sekonyol apa pun cerita Devin, tidak mampu meluncurkan tawa Devina apalagi berada di lingkungan kampus seperti sekarang ini.
Image-nya butuh di pertahankan, dan Devina tidak ingin merusaknya dengan tawa walau hanya sekali. Takut makin banyak laki-laki menyukainya dan makin banyak perempuan yang iri kepadanya.
🍒🍒🍒
"Setelah ini perpus kota ya, Dev, temenin gue ngerjain tugas dari Pak botak," kata Miranda di tengah kunyahannya.
"Abisin dulu tuh makanan, baru ngomong. Muncrat tau gak lo tuh nasi goreng!" Devina mendengus pelan seraya menyingkirkan sebiji nasi yang mendarat di tangannya dengan raut jijik. Sementara si pelaku hanya melayangkan cengiran tidak berdosanya, namun tetap menuruti teguran sahabat judesnya itu.
"Tapi lo mau kan temenin gue?"
"Iya nanti gue temenin, tapi jangan lupa traktir ya," delikkan malas Miranda layangkan ke arah sang sahabat. Selalu saja seperti ini pada akhirnya.
"Lo sama teman aja pamrih banget, Dev, sekali-kali gak minta imbalan gak bisa apa,"
"Ya udah kalau gak mau, gue tinggal terima ajakan jalan-jalan dari Zidan. Makan di bayarin, belanja di bayarin, lumayan 'kan itung-itung refreshing otak? Dari pada ke perpus nungguin lo ngerjain tugas, deuh, bosenin!" Devina memutarkan bola matanya, sementara Miranda sudah memberenggut.
"Iya gue traktir nanti. Lo harus nemenin gue pokoknya! Batalin kalau ada janji kencan sama siapa pun itu. Gue males pergi sendiri," putus Miranda dengan berat hati, karena sudah pasti uang jajannya akan semakin terkuras, yang pada akhirnya ia harus menghemat untuk kedepannya. Gini amat nasib jomlo.
Begitu Miranda menghabiskan nasi gorengnya, kedua gadis cantik itu bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan kantin untuk pergi menuju perpustakaan kota yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus, hanya menghabiskan waktu dua puluh menit dengan menggunakan mobil.
"Lo yang nyetir ya, Dev," pinta Miranda begitu jarak menuju mobil miliknya tinggal beberapa meter lagi.
"Sorry, princess biasa di setirin, gak biasa nyetir sendiri," Devina mengangkat kedua tangannya di depan dada, menolak kunci yang hendak diberikan Miranda.
"Songong lo, mentang-mentang jadi bidadarinya cowok-cowok!" cibirnya malas.
"Ya gimana dong, Mir, pesona gue emang gak mudah di abaikan. Dosen lo aja kelepek-kelepek sama gue."
Dengusan semakin keras terdengar dan wajah masam Miranda semakin membuat Devina semangat untuk memanasi sahabat jomlonya itu. Padahal sebenarnya kalau saja mau membuka hati, Miranda tidak akan jomlo seperti saat ini. Gio sudah sejak awal menyukai perempuan manis itu, tapi sayangnya Miranda lebih tertarik pada Niko, sementara Niko sendiri entah benar-benar tidak sadar akan perasaan Miranda yang cukup terang-terangan atau hanya pura-pura demi menghargai perasaan Gio. Devina tidak tahu pastinya karena menurutnya cinta segitiga di antara sahabat itu lebih rumit dari perselingkuhannya.
"Ngomong-ngomong soal dosen, gue jadi keinget soal semalam. Anak-anak di grup management heboh bahas lo sama dosen tampan. Video yang di depan gerbang itu juga ada, tapi gue lupa siapa yang nyebarin," Miranda yang kini sibuk menyetir, sekilas menoleh pada sahabatnya. Dan raut wajah Devina yang datar seperti biasa seolah tidak terganggu dengan adanya orang iseng yang merekam kejadian kemarin.
"Gue gak habis pikir sih, kenapa tuh dosen berani banget bongkar hubungan kalian di depan mahasiswinya," kali ini ucapan Miranda berhasil mengalihkan perhatian Devina. Raut wajahnya yang semula terlihat biasa berubah tak percaya mendengar kenyataan bahwa dosen menyebalkannya itu membongkar tentang hubungannya di depan anak-anak kampus.
Gila, ini benar-benar gila, pantas semakin banyak tatapan iri dan tak suka yang terarah padanya pagi tadi.
"Komentar-komentar di grup banyak banget yang hujat lo, banyak juga yang pengen berada di posisi lo karena bisa di sukai cowok setampan Pak Sadewa. Gue aja iri," tambahnya jujur, meski tidak benar-benar berkeinginan memiliki laki-laki yang menjadi kekasih dari gadis di sampingnya. Ia hanya sekedar suka dan kagum saja pada dosen tamannya itu, tidak seperti teman-teman kampusnya yang lain sampai membenci Devina hanya karena dosen idola mereka menyukai sahabatnya.
"Lo yakin, Mir kalau Pak Sadewa ngasih tahu hubungan gue sama dia depan banyak orang?" tanya Devina memastikan.
"Lo liat aja videonya kalau gak percaya. Ada noh di hp gue,"
Tanpa mengatakan apa pun, Devina langsung mengambil ponsel sahabatnya itu dan membuka file yang Miranda sebutkan, sampai video yang di bicarakan dapat dirinya buka. Di sana kejadian dari awal hingga akhir terekam sempurna.
Namun yang lainnya tidak terlalu Devina hiraukan karena yang penting adalah memastikan kenyataan mengenai kejujuran Sadewa mengenai hubungan mereka. Dan di beberapa detik menuju akhir, Sadewa memang mengakui bahwa pria itu menyukainya. Ada haru yang tidak bisa Devina sembunyikan, wajahnya menghangat dan itu bukti bahwa ia tersentuh dengan kejujuran sang dosen yang selalu ia anggap menyebalkan.
Perasaan Sadewa yang semula ia anggap main-main entah kenapa kini malah hilang di dalam benaknya hanya karena sebuah pengakuan sederhana Sadewa dalam video itu. Untung saja saat kata-kata itu Sadewa lontarkan dirinya sudah tidak berada di sana, jika tidak, Devina tidak yakin untuk tidak berhambur memeluk dosen menyebalkannya. Hanya Sadewa yang mampu membuatnya seperti ini.
Mungkinkah ia benar-benar sudah menjatuhkan hatinya pada pria itu? Mungkinkah pada akhirnya cinta itu berlabuh pada dosen tampannya? Siapkah ia?
***
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
Teen FictionDevina yang sejak awal di nobatkan sebagai playgirl di Universitas Kebaperan, siapa sangka akan terjerat pada pesona sang dosen muda yang baru saja masuk dan langsung menjadi idola seluruh kaum hawa di Kebaperan termasuk dirinya. Hanya saja Davina t...