20. Merajuk

869 68 3
                                    

Happy Reading!!!

***

Devina lagi-lagi di pusingkan dengan pilihan di depan mata. Selesai dengan kelasnya ia berniat langsung pulang, bersama Devin tentunya, karena kebetulan hari ini adiknya itu pun tidak ada kelas dan kegiatan lainnya. Namun lagi-lagi kedua pangeran yang sedang bersaing untuk memperjuangkan sang putri sudah sama-sama berdiri di tangga menuju parkiran, menunggu untuk mengajak Devina pulang.

"Sis, gue duluan, ya. Lo silahkan pilih dari kedua kandidat itu, kalau perlu setengah-setengah deh nganterin lo-nya, biar adil. Bye-bye, Sis." Devin melambaikan tangannya meninggalkan Devina bersama kedua laki-laki bodoh versinya itu.

"Devin, gue pulang sama lo." Teriak Devina sebelum adiknya itu melangkah lebih jauh.

"Gue gak menerima tebengan, sorry." Sahut Devin berteriak pula.

"Aish, Devin sialan, awas lo!" ancam Devina mengangkat kepalan tangannya.

Devin yang berjalan mundur hanya tertawa dan melayangkan kedipan jahil sebelum kemudian masuk ke dalam mobilnya, di akhiri dengan kecupan dari jarak jauh, membuat Devina menggeram dan mengentakkan kakinya kesal.

Menatap satu per satu laki-laki yang berdiri di depannya saat ini, Devina lalu mengeluarkan decakannya. "Jadi siapa yang mau nganter gue pulang?" tanyanya datar.

Karena di tinggal Devin, Devina terpaksa melakukan ini. Ia malas memilih, jadi biarkan kedua laki-laki itu yang memutuskan.

Sadewa tersenyum dengan manisnya, senyum menyebalkan yang selalu saja menggetarkan hati Devina. Berbeda dengan Zidan yang langsung menghampiri dan hendak memberikan usapan di kepala gadisnya itu, sayangnya Devina dengan cepat menghindar, membuat tangan itu pada akhirnya menggantung di udara.

Sadewa yang menyaksikan tanpa pergerakan lebih hanya menahan tawa, dan sorot matanya seolah mengejek.

"Saya gak mau buat kamu bingung memilih jadi, biar saya yang mengalah. Kamu pulang sama dia gak apa-apa, asalkan hati kamu jangan kamu beri untuk dia." Sadewa menunjuk Zidan tanpa menoleh sedikitpun pada laki-laki itu. Senyumnya terulas manis pada Devina yang terdiam di tempat dengan retakan di hati akibat hantaman yang tak kasat mata.

Tanpa memberi respons apa pun, Devina menoleh pada Zidan dan mengangguk kecil, sebelum kemudian melangkah pergi melewati Sadewa begitu saja.

Kecewa. Ya, Devina merasa kecewa hanya karena Sadewa membiarkannya begitu saja. Tidak ada adegan rebut-rebutan atau saling memberi tatapan tajam. Jika Zidan atau laki-laki lain yang melakukannya mungkin tidak akan ada kecewa yang di rasa, tapi Sadewa jelas berbeda. Devina akui, perasaan itu ada untuk dosennya, tapi entah setelah ini.

"Langsung antarkan pacar saya pulang ke rumah. Jangan di ajak keluyuran, Devina sedang kurang sehat." Pesan Sadewa menepuk pundak Zidan yang menjadi siangan cintanya.

Senyuman seperti biasa Sadewa layangkan, setelahnya sedikit bergeser untuk memberi jalan pada Zidan yang masih berdiri dengan tatapan tak Sukanya.

"Bapak harus ingat bahwa Devina pacar saya. Dan saya pastikan, hingga kapanpun tetap saya yang berada di samping Devina."

"Jangan terlalu percaya diri, nanti sakit jika semua tidak sesuai dengan harapan kamu." Setelahnya Sadewa pergi menuju mobil, tidak lupa untuk memberikan kedipan genit pada sang kekasih yang menatap tanpa ekspresi.

🍒🍒🍒

Mengabaikan pesan dan telepon Sadewa sejak siang kemarin, Devina tidak menyangka bahwa orang yang tidak ingin di temuinya itu malah datang di saat ia dan keluarganya tengah makan malam bersama.

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang