Bab 59. Pelabuhan Terakhir

1.1K 56 0
                                    

Happy Reading!!!

***

Bertahun-tahun kemudian …

“Devina, kamu masih ngapain, sih, lama banget,” ujar Devi sedikit kesal karena putri keduanya tidak juga kunjung keluar dari kamarnya.

“Sabar kali, Ma,” kata Devina begitu membuka pintu dan sudah mendapati sang mama di depan kamarnya. “Lagi pula yang mau lamaran ‘kan aku, kenapa Mama yang heboh sih,” tambahnya seraya memutar bola mata malas. Anak durhaka memang.

“Gimana Mama gak heboh, kamunya lelet banget. Yang lain udah pada nunggu juga!” satu jitakkan di pelipis Devina dapatkan dari mama tercintanya itu. “Sebenarnya kamu niat gak sih tunangan sama Nak Sadewa? Kalau enggak lebih baik Mama aja deh yang gantiin,” ujar Devi dengan dengusan kesalnya seraya menarik sang putri kedua untuk turun menuju lantai bawah, dimana keluarganya sudah menunggu untuk menemui keluarga Sadewa di restoran yang sudah kedua keluarga sepakati untuk menjadi tempat tunangan antara Sadewa dan Devina yang akan diselenggarakan pukul delapan malam ini. Dan sekarang sudah pukul tujuh lewat, sementara mereka masih berada di rumah.

“Ingat umur kali, Ma. Pak Sadewa juga mana mau sama Mama yang udah keriput ini,”

“Ck, sembarangan aja kalau bicara. Meskipun usia udah tua, Mama masih cantik dan kencang. Masih bisa dapat berondong yang lebih muda dari pacar kamu itu.”

Devina tak menanggapi, memilih untuk menghampiri adik, kakak serta papanya di teras depan, meninggalkan Devi yang lebih dulu berbelok ke dapur memestikan bahwa semua kompor sudah mati dan pintu serta jendela sudah di tutup sempurna. Setelah itu barulah mereka berangkat dengan Devin yang menjadi supir. Menyusuri jalanan yang cukup macet di malam minggu yang cerah ini, seolah mendukung acara yang akan semakin menyatukan Devina dan Sadewa.

Ingatan Devina berlari pada kejadian bertahun-tahun lalu setelah lamaran Sadewa di atas bukit dengan latar matahari terbenam waktu itu.

“… Devina apa kamu bersedia menjadi istriku?”

Terkejut, Devina tak tahu harus bagaimana mengekspresikan dirinya. Bahagia? Tentu saja, tapi dengan cepat bahagia itu hilang dan digantikan dengan kesedihan yang bukan hanya miliknya, melainkan kesedihan yang dimiliki semua keluarganya, terlebih seseorang yang begitu berarti dalam hidup Devina, yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Dania.

“Maaf, Wa, tapi aku gak bisa,” ucap Devina dengan sorot menyesal, seraya melepas tangan Sadewa yang menangkup wajahnya. “Aku gak bisa,” Devina menggelengkan kepalanya dengan air mata yang tidak lagi bisa dicegah.

Jawaban yang di berikan Devina tentu saja membuat Sadewa lesu dan kecewa, apalagi sejak tadi bayangan mengenai persetujuan gadis itu sudah memenuhi kepalanya. Bayangan kebahagiaan yang akan dirinya dapat dari sebuah anggukan antusias dengan sorot mata haru Devina sudah menjadi hal yang dengan lancang Sadewa harapkan. Namun siapa yang menyangka bahwa justru penolakkanlah yang nyatanya Sadewa dapatkan. Membuatnya kecewa dan tak tahu lagi harus mengucapkan apa.

“Kamu tidak mencintaiku?” lesu Sadewa bertanya.

Dengan cepat Devina menggelengkan kepalanya, dan meraih tangan Sadewa. Menatap mata yang menyiratkan sebuah luka itu dengan serius dan memohon. “Aku cinta kamu, Wa. Tapi maaf aku tidak bisa menerima lamaranmu. Bukan tak ingin, tapi aku tidak bisa menerima bahagia ini di saat Kak Dania bahkan masih bergelung dalam kesedihannya. Aku gak mau semakin membuat Kak Dania bersedih dengan kebahagiaan yang aku dapatkan atas keseriusan kamu.  Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan berbahagia setelah Kak Dania menemukan kebahagiaannya, setelah Kak Dania menemukan pengganti Kak Mike dan bangkit dari kesedihannya. Maafin aku, tapi Kak Dania lebih penting bagi aku,” ucap Devina panjang lebar dengan air mata yang tak hentinya menetes.

Devina tahu bahwa ini adalah keputusan yang salah, menolak lamaran Sadewa dengan alasan keadaan sang kakak. Tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah pada kenyataannya. Devina tidak ingin bahagia di atas kesedihan kakaknya. Meskipun Levin dan Devi tidak pernah menyuruh Devin dan Devina untuk mengalah, tapi sebagai keluarga dan adik yang menyayangi kakaknya, Devina jelas tidak tega. Dan lagi Dania adalah anak yang paling tua diantara Devin dan Devina, sudah sewajarnya Dania yang terlebih dulu bahagia bersama pasangannya, dan Devina tidak akan membiarkan dirinya melangkahi sang kakak, seingin apa pun dirinya bersanding bersama Sadewa di pelaminan. Untuk waktu dekat ini, Devina tidak bisa, namun akan beda lagi jika nanti sang kakak sudah benar-benar bangkit dari kesedihannya, dan menemukan seseorang yang akan membahagiakannya.

“Jadi kamu menolak lamaranku karena kakak kamu?” tanya Sadewa masih dengan sorot yang terluka. Ada kecewa yang membayang di kedua mata hitam itu. Dengan cepat Devina menggelengkan kepalanya.

Tidak ada sedikitpun niat menyalahkan kakaknya atas kebahagiaan yang terpaksa harus Devina hempaskan, karena jelas bahwa ini adalah keinginannya sendiri, lagi pun Devina memang merasa belum siap jika harus menjadi istri Sadewa dalam waktu dekat ini. Pendidikannya masih belum selesai, cita-citanya belum tercapai dan usianya pun masih begitu muda walau tahu bahkan Aunty-nya dulu menikah di usianya yang masih sangat muda. Tapi Devina tidak memiliki mimpi seperti Aunty Lyra. Menikah muda, tidak pernah ada dalam bayangan dan keinginannya.

Devina mengira bahwa setelah penolakannya saat itu Sadewa akan mundur dan memutuskan hubungan mereka, tapi nyatanya laki-laki itu begitu pengertian dan memahaminya. Sadewa tidak memaksa, malah justru menerima dengan lapang keputusan Devina dan berjanji akan menunggu hingga Devina siap, tak peduli selama apa pun itu. Dan pada akhirnya penantian itu berbuah manis setelah bertahun-tahun menunggu. Lamarannya yang kedua di terima walaupun tidak bisa langsung untuk menikahi Devina, karena Levin kukuh ingin keduanya bertunangan terlebih dulu dan baru menikah di tahun selanjutnya. Menyebalkan memang, tapi mau bagaimana lagi, Sadewa hanya bisa pasrah menerima, yang penting dirinya dapat menikahi gadis kecil tercintanya.

“Pasangin cincinnya, woy, kalian berdua niat tunangan gak sih sebenarnya?” teriak Devin cukup keras, menyadarkan Sadewa dan juga Devina yang malah asyik saling pandang padahal sejak tadi MC sudah mengumunkan bahwa sudah waktunya Sadewa menyematkan cincin di jari manis Devina yang akan menandakan bahwa kedua orang yang kini menjadi pusat perhatian semua tamu undangan itu resmi menjadi sepasang tunangan, calon suami-istri.

“Tau lo berdua, tatap-tatapannya bisa nanti kali. Gak tahu apa nih tamu undangan udah pada lapar pengen makan,” ujar Niko gemas, membuat semua orang yang ada di sana menoleh pada laki-laki itu termasuk Devina dan Sadewa yang langung saja melayangkan dengusan kesalnya. Sementara Gio, Miranda serta Devin melayangkan toyorannya. Setelahnya suasana riuh dengan gelak tawa, sebelum Levin mengintruksikan untuk kembali tenang dan fokus kembali pada Sadewa juga Devina.

Setelah keadaan dirasa kembali kondusif, barulah Sadewa mulai mengambil kotak cincin yang diberikan ibunya, membuka dan mengeluarkan isinya, kemudian menyematkan benda sederhana nan elegan itu di jari manis Devina, membuat jemari lentik itu terlihat semakin indah dan cantik.

“Welcome to my life, future wife,” ucap Sadewa pelan, seraya melayangkan satu kecupan dalam di kening sang tunangan. “Thank you for being willing to be my last port.”

***

Tamat

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang