Happy Reading!!!
***
Tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi kekhawatiran dan tidak ada lagi kebingungan yang melanda Sadewa saat ini, karena akhirnya Sandra bersedia di operasi dan itu berjalan dengan lancar hingga membuat kondisi Sandra saat ini lebih baik dan perempuan itu sudah kembali ceria dengan harapan baru yang tidak melulu tentang Sadewa seperti sebelumnya.
Membuat Sadewa dan Devina lega karena ancaman dalam hubungan kedunya akhirnya berkurang, walau sadar bahwa akan ada ancaman lainnya yang suatu saat nanti pasti menyerang. Tapi untuk sekarang ini, Devina dan Sadewa tidak ingin terlalu memikirkan itu, fokus keduanya hanya tentang hubungan mereka yang selama ini kadang masih dibayangi keraguan satu sama lain. Dan untuk menghilangkan keraguan itu Sadewa memutuskan untuk mengajak Devina kesuatu tempat. Tempat dimana hanya ada mereka berdua. Menghabiskan waktu dengan canda dan tawa, mendekatkan diri satu sama lain agar tidak lagi ada jarak yang berusaha membatasi keterbukaan dan harapan yang mereka dambakan dalam hubungan yang terjalin.
“Suka?” tanya Sadewa pada gadis yang berdiri membelakanginya, menatap sinar orange yang perlahan tenggelam di balik bukit yang menjadi pemandangan indah dan romantis bagi pasangan seperti mereka.
“Banget!” seru Devina antusias, tatapannya tak lepas dari semburat jingga di depannya yang seolah memberinya harapan untuk menjadi lebih baik di esok hari. “Kamu tahu tempat ini dari mana?” tanyanya tanpa menoleh pada si lawan bicara yang masih berdiri tenang di belakangnya, seolah menjaga Devina agar tidak terjatuh dari ketinggian yang menjadi tempat mereka menatap keindahan alam saat ini.
“Mengenai keindahan aku selalu tahu tanpa mencari tahu terlebih dulu. Sama seperti kamu, keindahan yang tak perlu kucari tahu, tapi cukup aku rengkuh dan nikmati, kemudian aku miliki,” ujarnya seraya melingkarkan tangan di perut Devina, membuat gadis itu terkejut bukan main, tapi kemudian menyunggingkan senyumnya yang tidak bisa Sadewa lihat kerena posisi Devina yang membelakangi.
“Gak nyambung dasar,” ujarnya dengan dengusan kecil. Pura-pura tidak terpengaruh dengan gombalan yang laki-laki itu lontarkan, walau kenyataannya hati sudah meletup-letup siap meledakkan kembang api.
“Biarin, asal kamu sama aku tetap satu, nyambung dan tak bisa dilepaskan,” jawab Sadewa yang lagi-lagi membuat hati Devina menghangat, walau masih saja bersikap seolah tidak terpengaruh.
“Kamu kenapa ajak aku ke tempat seperti ini?” tanya Devina mengalihkan obrolan.
“Mau aku buang,” ujarnya santai.
“Tega memangnya?” Devina berbalik, membuat posisi mereka jadi berhadapan.
Sadewa menggeleng cepat dan semakin mengeratkan pelukannya di pinggang ramping sang kekasih, menenggelamkan kepala Devina di dada bidangnya, sebelum kemudian merainya dan membawa wajah itu untuk menatap tepat pada matanya. “Aku gak akan tega, dan gak akan sanggup kehilangan kamu. Aku bawa kamu ke sini untuk memberi tahu kamu bahwa keindahan ini belumlah ada apa-apanya di bandingkan dengan keindahan yang aku miliki, keindahan memiliki kamu. Keindahan yang Tuhan siapkan khusus untuk aku,” ucap Sadewa dengan sorot lembut dan tatapan serius.
“Devina, kamu tahu bahwa aku tidaklah sempurna. Aku laki-laki tak tahu diri yang tiba-tiba datang dan menginginkan kamu, menarikmu hingga berada pada sebuah hidup yang menghilangkan ketenanganmu dan membahayakanmu,” selintas ingatan mengenai ancaman Sandra memenuhi kepala Sadewa.
“Aku tahu, aku bukanlah laki-laki yang cukup baik untuk menjadi penjagamu, menjadi pelindungmu dan menjadi laki-laki yang selalu ada untukmu,” kali ini ingatan mengenai Devina yang hampir celaka akibat tindakan Sandra beberapa waktu lalu memenuhi kepalanya, membuat Sadewa meringis dan pastinya akan membuatnya menyesal jika sampai saat itu keberuntungan tidak berpihak pada Devina.
“Tapi mulai detik ini aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik untukmu, menjadi pria yang dapat kamu andalkan, dan menjadi sosok yang akan membahagiakan kamu. Aku tidak bisa menjanjikan seberapa lama bisa mewujudkan itu semua, tapi aku harap kamu percaya akan kesungguhanku, dan aku mohon untuk tak pergi walau badai menerpa hubungan kita. Entah itu ada di pihakku, atau mungkin berada di pihakmu. Aku harap kita akan terus bersama mengarungi badai dan ombak yang menerjang hingga pelabuhan itu kita capai bersama. Devina kamu maukan berlabuh bersamaku? Menjadi teman hidupku, menjadi sandaranku, menjadi rumahku, menjadi ibu dari anak-anakku, dan menjadi pelengkap hidupku. Devina, apa kamu bersedia menikah denganku?”
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
Ficção AdolescenteDevina yang sejak awal di nobatkan sebagai playgirl di Universitas Kebaperan, siapa sangka akan terjerat pada pesona sang dosen muda yang baru saja masuk dan langsung menjadi idola seluruh kaum hawa di Kebaperan termasuk dirinya. Hanya saja Davina t...