Bab 52. Ancaman Nyata

424 50 4
                                    

Happy Reading!!

***

Devina memutar bola matanya malas saat dari kejauhan melihat sosok cantik dengan pakaian seksinya berjalan menuju ruangan Sadewa, ruangan yang akan dirinya lewati untuk menuju salah satu ruangan dosen lainnya untuk ia mengantarkan tugas kelompok yang memang harus di serahkan hari ini juga.

Inginnya ia berbalik pergi karena tentu saja berpapasan dengan perempuan menyebalkan itu adalah suatu hal yang sangat tidak Devina inginkan. Bukan karena takut melainkan ia terlalu kesal pada Sandra yang satu bulan belakangan ini entah sudah berapa kali mencoba mencelakainya. Dari mulai menyerempetnya hingga aksi pejamretan yang di lakukan oleh orang suruhan wanita gila itu, hingga membuat tangan Sadewa terkena goresan pisau si pejampret demi melindungi sang kekasih hati.

Devina dan Sadewa tahu bahwa itu adalah bukti dari ancaman Sandra selama ini, tapi mereka tidak menyangka bahwa Sandra akan benar-benar senekad itu.

“Minggir,” ujar Devina dengan datar, begitu langkahnya di halangi oleh perempuan penggoda yang sengaja berdiri di depannya. Mengapa ia menyebutnya perempuan penggoda? Karena memang seperti itulah yang Devina lihat dari dandanan Sandra saat ini. Baju ketat berwarna merah maroon dengan belahan dada rendah dan panjangnya hanya sebatas paha. Penampilan seperti itu bukannya lebih cocok untuk masuk ke sebuah tempat hiburan malam di bandingkan dengan ke lingkungan kampus?

Oke, memang tidak pantas menilai orang dari cara berpakaiannya, tapi Devina hanya risi melihat perempuan itu tampil terbuka seperti ini di tempat untuk orang-orang menimba ilmu, dan menyebalkannya wanita itu akan menghampiri Sadewa, sang dosen. Bukankah sama saja dengan mencoreng nama baik Sadewa di kampus ini. Orang-orang akan berpikir apa tentang Sadewa nanti.

“Heh bocah, sopan lo sama yang lebih tua,” katanya dengan nada angkuh, masih menghalangi jalan Devina yang sudah gatal ingin segera pergi, karena jika berlama-lama di hadapan Sandra, Devina tidak yakin untuk tidak mengatai Sandra sebagai wanita gila.

“Kalau begitu, permisi,” ucap Devina dengan suara yang masih sedatar tadi sambil menatap malas Sandra yang sepertinya memang berniat untuk berlama-lama dengannya.

“Kalau gue gak mau gimana?”

Devina menghembuskan napasnya lelah. “Sebenarnya apa sih yang lo mau?” tanya Devina yang sudah tak sabar akan apa yang perempuan di depannya itu inginkan. Please dirinya sudah di tunggu dosen saat ini, dan Devina malas jika harus mendapatkan omelan nanti.

“Yang gue mau lo jauhi Sadewa! Dia milik gue,” ujarnya tajam, namun tidak membuat Devina takut sama sekali.

“Dianya gak mau jauh-jauh dari gue, gimana dong?”

Sandra mendengus kesal, seraya mengepalkan tangannya yang tak tahan ingin segera melayangkan tamparan pada gadis di depannya. Tapi di tahannya karena masih sadar dimana dirinya berada saat ini.

“Jangan lo kira karena Dewa mencintai lo, lo bisa seenaknya miliki dia. Karena sampai kapanpun gue gak akan pernah membiarkan itu,” ucap Sandra sedikit berbisik di telinga Devina.

“Lo ngancam gue?” Devina menatap berani perempuan di hadapannya.

“Menurut lo?” dengan gaya angkuhnya Sandra melipat kedua tangannya di dada, menatap remeh Devina dari atas hingga bawah. “Lo masih ingat bukan kejadian dua hari yang lalu dimana lo nyaris tertabrak sekembalinya dari minimarket?” Devina tidak menjawab, namun wajahnya kini memerah dan tangannya pun mengepal hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.

Masih begitu jelas dalam ingatan di saat Devina malam itu selesai dari minimarket depan kompleks perumahannya, membeli pembalut dan beberapa camilan, hendak akan menyeberang dan tanpa di sadari sebuah honda jazz putih melaju kencang kearahnya. Beruntunglah Devin yang juga ikut dengannya malam itu dengan cepat menariknya hingga tabrakan itu tidak terjadi.

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang