Chapter 21 - Kegalauan Jazil

175 28 68
                                    

"Di sudut dunia manapun aku berada, bagaimanapun keadaannya, aku tetap bersyukur karena kau masih bersamaku, membelaiku, dan menguatkanku dengan kasih sayangmu, ummi abah."

--• Because I'm Santri •--

***

"Ayo masuk, Pak, Bu, Azmi!" Abah Hasyim mempersilahkan kami masuk ke ndalemnya.

Aku berjalan mengikuti abah dan ummi, lalu duduk di sofa putih bersih tanpa noda di ruang tamu ini. Sebenarnya, aku ingin sekali pergi ke kamar mandi, tapi tidak enak karena sudah terlanjur duduk disini. Mau tidak mau aku harus menahannya sampai aku keluar nanti.

"Bagaimana, Mas Azmi? Sehat?" tanya Ummi Fatimah.

"Alhamdulillah... Sehat, Ummi."

"Omong-omong, Azmi dijemput kapan dari rumah Dokter Rehan?" tanya Abah Hasyim.

"Waktu Kyai memberitahu keberadaan Azmi, saya langsung berangkat menjemput Azmi," jawab abah.

"Alhamdulillah. Tidak ada luka-luka, kan, Mas? Atau ada?" tanya Abah Hasyim lagi.

"Hanya sedikit luka tangan, tulangnya retak sedikit, Bah. Waktu itu tertindih batang pohon," jawabku seraya membuka lengan tangan kananku, menunjukkan tanganku yang terluka.

Abah Hasyim memegang tanganku seraya meneliti lebih dekat. "Jangan mengangkat barang yang berat-berat dulu supaya cepat sembuh, Mas."

"Nggih, Abah."

Alam memanggilku semakin tegas. Aku tidak akan bisa menahan lama lagi. Semoga saja mereka cepat selesai mengobrol supaya aku bisa ke kamar mandi secepatnya.

"Mas, kamu kenapa?" tanya abah ketika melihat ekspresiku yang mungkin terbilang aneh.

"Bah, Azmi ingin ke kamar mandi, ngga bisa tahan lama lagi, Bah. Jadi, Abah jangan lama-lama ngobrolnya," bisikku di telinga abah.

"Kenapa, Mas?" tanya Abah Hasyim setelah memperhatikanku berbisik pada abah.

"Katanya ingin ke kamar mandi, Kyai. Sudah tidak tahan," abah.

Oh tidak. Abah membuatku ingin menenggelamkan wajah.

"Silahkan ke belakang saja, Mas! Tidak usah sungkan-sungkan," kata Abah Hasyim.

"Tidak apa-apa, Bah. Nanti saja."

"Kasihan perutnya kalau ditahan terus, ke belakang saja tidak apa-apa."

"Nggih, Bah."

Aku beranjak menuju ke rumah bagian belakang, tepatnya menuju kamar mandi. Aku menuntaskannya disini.

Ketika akan kembali ke ruang tamu, seorang anak kecil memanggilku dari arah belakang. "Mas Azmi, tunggu!"

Aku berbalik badan, seketika seorang Gus Zahdan sudah ada di depan mataku. Dia berlari ke arahku dengan cepat.

"Jangan lari-lari, Dek Gus. Nanti jatuh, sakit deh."

Gus Zahdan memeluk kakiku dengan erat. "Mas Azmi kok pulang terus? Mas Azmi sakit lagi, ya?" tanyanya dengan wajah polos yang mendongak ke atas menatap wajahku.

Because I'm Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang