Chapter 23 - Sahabat Dan Kepercayaan

182 35 87
                                        

"Menyinggahkan masalah mungkin adalah cara Allah untuk menjadikan seseorang lebih dari dewasa."

--• Because I'm Santri •--

***

Setiba di kamar, bukan sambutan baik seperti biasanya yang aku dapat dari ketiga temanku. Melainkan ucapan-ucapan tidak mengenakkan dari mereka.

"Mi, sebenarnya apa yang ada di pikiranmu? Sama sekali aku ngga pernah berpikir sedikitpun kamu berani melakukan aksi gila ini," kata Syafiq tanpa basa-basi.

"Iya, Mi. Ente benci sama pesantren ini? Atau sama keluarga Abah Hasyim? Kenapa, Mi? Apa ente ngga punya muka sampai berani seperti ini? Ente akan menjadi sorotan seluruh penghuni pesantren, atau bahkan sampai ke dunia luar pesantren," lanjut Jazil.

"Semudah itu kalian percaya dengan ucapan semua orang? Sejak kapan kita bersama-sama? 6 tahun lalu kan? Apa sejak 6 tahun lalu kalian pernah melihatku membenci pesantren ini apalagi keluarga Abah Hasyim? Sejak kapan aku membenci? Tidak pernah!" bantahku dengan tegas.

"Tapi, Azmi, beberapa ustadz percaya bahwa kamu pelakunya. Ini benar-benar mengejutkan, Mi. Seorang Azmi yang dikenal baik-baik, ternyata punya sisi keganasan yang luar biasa. Apa maksudmu, Mi? Mau dikenal banyak orang dengan menjadi seorang pembunuh? Mau masuk TV, ya?" Azhar.

Pembunuh? Pembunuh? Menjijikkan sekali kata itu. Sama sekali aku bukan pembunuh! Ternyata ucapan temanku lebih menyakitkan dari sekian banyak orang yang membenciku, ucapku dalam hati.

"AKU BUKAN PEMBUNUH!" tegasku. "Dimana bukti atas tuduhan kalian bahwa aku pembunuh?! Dimana?! Bahkan kalian hanya menjadi jama'ah penuduhku. Kalian hanya ikut-ikut menuduhku tanpa tahu kebenarannya. Aku rasa kita pernah diajarkan untuk mencari kebenaran sebelum menyimpulkan benar dan salah. Dan satu lagi, beberapa ustadz yang menuduhku, mereka tidak pernah mengatakan bahwa aku PEMBUNUH. Lalu darimana kalian mendapat kata PEMBUNUH untukku? Setan? Hati-hati, setan itu menyesatkan!"

"Wah, ternyata kamu juga pandai membela diri, ya, Mi. Tapi hati-hati, ya, Mi. Kami ngga terima kamu mencelakai pendidik jiwa raga kami. Kemanapun kamu kabur, kami ada dimana-mana."

"Ternyata semudah itu, ya, untuk mengalihlan kepercayaan orang. Aku tidak menyangka sekarang kalian tidak percaya padaku sedikitpun karena satu masalah yang belum jelas. Banyak orang bilang sahabat itu selalu bersama dalam kebahagiaan ataupun keterpurukan. Tapi apa kabar persahabatan kita? Kalian malah langsung memusuhiku ketika sebuah masalah menimpa padaku. Sama sekali kalian tidak ada rasa percaya padaku? Dan kalian tidak mau tabayyun terlebih dahulu? Menyelidik? Begitu? Ingat satu hal! Aku akan tetap berdiri meluruskan tuduhan kalian, aku tidak akan lari dari masalah ini. Karena aku bukan pengecut!"

Sebelum mereka melanjutkan ucapannya, lebih baik aku pergi dari kamar. Daripada aku tetap disana, mentalku akan semakin tertekan, dan pada akhirnya aku mundur. Itu tidak boleh terjadi.

Aku tidak menyangka ternyata teman-temanku sama sekali tidak percaya padaku.

Sejatinya aku tidak membenci teman-temanku, mereka hanya salah paham. Dan semua yang aku katakan pada mereka tadi, itu tidak ada unsur kebencian kepada mereka. Hanya saja aku merasa sakit hati atas ucapan mereka.

Sekarang aku masih kuat mendengar hinaan orang lain untukku. Tapi aku tidak bisa membayangkan seandainya keluarga Abah Hasyim dan keluargaku juga tidak percaya padaku, itu berarti aku akan sendirian menghadapi semuanya.

Because I'm Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang