"Bersabarlah! Allah mengerti hatimu lebih dari yang kau ketahui. Dan Allah sudah merencanakan bahagiamu lebih dari rencanamu."
--• Because I'm Santri •--
***
Sayup-sayup terdengar kebisingan di sekelilingku. Rasanya aku hanya tidur 10 menit, tapi sudah harus terbangun. Saat aku membuka mata, keadaan bus ini sangat sepi, tidak ada satu orang pun di dalam bus, barang-barang bawaan juga hanya sedikit. Bahkan pintu bus pun tertutup rapat.
Tanganku refleks mengucek mata yang baru saja terbuka. "Kemana semua orang?" tanyaku pada diri sendiri. "Atau ini sudah sampai di tempat tujuan selanjutnya?" Aku menebak.
Dari jendela kaca bus, aku menatap ke luar. Sepertinya semua orang sudah turun dari kendaraan, di pelataran sebuah masjid besar. Tapi sepertinya mereka baru saja turun karena mereka terlihat masih menenteng barang bawaan di tangan masing-masing.
Aku melirik jam yang melingkar di tangan kiriku, pukul 01.00.
Kenapa berhenti jam segini? Dan kenapa tidak ada yang membangunkanku? Tanyaku dalam hati.
Aku membereskan barang-barangku dan segera keluar dari bus. Beruntung pintu bus ini tidak dikunci. Jadi, aku bisa keluar tanpa memanggil supirnya. Baru saja aku lepas kontak kaki dengan bus, Jazil dan kawan-kawannya sampai di lokasi ini dan langsung memarkirkan motor mereka di dekat jajaran bus. Aku berhenti berjalan, menunggu mereka turun dari motor agar bisa berjalan bersama nantinya.
"Baru turun, Mi?" tanya Jazil saat sudah menghampiriku.
"Iya. Ngga ada yang membangunkan aku tadi."
"Bagaimana perutnya, Mi?" Azhar ikut bertanya.
"Alhamdulillah, sudah normal," jawabku.
"Minumannya habis?" tanya Jazil lagi.
"Alhamdulillah, habis sama botolnya."
"Wih, serius? Padahal ane cuma ngomong bercanda."
"Sama, Ja. Aku juga cuma ngomong bercanda. Ha ha...." Aku terkekeh, sedangkan Jazil hanya menatapku dengan tatapan aneh. "Udahlah, ayo jalan!" Aku menarik Jazil sebelum nantinya dia menimpuk wajahku dengan apapun yang ada di hadapannya.
"Kita kenapa berhenti sekarang si, Ja?" Aku menanyakan hal yang sejak tadi ingin ku tanyakan.
"Kita capek, kan? Istirahat dulu lah disini sebentar sampai subuh."
"Oh iya, lupa aku."
"Kasihan yang belum tidur kaya kita-kita. Eh salah, ente kan udah tidur tadi."
"Kamu kira aku tidur lama? Aku berhasil tidur jam setengah satu sampai tadi. Cuma setengah jam, Ja."
"He he, ya maaf, Mi. Okelah kita harus tidur sekarang."
Kami akan beristirahat di masjid ini sampai subuh tiba. Sesuka hati masing-masing mau tidur ataupun tidak, pada intinya panitia sudah memberi watku istirahat. Tentu saja saat ini aku akan tidur supaya ada cadangan tenaga untuk melanjutkan perjalanan selama satu hari satu malam ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I'm Santri [End]
Teen FictionApa yang membuatku rapuh hari ini adalah pelajaran tentang bagaimana bisa menjadi pribadi yang kuat di hari esok. *** Muhammad Hisyam Ulul Azmi. Sebuah nama dengan berjuta harapan. Aku sama sekali bukan manusia sempurna, bukan pula manusia yang sela...