"Mungkin aku lemah. Tapi jangan kau pandang semua tangisku sebagai kelemahanku!"
--• Because I'm Santri •--
***
"Mas Azmi, Zidan keluar, ya," kata Gus Zidan.
"Mau kemana?"
"Main bola sama teman. Ngga jauh, Mas. Cuma di lapangan dekat pesantren."
"Zahdan ikut, Mas!" seru Gus Zahdan.
"Jangan! Kamu sama Mas Azmi aja, aku mainnya sama temen-temen," bantah Gus Zidan.
Kakak beradik ini sudah terlihat tanda-tanda akan bertengkar.
"Ngga mau! Zahdan mau ikut!"
"Dek, kita main disini aja ya sama Mas Azmi. Kita main bola juga disini. Masa Mas Azmi ditinggal sendirian. Nanti Mas Azmi sedih dong." Aku membujuknya.
Gus Zahdan mengangguk.
"Zidan pergi sekarang, ya, Mas."
"Pulang sebelum azan dzuhur, ya!"
"Iya, Mas. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam.
"Dek Gus mau main apa?"
"MAIN PERANG-PERANGAN," katanya dengan lantang diikuti dengan tawa.
"Ambil dulu mainannya di kamar sana!"
"Siap, Mas!" Gus Zahdan berlari menuju kamarnya untuk mengambil mainan.
Aku melihat jam tangan yang melingkar di tangan kananku. Pukul 10.30, pasti abah dan ummi sudah lama datang, dan pastinya mereka sedang membicarakanku dengan para ustadz. Sebenarnya aku ingin menemui mereka, tapi aku punya tanggungjawab sendiri untuk menjaga Gus Zidan dan Gus Zahdan.
"Ayo, Mas!"
"Ayo!"
"Mas Azmi kok matanya merah? Matanya sakit, ya?"
"Ngga kok, cuma kurang tidur mungkin. Sudah, lupakan itu! Kita main ayo!"
"Mas Azmi pakai yang ini." Gus Zahdan memberikan sebuah pedang panjang untukku, sedangkan pedang yang dipegangnya lebih panjang lagi.
"Hayoo... Nanti dek gus kalah nih..."
"Ngga dong. Zahdan menang, wlee..." Dia menjulurkan lidahnya padaku.
Bermain dengannya ternyata membuatku sedikit melupakan masalah. Dengan tingkahnya yang lucu layaknya anak kecil, aku bisa tertawa lepas.
"Mas Azmi kalah!" katanya sambil melempariku dengan bola lentur.
Aku jatuh dan memejamkan mata di lantai.
"Mas Azmi! Mas! Mas Azmi kok jatuh, kan cuma kena bola. Mas Azmi bangun!" Gus Zahdan menggoyang-goyangkan tubuhku supaya bangun. "Mas Azmi jangan gitu dong, Zahdan sendirian di rumah. Mas Azmi! Mas, bangun!"
"BAAA...!!" Aku langsung bangkit dari lantai, lalu duduk di hadapannya.
Gus Zahdan memukul bahuku dengan tangannya. "Mas Azmi jangan gitu...! Zahdan kira Mas Azmi jatuh beneran."
"Kan Mas Azmi kalah. Ceritanya Mas Azmi udah mati."
"Iiiihh!! Mas Azmi bikin takut!" Gus Zahdan terus memukul bahuku dengan tangannya.
"Iyaa, maaf. Mas Azmi janji ngga kaya gitu lagi. Udah, ya, jangan mukul dong." Aku mengangkatnya tinggi-tinggi supaya tidak lagi memukulkan tangannya padaku, setelah itu tertawa bersama. Dia memang sangat berbakat menghibur orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I'm Santri [End]
Teen FictionApa yang membuatku rapuh hari ini adalah pelajaran tentang bagaimana bisa menjadi pribadi yang kuat di hari esok. *** Muhammad Hisyam Ulul Azmi. Sebuah nama dengan berjuta harapan. Aku sama sekali bukan manusia sempurna, bukan pula manusia yang sela...