𝐎𝐎𝟗 . 𝐇𝐈𝐁𝐈𝐒𝐂𝐔𝐒

5K 770 148
                                    

˚˖𓍢ִ໋🦢˚

Beberapa waktu lalu, tim Ravenclaw meraih kemenangan spektakuler melawan tim Hufflepuff dalam pertandingan Quidditch akhir November. Suasana di asrama Ravenclaw sangat ceria, dengan teriakan kegembiraan yang menggema hingga ke sudut-sudut kastil. Tidak hanya Ravenclaw yang merayakannya; Gryffindor pun merasa senang karena kemenangan tersebut berarti mereka tidak akan tersisih dari pertandingan.

Memasuki bulan Desember, langit Hogwarts tampak cerah dan salju menyelimuti tanah dengan lembut. Di tengah suasana Natal yang semakin terasa, [Name] tidak melihat lagi kehadiran dementor di langit, seolah-olah kemarahan Dumbledore telah membuat mereka tetap berada di pos jaga mereka di jalan-jalan menuju halaman sekolah.

"Kenapa harus menunggu sampai ada korban baru Dumbledore bertindak?" [Name] berpikir, merasa kesal dengan lambatnya respons terhadap ancaman yang nyata.

Sejak perdebatan terakhir mereka di koridor, [Name] dan Draco Malfoy belum bertemu lagi. Mantel hitam yang Draco pinjamkan masih tersimpan di dalam lemari pakaian [Name], dan dia belum memiliki niat untuk mengembalikannya. Mantel itu, yang sebenarnya merupakan tanda perdebatan antara mereka, menjadi benda yang penuh makna baginya. [Name] memilih untuk menyimpannya, seolah-olah itu adalah simbol dari ketegangan yang belum selesai.

Di dalam lemari, mantel tersebut tergantung dengan rapi, memberikan kesan seakan menunggu saat yang tepat untuk dikembalikan. [Name] sering meliriknya, merasakan campuran antara rasa enggan dan ketertarikan. Walaupun mantel itu memberikan rasa nyaman yang tidak bisa dia jelaskan, dia tahu itu adalah milik Draco dan seharusnya segera dikembalikan.

Dua minggu sebelum semester berakhir, langit mendadak terang menyilaukan dan tanah berlumpur pada suatu pagi sudah berselimut salju berkilau.

Di dalam kastil, suasana Natal sudah terasa. Profesor Flitwick sudah mendekorasi ruang kelasnya dengan lampu kelap-kelip yang ternyata peri-peri betulan yang beterbangan. Anak-anak semua senang merencanakan liburan mereka.

Banyak teman-teman [Name] memutuskan untuk tinggal. Sebagian besar alasan mereka tinggal karena orang tuanya pergi berkunjung ke tempat saudara jauh mereka, kecuali Luna. Luna bilang para Nargles selalu menahannya pulang jadi ayahnya berencana mengirimnya kalung dari tutup botol Butterbeer saat malam natal.

[Name] sendiri ia punya rencana dengan Hermione untuk menggunakan perpustakaan dan menerka-nerka soal yang bisa jadi keluar saat ujian.

Betapa senangnya semua anak, tak terkecuali [Name], ketika ternyata akan ada kunjungan ke Hogsmeade lagi pada akhir pekan terakhir semester.

Beberapa kali [Name] mendapati Harry membaca buku tentang berbagai merek sapu. Ia sudah lama mendengar sapu milik Harry hancur menjadi serpihan besar dan kecil karena menabrak ke pohon Dedalu Perkasa. Gadis itu berkali-kali mengajak bicara Harry yang terlihat murung dan punya kesedihan di wajahnya. Mungkin ia masih tidak bisa mengunjungi Hogsmeade.

[Name] tetap berusaha menghibur Harry dan membuat Harry melupakan sedikit masalahnya. Walaupun Harry kadang tampak tidak tertarik atau tidak paham dengan yang [Name] bicarakan. Tetapi karena kebaikan hati Harry yang tidak mau menyakiti atau menyinggung hati [Name] ia berpura-pura seolah tertarik dan menanggapi sebisanya. Adakalanya Harry berpikir bahwa berbicara dengan orang pintar macam [Name] dan Hermione itu lebih sulit dibanding menyelesaikan soal ujian.

Pada hari kunjungan ke Hogsmeade. Sabtu pagi, [Name] duduk dibangku meja belajar kamar asramanya. Menulis surat, untuk Draco.

[Name] membaca ulang hasil tulisnya. Terbatuk kecil membersihkan sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Dia sendiri merasa sedikit aneh dengan apa yang ia tulis itu apalagi Draco yang dituju oleh suratnya.

𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐀𝐃𝐌𝐈𝐑𝐄𝐑  ; 𝘋. 𝘔𝘢𝘭𝘧𝘰𝘺 𝘹 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘦𝘳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang