𝐎𝟏𝟐 . 𝐋𝐎𝐓𝐔𝐒

4.7K 629 66
                                    

˚˖𓍢ִ໋🦢˚

Terbangun dalam ruangan gelap tanpa cahaya sedikitpun bukanlah hal yang bisa dibanggakan.

Gelap, namun cukup untuk terlihat. Mata [Name] berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan yang pekat. Meski ia tidak memiliki kemampuan untuk melihat dalam gelap, matanya masih cukup berfungsi baik dalam keadaan tanpa cahaya seperti sekarang.

Ruangan tanpa sudut, gelap dan seorang diri. Tidak tahu berada di mana dan siapa yang mengintai. [Name] waspada, menajamkan mata menatap sekelilingnya yang kosong.

Mimpi.

Gadis itu yakin kalau ia sedang bermimpi. Ia ingat jika ia tertidur di kasurnya beberapa menit lalu.

[Name] menghela napas. Seharusnya ia tak tidur tadi. Lebih baik ia membantu neneknya mengemas barang miliknya untuk menginap di The Burrow daripada memejamkan matanya.

Sesaat gadis itu merasakan adanya pergerakan dari arah belakangnya. Suasana hening yang tenang seketika berubah menjadi suram dan agak mencekam.

Samar-samar, secara perlahan, cahaya mulai menerangi sedikit ruangan di sana. Cahaya yang hampir mirip cahaya bulan yang malu untuk terbit.

[Name] membalikkan tubuhnya. Tidak lama dari itu ia mematung, menatap sosok lelaki tinggi yang berdiri dengan setelan hitamnya. Memandang [Name] dengan mata tajam dan menghipnotis.

"Lama tak jumpa, [Name]," katanya tanpa mengubah posisi sedikit pun.

[Name] diam, tak menjawab. Terlalu terkejut pada fakta bahwa ia bertemu teman lamanya yang tidak pernah ia harapkan. Ia tahu betul suara itu, bahkan jika ia tak membalikkan badannya.

"Pasti kau bertanya-tanya untuk apa aku muncul di hadapanmu. Kalau begitu ... aku punya hal bagus yang harus kau dengar," lanjutnya. Lelaki itu pikir gadis di depannya tidak sabar mendengarkan ucapannya. Padahal telah tercetak di wajah gadis itu secara jelas bahwa ia yakin tebakannya benar dari hanya bertemu wujud tak nyata lelaki di depannya.

"Apa maksudmu?" Setelah mendiamkan orang di depannya akhirnya gadis itu berbicara, walau nadanya sangat terdengar kurang ramah.

"Aku tahu kau gadis yang pintar. Kau temanku, tentu saja pintar. Kata-kataku tadi, ku yakin kau sudah langsung mengerti apa maksudku." Lagi, lelaki berambut gelap itu tidak menyelesaikan ucapannya. Mempermainkan rasa penasaran yang baru saja timbul.

"Terima kasih. Tapi aku bukan peramal," balas [Name].

Lelaki itu tersenyum tipis, nyaris sinis. "Mungkin bukan, tapi intuisi tajammu tidak bisa diabaikan begitu saja."

[Name] mengernyit, menatapnya dengan tajam. "Kalau begitu, katakan saja langsung. Apa yang sebenarnya kau inginkan?"

"Tidak sulit untuk menebaknya, bukan? Aku tahu kau merindukanku," katanya dengan penuh percaya diri.

[Name] mendengus. Lelaki di depannya ini memang tak tahu malu. Gadis itu pasti benci sekali saat mengetahui jika tebakannya penuh dengan manipulasi.

"Percaya diri sekali kau. Ingat, sekarang kau bukan lagi dirimu dengan wajah tampan. I never miss or want to meet you ever again if you are you in this time," ujar gadis berambut hijau itu dengan sengit.

Ingatannya berputar kembali pada saat mereka sering belajar bersama bertahun-tahun lalu. Jauh sebelum rasa penyesalan karena mengorbankan pengetahuan akan tebakan yang tepat sasaran itu hadir.

Lelaki di depannya maju beberapa langkah. Senyum—oh bukan, itu seringaian—terpampang di wajahnya. Dia menyeringai seakan perkataan [Name] menghiburnya, seperti hal bagus yang ia tulis di buku diary-nya.

𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐀𝐃𝐌𝐈𝐑𝐄𝐑  ; 𝘋. 𝘔𝘢𝘭𝘧𝘰𝘺 𝘹 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘦𝘳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang