[6] Alive /5/ -END-

2.5K 211 1
                                    

------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

------------

"Benarkah yang kau ucapkan itu?" tanya Wonwoo. Aku menatapnya "Tentang apa?" tanyaku balik. "Mian, bukannya aku ingin menguping tapi ponselku tertinggal di meja.. aku berniat untuk masuk diam-diam dan keluar diam-diam"

"Tapi ucapanmu membuatku ingin tinggal dan mendengarkannya, apa itu benar?" tanya Wonwoo. Aku menatap Tuan Jeon dan melepas genggaman tanganku. "Mari kita biarkan Appa Jeon beristirahat.. kau juga harus istirahat dan pulang" ajakku.

Saat aku akan mendorong kursi rodanya, Wonwoo memegang tanganku. "Ayo kita berbicara dulu" pinta Wonwoo. Aku luluh karena tatapannya itu dan menurutinya.

Kami berbincang di area ruang tamu kamar Tuan Jeon. "Mian, karena aku berbicara seenaknya saat itu" ucap Wonwoo sambil memainkan jarinya. "Aku saat itu masih kesal karena menikah akibat paksaan, dan ditambah lagi sekretaris Appa Jeon tau akan berita pernikahan itu" jelas Wonwoo.

"Ia menyimpulkan bisa jadi itu akal-akalanmu saja, dan aku tersulut.. aku tau aku tetap bersalah karena berkata seperti itu padamu". Wonwoo meraih tanganku dan menciumnya seperti dulu.

Matanya yang indah itu menatapku lekat. "Tapi sejak awal kita bertemu lagi pun aku sudah mencintaimu" lanjutnya. "Maafkan aku, mari kita lanjutkan pernikahan kita" ucap Wonwoo. Aku bisa merasakan ketulusan dari perkataan Wonwoo.

"Aku sudah memaafkanmu daridulu" jawabku. Ponselku yang kuletakkan di meja bergetar. Disana tertera kontak Dokyeom. Wonwoo juga melihatnya. "Angkat saja" ucap Wonwoo.

"Hei! Kau wanita tak tahu diri.. kau kenapa berkencan dengan kekasihku bahkan memintanya menikahimu? Kau rendahan?" teriak seorang wanita dari seberang sana. Rupanya Wonwoo mendengarnya.

Ia meminta ponselku. "Ambil saja, pacarmu sendiri yang menggoda istriku" ucap Wonwoo. Ia mematikan telfonnya dan tersenyum padaku. "Ayo pulang, besok kembali lagi menjenguk Appa Jeon" ajak Wonwoo.

Kami kembali ke mansion. Wonwoo menunggu dipinggir halaman sambil melihatku dan Appa menata kembali kebun yang berantakan. "Apa kau suka Wonwoo?" tanya Appa.

"Rasanya seperti membawa kehidupan lama, terimakasih Appa Kim" jawab Wonwoo. "Wonwoo, kalau kau masih tak mau dengan Y/N biar Appa yang menjaganya" ucap Appa sambil menggaruk tengkuknya.

"Maaf karena waktu itu Appa juga memaksamu". Wonwoo menggeleng dan tersenyum. Senyuman hangat dan manis darinya yang tak pernah ku tau bahwa aku merindukan senyuman itu.

"Aku akan menjaga dan mencintai Y/N dengan sepenuh hatiku" jawab Wonwoo. Appa menatapku dan tersenyum. Ia memelukku erat sambil mengelus rambutku perlahan. "Appa, aku juga ingin memelukmu tapi kursi rodaku tak bisa berjalan diatas tanah berumput" ucap Wonwoo.

Appa tertawa kemudian menghampiri Wonwoo. Ia memeluk Wonwoo begitu erat dan Wonwoo sepertinya juga nyaman berada dipelukan Appa. Dua orang pria yang sangat kusayangi, sisa satu orang yang juga harus merasakan kehangatan ini.

Kami menghabiskan hari berbincang ringan di kebun. Aku juga membantu Wonwoo untuk naik ke kamarnya. Ini kali pertama kami tidur bersama setelah resmi menjadi suami istri. Dan ia kembali memelukku seperti hari itu saat ia mabuk berat.

"Kau itu mungil sekali ya" ucap Wonwoo. Aku menatapnya sinis "Itukah yang perlu kau ucapkan setelah satu tahun tak bertemu dengan istrimu?" protesku.

Wonwoo menarikku dan mendekapku erat. "Maksudku kau mungil, dan sangat pas berada dipelukanku" jawab Wonwoo. Aku bisa merasakan pipiku memerah. Akhirnya agar Wonwoo tak menyadari itu, aku membenamkan wajahku didadanya.

"Kalau aku tetap seperti ini apa kau masih mencintaiku?" tanya Wonwoo. "Seperti ini bagaimana?" tanyaku balik. Ia menjauhkan tubuhnya dariku. "Ya aku yang harus tertahan dikursi roda, dan wajahku yang penuh goresan ini" jawab Wonwoo sambil menunjukkan luka dipipinya.

Aku memegang luka itu "Selama itu kau, aku akan tetap mencintaimu" ucapku. Wonwoo tersenyum dan memelukku lagi. "Aku juga, selama itu kau aku akan terus mencintaimu" jawabnya dengan riang.

"Segera tidur, besok kita harus menemani Appa Jeon lebih lama" ucap Wonwoo. Aku mengangguk dan mulai memejamkan mataku. Tangan Wonwoo terus mengelus rambutku perlahan dan lembut.

Aku tertidur dalam pelukan Wonwoo. Perlahan aku mengerjapkan mataku karena sinar matahari yang masuk. Wonwoo masih tetap di sebelahku, namun ia sudah memakai baju kemeja rapi.

"Kau pagi-pagi sudah rapi sekali mau kemana?" tanyaku sambil masih menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang masuk. "Ayo, bersiaplah kita harus menghadiri sidang perceraian kita".

Mataku menatap Wonwoo sinis. "Huh? Kau kemarin mengucapkan kata-kata manis dan sekarang tetap ingin menceraikan aku? Aku semudah itu kau buat mainan?" protesku. Aku sudah bersiap untuk pergi dari ranjang Wonwoo.

Tapi ia meraih tanganku "Dengarkan dulu aku belum selesai" ucap Wonwoo. "Kita mulai semuanya dari awal, pernikahan tanpa paksaan dengan acara yang benar.. aku ingin pernikahanku dihadiri banyak orang agar semuanya tau bahwa kau milikku" jelas Wonwoo.

Ia meraih sebuah kotak dinakas dekatnya. Kotak itu berisi cincin pernikahan yang indah. "So, Will you marry me again?" tanya Wonwoo sambil tersenyum. Aku tak berpikir panjang dan mengangguk kemudian memeluk Wonwoo erat.

"Terimakasih karena kau kembali lagi dan membuatku hidup seperti dulu" ucap Wonwoo. "Kau selalu menjadi alasan bagiku untuk tetap berjuang selama ini" lanjutnya.

4 years later

"Begitulah bagaimana Appa menikahi Eomma mu" ucap Wonwoo. "Benarkah? Appa dulu jahat sekali pada Eomma" protes Ara sambil memelukku. Aku tersenyum melihat anak gadisku memarahi Appanya.

"Tapi Appa kan sudah minta maaf pada Eomma, apa Ara tak mau memaafkan Appa?" tanya Wonwoo. "Nah itu benar sekali, Appa dan Eomma sudah berbaikan" bela Daehyun anak laki-laki ku.

Ara yang tadi memelukku erat kini menatap Wonwoo sinis. "Ada apa ini pagi-pagi?" tanya seorang pria paruh baya. Aku menoleh dan menemukan Appa Jeon berdiri di ambang pintu ruang makan.

Tentu saja melihat Kakeknya, Ara dan Daehyun berlari berebutan untuk dipeluk. "Appa jahat, aku tak mau berbicara dengan Appa sampai selesai sarapan" protes Ara.

Wonwoo hanya tersenyum melihat itu. Ia menghampiriku dan membantuku menyiapkan sarapan. "Anak gadis kita mirip sepertimu, pemarah" ejek Wonwoo. "Bukankah kau yang pemarah, Appa Wonwoo?" godaku sambil menjulurkan lidah.

Appa Jeon membantu menjaga Ara dan Daehyun selama aku dan Wonwoo menyiapkan sarapan. Tepat 2 bulan sebelum kami menikah, Appa Jeon bangun dari komanya. Ia senang melihatku kembali dan Wonwoo sudah bisa berjalan.

Kehidupan mansion yang hangat perlahan kembali lagi. Dan kini kehangatan itu bertambah semenjak adanya Ara dan Daehyun. Appa Kim dan Bibi Han juga sepertinya memiliki hubungan tertentu. Aku tidak mempermasalahkan itu.

"Sudah selesai, panggil saja Appa Kim dan Appa Jeon" ucapku pada Wonwoo. Ia mengangguk "Ne, sebentar Eomma Ara" jawab Wonwoo. Mereka kembali dengan Ara digendongan Appa Jeon dan Daehyun bersama Appa Kim juga Bibi Han.

Aku ingin terus menjaga kehangatan di mansion ini untuk waktu yang lama. Karena mereka lah yang membuatku menjalani hidupku dengan semangat dan menyenangkan.

--------

Long Short Story SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang