Sequel of Mafia Junhui. Bisa dibaca di [M] Seventeen Sweetness pertama ya!
--------------Tanganku terasa perih karena terikat sedari tadi. Mereka mengikatku dengan tali rami yang kasar dan menyayat kulitku setiap aku bergerak. Mataku pun ditutup, yang hanya bisa kulakukan adalah berharap aku keluar dari kursi ini.
"Dia ada didalam bos" ucap seseorang. Aku bisa mendengar pintu terbuka dan tak lama suara sesuatu yang jatuh dengan keras. "Sudah kubilang, jangan menyiksanya!" hardiknya.
Perlahan suara kaki mendekat kearahku. Penutup mataku terbuka dan memperlihatkan Jun. Matanya menatapku khawatir. "Jangan bergerak, aku lepas ikatanmu.. tanganmu bisa berdarah jika kau bergerak" ucapnya.
Jun melepas ikatan tangan dan kakiku. Ia memegang tanganku dan menatap pergelanganku yang terluka. "Mian.. aku hanya menyuruh mereka untuk mengamankanmu dengan baik, bukan mengikatmu".
Ia meraih tubuhku dan menggendongku. Aku masih bergetar ketakutan meski sudah sebulan dirumahnya. Karena tatapannya yang dingin dan sikapnya yang kadang semena-mena. Tapi selama sebulan itu juga ia tak menyiksaku, ia menjagaku dengan baik.
Wen Junhui yang terkenal tak punya hati, terkadang malah memarahi bawahannya jika memperlakukanku seenaknya. "Harus kugendong.. Pergelanganmu sakit, aku tak bisa memegangmu" ucapnya.
Rahangnya yang tegas terlihat begitu jelas. Ia tampan dan sebenarnya baik. Hanya temperamennya sangat buruk, dan ia selalu semena-mena karena merasa paling ditakuti.
Jun meletakkanku dikasurnya. Ia langsung membersihkan lukaku dan memberinya obat. "Aku bisa melakukannya sendiri" ucapku. "Tak bisa! Kau terluka!" bentaknya.
Tangannya mencengkram lenganku kuat agar aku tak pergi. Setelah selesai mengobati lukaku ia berdiri dan duduk disofa kamarnya. Aku melihat jas hitamnya ada beberapa bercak darah.
Ia mengerti apa yang sedang kulihat dan langsung melepas jasnya menyisakan kemeja putihnya. "Aku terburu-buru menghampirimu" jelasnya.
Beberapa hari setelah menculikku, Jun berkata bahwa ia ingin aku berada dirumah ini bersamanya. Dan ia akan melakukan apa saja agar aku mau.
Aku memintanya untuk tak lagi mengusik Seungkwan, dan memberinya pengobatan jika Seungkwan terluka. Selain itu aku juga berkata aku tak suka jika ia bertemu denganku dan bajunya ada bercak darah.
"Tak masalah.." jawabku lirih. Ia menyandarkan tubuhnya disofa dan memejamkan matanya. Baru kali ini ia terlihat lelah dan sedih seperti itu.
Setiap hari raut wajahnya dingin dan hampir tak menunjukkan ekspresi apapun. Ia juga pertama kalinya menatapku dengan khawatir seperti itu.
"Wen Junhui?" panggilku. Ia tetap memejamkan matanya "Kenapa? bicara saja" jawabnya dengan nada yang datar. Apa seharusnya aku tak bertanya? Bukan urusanku juga jika ia sedih.
"Bolehkah aku kekamarku?" tanyaku. Ia menatapku "Terserah, tapi jangan berpikiran untuk kabur.. aku tak akan memaafkanmu atau kekasihmu itu jika kau kabur" jawabnya.
Lagi-lagi matanya menatapku tajam dan dingin. Aku keluar dari kamarnya dan langsung diikuti oleh bawahannya hingga kamarku. Aku rindu Seungkwan, aku ingin keluar.
Tapi aku tak ingin Seungkwan menjadi korban lagi. Aku tak ingin melihat Seungkwan tersiksa. Setelah menjatuhkan tubuhku dikasur, mataku terpejam.
Baru saja tubuhku tenang, ada yang menggedor pintu kamar cukup keras. "Ya! Y/N.. Bos memanggilmu" teriaknya dari balik pintu. Aku membuka pintu kamarku dan mengikutinya menuju kamar Jun.
"Ada apa?" tanyaku. Jun melemparkan beberapa box sepatu dan dress ke kasurnya. "Pakai, ikut aku makan malam" ucapnya singkat.
Aku mengikuti ucapannya, mungkin makan malam ini adalah kesempatanku untuk kabur. Dress yang Jun berikan tak terlalu terbuka. Ia juga membeli heels yang tak terlalu tinggi.
Melihatku yang keluar dari kamar, Jun mengulurkan tangannya. "Aku ingin mengajakmu makan enak" ucapnya. Aku mengangguk dan menerima uluran tangan Jun.
Ia mengajakku ke sebuah restoran mewah dan tergolong sepi. Jun juga menyuruhku memesan apapun yang aku mau. "Kau mau wine?" tawarnya.
"Apa saja boleh" jawabku seadanya. Selama makan malam kami hanya berdiam. Hanya ada suara dari pengunjung lain atau suara sendok dan garpu kami.
Wine yang dipesan oleh Jun sudah datang. Tapi pelayan yang menuangkan tak sengaja menyenggol gelas air putih dan membasahi Jun.
"Maafkan saya.." ucap pelayan itu sambil berlutut. "Berdiri" perintah Jun dingin. Aku memegang tangannya dan memberinya kode untuk tidak melakukan apapun "Jun..".
Pelayan tadi mengikuti perintah Jun dan berdiri. "Lanjut tuangkan wine nya ke gelas" ucap Jun. Ia melanjutkan makannya tanpa berkomentar apapun pada pelayan itu.
"Lalu jangan meminta maaf seperti itu padaku, aku bukan seseorang yang pantas menerima permintaan maaf hingga berlutut.." imbuh Jun setelah sang pelayan selesai menuangkan wine. Pelayan itu mengangguk dan membungkuk sebelum pergi.
"Ku kira kau akan memarahinya" ucapku. Jun menatapku "Untuk apa.. dia juga tak sengaja" jawabnya. Biasanya Jun akan memarahi seseorang baik dia melakukan kesalahan disengaja maupun tidak.
Tapi bukannya sebuah hal yang baik jika Jun berubah?. "Setelah ini kau mau kemana?" tanya Jun. Aku menatapnya heran "Aku? Aku kan hanya mengikutimu".
"Ya sudah" ucapnya. Kami kembali terdiam dan menikmati makanan kami. Saat di mobil, Jun memerintahkan supirnya ke 'tempat biasa'. Kalau bukan markas lainnya pasti rumah teman mafianya.
Tapi dugaanku salah. Kami berhenti disebuah tanah kosong yang cukup tinggi. Jika duduk dibenchnya, pemandangan kota akan terlihat sangat jelas.
"Woah, cantiknya" ucapku tanpa sadar. "Kau suka?" tanya Jun. Aku mengangguk lalu duduk dibench. Sudah hampir 4 bulan aku tak bisa melihat pemandangan seindah ini.
"Aku selalu kesini untuk menenangkan pikiran" jelas Jun. Aku menatapnya. Matanya tak terlepas dari gemerlap lampu kota. "Tapi sejak satu bulan kau dirumah, aku tak pernah kesini" lanjutnya.
"Y/N-ah"
-----------
Maaf nih fotonya ga nyambung ama ceritanya, tapi paduka ganteng banget asli😂😭
Note: Buruan nonton GoSe!✨💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Short Story Seventeen
FanficImagine story a.k.a halu🌼 Bring your own imagination!