--------------
Recommended Song: Dokyeom - The Road✨
------------Kakakmu saja bisa, lalu kenapa kau tidak?. Kata-kata itu sepertinya melekat padaku bahkan sejak aku masih kecil. Seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa meski ada saat dimana aku lelah mendengarkannya.
Kakak tiriku, Jeon Wonwoo adalah sosok yang pintar sejak kecil. Bukan sebuah masalah baginya untuk menyelesaikan beberapa soal hitungan di umurnya yang masih muda.
"Kakakmu saja bisa menyelesaikan ini di umur yang sama denganmu, kenapa kau tidak bisa?" tanya Eomma. Aku membuang pandanganku dari soal-soal didepanku.
Aku tidak suka pelajaran akademik seperti ini, aku lebih suka menggambar. "Oke, Eomma tinggal cepat selesaikan saat Eomma sudah kembali" ucapan itu sudah biasa.
Bukannya aku tak bisa, aku hanya tak suka. "Ya! Lee Dokyeom!" bentak Eomma. Ia memijat dahinya "Kau mau jadi apa kalau hanya mengandalkan gambaran tak jelasmu itu!" lanjutnya.
"Eomma.." panggil Wonwoo. "Biarkan Dokyeom memilih yang dia suka.. aku akan belajar seperti yang Eomma mau" lanjutnya. Aku menatap Wonwoo, ia memberikanku senyuman tulus.
Tangannya merogoh tasnya dan memberikan beberapa lembar kertas pada Eomma. "Semuanya nilai sempurna?!" pekik Eomma. Wonwoo mengangguk, ia mengulurkan tangannya padaku.
"Ayo, Hyung belikan eskrim" ajaknya. Wonwoo berbeda 6 tahun denganku. Ia kini berada di bangku SMA sedangkan aku masih SD. Wonwoo adalah anak dari Eomma dan Ayah tiriku. Setelah mereka bercerai, Eomma menikah lagi dan memiliki aku.
Sejak ucapan Wonwoo hari itu, Eomma tak lagi peduli denganku. Tapi ucapan bahwa aku berbeda jauh dengan Wonwoo selalu ada. Bahkan ketika kami berdua berjalan di area apartemen, tetangga pun selalu mengatakan hal yang sama.
Di sebuah hari di musim panas, aku mendapat nilai dari ujianku. Semuanya pas-pasan kecuali pelajaran seni yang mendapat nilai A+. "Lee Dokyeom" panggil Eomma.
Aku menuruni tangga dan duduk didepan Eomma. "Apa yang akan kau lakukan dengan nilaimu ini?" tanyanya dengan nada tinggi. "Kau tidak lihat? Hyungmu saja bisa ikut banyak olimpiade saat seumuran denganmu".
"Lalu kenapa kau hanya menggambar terus! Apa yang akan kau dapatkan dari menggambar itu?!" bentak Eomma. Aku memainkan jariku dan menunduk.
"Hyungmu tidak pernah membuat Eomma kesal sepertimu.. Eomma malu punya anak sepertimu, kenapa dulu Eomma memutuskan untuk memilikimu". Itulah titik dimana aku lelah dibandingkan.
Aku pun tak bisa marah pada Wonwoo. Ia tak bersalah, ia hanya menjalani kehidupan sesuai perintah Eomma. "Eomma, ini nilaiku.. lepaskan saja Dokyeom" ucap Wonwoo.
Melihatku yang sudah berkaca-kaca, Wonwoo menggendongku keluar rumah. "Apa Eomma memarahimu lagi?" tanyanya. Aku mengangguk dan diam.
"Bahkan jika dilihat seperti itu pun, terlihat jelas bahwa mereka bukan saudara kandung" bisik beberapa orang. Wonwoo menurunkanku lalu menggandengku erat. "Hyung, apa hyung tidak lelah?" tanyaku.
Wonwoo menatapku dan menggeleng. "Lelah bagaimana?" tanyanya balik. "Ya hyung harus memenuhi keinginan Eomma" jawabku. Ia berjongkok didepanku "Itu biar urusanku, kau hanya perlu hidup tenang dan bahagia ya" ucapnya.
Namun sejak kejadian itu, Eomma kembali menuntutku. Ia menyuruhku untuk belajar setiap saat. Dan memaksaku masuk ke sekolah internasional guna mempermudah jalanku ke dunia perkuliahan.
1 bulan sebelum kelulusan tingkat SMP dan penerimaan siswa baru, aku harus belajar 2 kategori sekaligus. Untuk ujian kelulusan dan untuk ujian masuk SMA Internasional. Sehari pun Eomma tidak pernah meninggalkanku.
Dan dihari pengumuman aku gagal. "Kenapa kau tak pernah bisa melakukannya dengan benar sekali saja?" tanya Eomma. "Kau bahkan tak pernah melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh".
"Eomma melakukan ini semua untuk kehidupanmu dimasa depan, bagaimana bisa teman-temanmu masuk ke SMA itu sedangkan kau tidak" imbuhnya.
Akhirnya aku masuk ke SMA Seni seperti Wonwoo. Dengan mengambil jurusan yang sama. Tentu saja hal itu membuatku semakin dibandingkan dengan Wonwoo.
"Eomma menurutimu untuk masuk ke SMA Seni, tapi nilaimu tak lebih bagus dari kakakmu? Kau mau apa sebenarnya?" bentak Eomma. "Aku belajar dan sudah berusaha sebisaku, jadi tolong hargai apapun itu hasilnya" ucapku.
PLAKK!
Sebuah tamparan melayang ke pipiku. Mata Eomma terlihat berapi-api. "Berusaha katamu? Lihat hasilmu!" bentaknya. "Kau harus selalu belajar meski diakhir pekan" lanjut Eomma sebelum meninggalkan kamarku.
Nilai-nilai yang ada dihadapanku juga tak tergolong jelek. Rata-rata mendapat nilai B+, dan A di mata pelajaran melukis dan menggambar. Tapi tentu saja, Wonwoo selalu mendapat nilai A di semua mata pelajaran.
Eomma sering mempertanyakan usahaku. Apa aku benar-benar berusaha untuk menjadi yang terbaik. Apa aku benar-benar mencoba untuk menjadi yang seperti Eomma mau.
Terkadang aku merasa terlalu lelah dan hanya ingin tidur. Tak ada satu pun tempatku untuk bercerita. Tapi aku juga tak ingin terlihat lemah dihadapan orang lain.
Karena aku hanya akan mendapatkan iba dan kasihan. Bukan simpati yang berasal dari hati. Bukan rasa ingin menemani namun hanya penasaran. Akhirnya aku selalu terlihat ceria di depan banyak orang.
Berusaha tersenyum didepan banyak orang meski hatiku sakit. Awalnya memang terasa melelahkan. Tapi aku kembali menemukan semangatku untuk hidup.
Aku pernah membaca di sebuah artikel, bahwa perkataan jahat dari orang luar itu tak terlalu menyakitkan. Namun gunjingan dan cemoohan dari orang rumah lebih terasa begitu menyakitkan, apalagi Eomma ku sendiri.
Jika Eomma terlalu marah, dan membentakku. Aku ingin sekali menjawab bahwa aku pun tak pernah mau berada disini. Aku tak pernah meminta untuk ada.
Berulang kali aku mencoba mencari alasan hadirku disini, dan aku tak menemukannya. Tapi semua berubah saat beberapa hari setelah masuk SMA, aku bertemu dengan gadis cantik.
Gadis yang memiliki rambut cokelat tua dengan mata yang indah. Ia hadir dihidupku begitu saja dan membuatku mengerti alasanku berada disini. Sifatnya yang baik membuatku percaya bahwa akan ada yang peduli tentangku.
Choi Y/N, ia gadis baik yang selalu mengerti perasaan orang lain. Aku berharap ia juga akan mengerti perasaanku, yang ku alami meski bukan saat ini aku bercerita.
Aku mempercepat langkahku menuju apartemen Y/N. Dari jauh aku melihat seorang gadis memakai dress putih tengah menatap ponselnya. Rambut cokelatnya ia biarkan tergerai bebas.
"Y/N-ah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Short Story Seventeen
FanfictionImagine story a.k.a halu🌼 Bring your own imagination!