Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
----------------
Ia berpegangan pada tembok dan memejamkan matanya rapat. Aku berlari kearahnya dan memegang lengannya untuk membantunya berdiri. "Duduk dulu" ucapku.
Nafasnya terlihat berat dan keringat dingin mengucur dari seluruh tubuhnya. "Kau masih sakit?" tanyaku. Seungcheol mengangguk "Iya, tapi tidak mungkin aku melepas pertandingan final" ucapnya.
Aku memberinya roti yang kubawa dari rumah. "Makanlah ini dulu" kataku. Aku duduk didepan Seungcheol, menunggunya memakan roti sambil terus menyeka keringatnya.
"Seharusnya semalam kau istirahat penuh dan minum vitamin sebelum tidur.. lalu paginya makanlah manis-manis" jelasku. Seungcheol menatapku lekat lalu menghentikan tanganku yang mengelap dahinya.
"Kau cantik" ucap Seungcheol. "Kau kenapa tak membalas pesanku? Apa ada sesuatu?" lanjutnya. Hatiku tak lagi berdebar, yang kurasakan hanyalah sakit. Bisa-bisanya ia berpura-pura tidak menyakiti hatiku seperti ini.
Aku hanya tersenyum dan memberinya sebotol vitamin yang kubawa. "Minumlah, quarter 2 sudah akan selesai" ucapku. Seungcheol mengangguk dan menenggak habis vitamin itu.
Kini tubuhnya berkeringat lagi, namun bukan keringat dingin seperti tadi. Yang berarti ia sudah pulih. "Aku kembali ke podium.. sebelum main dan saat break time minumlah ini" kataku sambil memberinya botol minuman ion.
Tangannya meraih pergelangan tanganku. "Kau belum menjawabku, apa terjadi sesuatu padamu?" tanya Seungcheol. "Kau bahkan menitipkan roti pada Wonwoo saat bertemu dengannya di snackbar".
Ah jadi Wonwoo tidak berkata bahwa aku mendengar percakapannya. Baguslah, aku bisa pergi tanpa memberinya alasan yang jelas.
"Aku sibuk mengurus artikel baru, jadi tak sempat lihat ponselku.. dan juga hari itu aku memasang artikel tentang kalian" jelasku. Ia masih menatapku lekat dan tak melepaskan tangannya.
"Kalau segitu sibuknya, jangan lupa istirahat.. tapi kalau kau menyibukkan diri karena aku berbuat kesalahan, aku minta maaf" ucap Seungcheol. Tatapan matanya selalu membuatku luluh dan jatuh lebih dalam padanya.
Itu tidak adil karena sekarang hanya aku yang mencintainya. Baginya aku hanyalah objek taruhan yang tak lebih berharga dari sebuah game konsol. Lalu jika aku mengikuti hatiku aku harus siap menerima jika suatu saat ia jujur padaku.
"Kau tak melakukan kesalahan.. cepat kembali ke lapangan, mereka butuh kaptennya" perintahku. "Kalau kau ada waktu, seusai pertandingan ku tunggu di tempat parkir" ucap Seungcheol.
Aku hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Seungcheol. Di layar tertera skor yang berbeda 8 poin dengan SMA lawan lebih unggul. Seungcheol sudah kembali ke bench dan berbincang dengan coachnya.