"Untuk buka puasa."
Hasbi mengusik Naya, yang baru 10 menit tak sengaja terlelap di ruang tunggu. Tubuhnya kelelahan. Penjenguk tak kunjung berhenti. Datang silih berganti sejak Mak masuk rumah sakit. Hasbi mengulurkan serantang makanan berisi nasi, lauk cah ayam jagung muda, untuk berbuka puasa ke tangan perempuan itu.
"Terimakasih, A'. Terimakasih Yumna."
Yumna—adik Hasbi— duduk bersimpuh mensejajari Naya, bersandar di dinding. Hasbi menempatkan diri di seberang Naya.
"Mak gimana?"
Naya makin lesu menjawab. "Masih belum ada perkembangan."
Yumna memeluk Naya. Meski mereka jarang bertemu, tetapi sebagai tetangga merangkap adik Hasbi yang selalu mendengar nama Naya terucap di setiap curhatan Hasbi selama ini, ia tahu betul Naya menanggung beban yang tak sedikit.
"Terimakasih, Yumna. Kamu baik banget," senyum Naya.
"Sama-sama, Teh. Teh Naya yang kuat ya? InsyaAllah Teh Naya nggak sendiri jagain Mak. Ada Arini, ada saya, tetangga-tetangga, dan ... Aa'," ucap Yumna sembari melirik pria yang sedang menunduk di seberang.
Hasbi adalah satu-satunya pria yang menawarkan diri mau menjagakan Mak selagi Naya ingin pulang. Sekadar menengok Uma, atau bergantian dengan Arini. Naya mungkin sedang bodoh, atau kalut, atau bisa jadi juga karena Laksa lah pria pertama yang mengetuk pintu hati Naya, sehingga perhatian Hasbi nampak samar di matanya.
Berbeda dengan manusia lain yang sedang melihat semangat Hasbi berkobar lagi semenjak Naya hadir. Yaitu Arini dan Yumna. Mereka tak pelak akan mendukung keduanya bersatu, jika jalannya dimudahkan oleh yang di Atas.
Orang tua Hasbi juga sudah pasrah pada sang Pengatur Jodoh. Membiarkan Hasbi mencari sendiri sosok perempuan yang ia ingin jadikan istri. Tak lagi mengutak-atik privasi Hasbi. Percuma saja menjodohkan jika anaknya sendiri tak mau.
"I-iya. Makasih A'."
"Nay, mumpung ada Yumna, boleh Aa' bicara? Mungkin waktunya nggak pas. Tapi Aa' nggak mau memundurnya lebih lama lagi. Aa' nggak mau mengulang kesalahan Aa' yang dulu untuk kedua kalinya."
Naya memandang Yumna penuh tanya. Dahinya mengernyit maksimal. Yumna meyakinkan Naya dengan rangkulan erat di bahu. Penuh ragu, Naya mengangguk.
"Tolong jangan kaget ya?"
Diperingatkan seperti itu justru denyutan di dada Naya makin meningkat.
"Sejak kecil kita selalu main bareng. Sejak kecil Aa' merasa hanya Naya yang mengenal baik Aa'. Dan perasaan itu makin berkembang seiring kita juga tumbuh dewasa, Nay. Aa' sudah mau melamar kamu waktu itu, tapi terhalang skripsi Aa' yang belum selesai. Begitu Aa' kembali, kamu sudah ... " Hasbi tertawa getir, tak melanjutkan sisa kalimat. Hati Naya ketar-ketir mulai mengerti kemana arah pembicaraan Hasbi, yang menatapnya intens.
"Dan sekarang, Aa' nggak mau kehilangan kamu lagi, Nay. Kalau boleh, Aa' mau melamar Naya ... boleh?"
Naya menatap Yumna. Kebingungan. Di tengah pikiran Naya yang penuh akan kesehatan Mak, mengapa Hasbi harus menambah isi pikiran Naya dengan lamaran ini?
Penuh perhitungan, Naya menjawab pelan.
"Bisa tunggu sampai Mak sembuh, A'? Jujur, Naya sama sekali belum bisa memikirkan yang lain selain Mak."
--------
Sebuah fakta jika pikiran Naya penuh sesak akan harapan agar Mak sembuh. Terbukti dari satu janji yang Naya setujui sesaat sebelum bus berangkat pun, ia belum merealisasikannya hingga sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pungguk Memeluk Bulan (FULL)
Spiritual[Juara Utama 1 Lomba Menulis KBM APP Ramadhan 2021] #1 generalfiction #1 baper #1 bucin #1 spiritual #1 Islam #2 chicklit #22 roman Naya, Kusuma, dan Ibrahim, adalah tiga sosok manusia yang hidup di rumah kontrakan dengan atap bocor. Di sisi lain ke...