"Ibuk marah sama Aim, gara-gara Aim minta uang dalam amplop sama oleh-oleh makan. Ibuk juga marah sama Tuan karena Tuan turuti apa yang Aim minta. Maafkan Aim ya, Tuan?"
Hati Laksa bagai tersengat listrik tak kasat mata. Anak 10 tahun meminta maaf atas kesalahan yang sama sekali bukan darinya. Kepolosan Aim justru membuat Laksa segera memeluk anak ini, usai shalat tarawih selesai.
Pun semarah-marahnya Naya pada Laksa, harapan yang sempat runtuh beberapa jam lalu, kembali bangkit meski tak sebanyak sebelumnya. Sikap Naya masih semanis dulu. Ia membawakan tumis jamur tiram, spaghetti bolognese kesukaan Laksa, dan lauk ayam bacem, yang pasti tak ada pedas-pedasnya.
Hati Laksa berdesir. Ini kali pertama Laksa mencicipi spaghetti buatan Naya, yang tak kalah rasa dari spaghetti restoran favoritnya. Setahu Laksa, Arini dan Mak pasti juga tidak pernah makan menu klasik Italia ini.
Tak ada yang bisa membayangkan sebahagia apa Laksa. Kris saja yang sedang tak merasakan jatuh cinta, bisa merasakan aura secerah terik matahari menguar dari pria di sampingnya ini tadi.
"Bukan salah Aim. Saya justru senang bisa memberi apa yang Aim, Uma dan Ibuk Aim suka."
Aim mengendurkan pelukannya. Ia menatap Laksa dengan tatapan tak berdosa.
"Jadi Tuan nggak marah? Kata Ibuk, Aim harus minta maaf. Meminta Tuan memberi hadiah seperti yang Bapak sering beri, bisa menyakiti hati Tuan."
Tak terbersit secuilpun penyesalan atau sakit di hati Laksa, melakukan apa yang sering Ustadz Ndaru lakukan pada keluarganya. Ia hanya terharu. Aim memilihnya untuk menggantikan kegiatan almarhum sang bapak yang telah tiada. Meski sifat dan sikap seseorang tak akan sama dan tergantikan. Setidaknya, Aim dan Uma telah merasa nyaman dengan keberadaan Laksa. Semoga saja, Naya juga merasakannya.
"Wah. Pak Laksa suka spaghetti ya?"
Laksa hanya tersenyum.
"Di rantang saya tidak ada spaghettinya. Naya tahu saya tidak terlalu suka menu dari mie. Dan dia juga tahu betul, apa yang majikannya sukai. Naya memang hebat."
Laksa hanya tersenyum simpul membalas ucapan Hasbi. Ia tak ingin lagi mengibarkan bendera perang. Cukuplah Naya-nya yang hebat-menurut Hasbi- Laksa pikir akan bisa memutuskan yang terbaik untuk semua. Sebijak Naya memberi kedua lelaki ini makanan.
-------
Malam ini, adalah malam pertama Laksa melakukan i'tikaf. Bermalam di masjid. Mengulang kembali hafalan juz 30-nya. Benar kalimat seseorang, jika niat telah bulat maka segalanya akan terasa lancar.
Pun Aim juga memutuskan untuk mengikuti Laksa bermalam di masjid pesantren milik Hasbi. Restu ia kantongi saat setelah Maghrib, Aim sempat pulang untuk meminta izin. Naya tak lagi ragu menitipkan Aim pada Laksa. Dua hari saja, Aim mengaku bahagia diperlakukan layaknya anak. Apalagi, ini hanya semalam.
Sedewasa-dewasanya, sesabar-sabarnya, dan sehebat-hebatnya Aim dalam ketaatan pada agama, ia tetaplah anak usia 10 tahun yang tak bisa menahan kantuk terlalu lama begadang. Aim tertidur di atas selembar sajadah di samping Laksa.
Pun Kris dengan masih memangku Al-Qur'an, mulai jatuh ke alam bawah sadar sembari bersandar di dinding masjid. Santri lain masih banyak yang terjaga. Mereka memanfaatkan waktu sebaik mungkin, karena malam seribu bulan tak akan terulang selain di bulan Ramadhan.
Pukul 2 malam, angin dingin menerpa tubuh besar Laksa. Ia merapatkan jaketnya. Pun sajadah yang Laksa bawa telah menutup badan Aim yang mulai meringkuk. Laksa membenarkan selimut sajadah Aim.
Selain mengadu pada sang Pembolak-balik Hati, Laksa menulis sepucuk curahan hatinya di sebuah kertas. Jika ia harus kembali ke Gunung Jati, setidaknya Laksa telah meninggalkan isi hatinya di Ciamis. Tepat di tangan Nayarra Humaira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pungguk Memeluk Bulan (FULL)
Spiritual[Juara Utama 1 Lomba Menulis KBM APP Ramadhan 2021] #1 generalfiction #1 baper #1 bucin #1 spiritual #1 Islam #2 chicklit #22 roman Naya, Kusuma, dan Ibrahim, adalah tiga sosok manusia yang hidup di rumah kontrakan dengan atap bocor. Di sisi lain ke...