Follow Mak dokter dulu ya sebelum baca. Klik ShiningHaha makasihh banyakk cantikkk ...
Selamat membaca.
Awas baper.-----------
Wanita berusia 30 tahun itu mengetuk pintu triplek yang ujung bawahnya geripis dikerat oleh tikus. Tepat di pojok kanan bawah pintu kontrakan seharga 300 ribu per bulan itu, terdapat lubang sebesar badan tikus, tempat keluar masuk si pengerat, yang ia tambal dengan kardus sementara.
Baju wanita ini tidak ada yang lusuh. Semua rapi dan bersih. Naya membenarkan jilbab instan biru langitnya. Meregangkan bibirnya agar senyum tercipta sempurna di depan dua bocah kecil pembuka pintu.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Hore ... Ibuk pulang!" seru dua bocah begitu jelas terdengar dari balik pintu.
Bunyi derit mengalun seiring gerakan pintu yang mulai seret dibuka. Sosok cantik dan tampan muncul dengan wajah berbinar. Sepintas saja menyambut senyum Naya, lantas tatapan mereka beralih pada plastik kresek hitam di tangan kanan Naya.
Aim menerima kilat apa yang sang ibu sodorkan. Membawanya ke meja lipat kayu yang sebenarnya berfungsi sebagai meja belajar anak. Mereka tidak punya meja makan. Meja lipat itu adalah meja serba guna terbaik yang pernah mereka miliki. Bisa ditekuk dan diselipkan di belakang pintu jika tak terpakai.
"Bang. Ini mangkuknya."
Uma mengangsurkan tiga mangkuk plastik ukuran sedang, setelah sempat mengidentifikasi tekstur makanan dengan tangan telanjangnya dari luar plastik kresek.
"Ibuk. Ini Indomie goreng ya?"
Mata Uma membola. Ia tak tahan untuk tak berkomentar begitu hidangan yang terasa masih hangat dituang. Bawaan ibunya malam ini berbeda dari yang sering Uma dapati.
"Bukan, Sayang. Ini namanya Spaghetti. Spa ... ghe ... tti ... bo ... log ... nese."
"Spaghetti Bolong ya, Buk?"
"Bolognais, Uma. Gimana sih? Makanya, kalo Abang putar radio Mr. John, kamu jangan main-main terus sama Nenes."
Uma mengerucutkan bibir yang disambut pelukan oleh Naya. Naya tak bisa menyalahkan Aim untuk tak mengingatkan Uma. Pasalnya, Aim terlalu terbiasa. Selama hampir 10 jam, Aim lah yang menjaga Uma kala Naya mencari nafkah. Pun mengajak gadis kecil itu mendengarkan radio sebagai hiburan dan mengganti keramaian kala sosok Naya sedang tak ada.
Secepat kilat Naya membagi rata sesuai porsi.
Aim paling banyak. Tubuh Aim besar dan dia aktif sekali. Setiap hari makin semangat menghafal ayat yang ditugaskan dari ekstrakulikuler tahfidz dari SD-nya.
Uma di urutan kedua. Meski badan gadis usia 7 tahun itu kecil, porsi makannya juga tak disangka-sangka. Lauk separuh piring besar mampu ia habiskan.
Urutan terakhir diduduki oleh Naya. Perempuan yang sudah ditinggal tiga tahun oleh suaminya itu, pasrah jika harus makan nasi dengan lauk sambal atau kuah sisa pembagian makanan anak-anaknya.
"Enak, Ibuk," komentar Uma di suapan kedua. Naya tersenyum teduh.
"Pedes nggak?"
Uma tak bersuara, namun suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya telah menjawab segalanya.
"Ibuk yang masak di rumah Bu Sukma ya?" Aim mengangsur air putih pada sang adik yang bibirnya mulai memerah merasakan pedasnya lada di lidahnya.
"Bukan. Tadi Tuan Laksa yang bawa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pungguk Memeluk Bulan (FULL)
Spirituale[Juara Utama 1 Lomba Menulis KBM APP Ramadhan 2021] #1 generalfiction #1 baper #1 bucin #1 spiritual #1 Islam #2 chicklit #22 roman Naya, Kusuma, dan Ibrahim, adalah tiga sosok manusia yang hidup di rumah kontrakan dengan atap bocor. Di sisi lain ke...