32. Auristela

421 33 2
                                    

Setelah menyelesaikan urusanku dikamar mandi tadi, aku kembali ke sirkuit menyunggingkan senyum lancip saat melihat Auris menatapku dengan tatapan membunuhnya. Ah gadis itu, mengapa sangat menggemaskan.

Sebelum dia benar membunuhku aku segera menghampirinya. Mengacak rambutnya, membuat Auris berdecak kesal sambil menepis tanganku kasar.

"Wajahnya biasa aja."

"Kapan ini semua selesai?!"

Kulihat beberapa temanku yang sudah memarkirkan mobil dibelakang garis star dan kubu lawan yang mulai bergerombol disana. Pertanda permainan akan segera dimulai.

"Sans, yuk kesana." Aku menarik tanganya untuk mengikuti ku.

"Semua udah beres." Ucap Parvid menyambut kedatanganku. Aku mengangguk mengiyakan ucapannya.

"Adelio Arsenio Ivander. Long time no see dude." Aku menatap seseorang yang menyapaku dengan wajah penuh kesombongan miliknya. Dendra Abimanyu, ketua dari geng Badai yang akan menjadi rival ku kali nanti.

"Oh wou, siapa ini." Dendra tersenyum menatap kearah Auris yang bahkan tidak memperdulikan lelaki itu. "Kekasih, atau hanya sekedar partner." Dia memperjelas kata belakang pada ucapnya.

"Halo, gua Dendra Abimanyu." Dendra mengulurkan tanganya dengan tatapan tertarik kearah Auris. Aku merasa iba pada pria itu, bertingkah untuk mendapat perhatian sedang target sama sekali tak mengindahkan keberadaanya. Auris bahkan tak melirik tangan itu, kuku-kuku cantiknya mengalihkan perhatian gadis itu yang sedang asik mememeriksa nya satu persatu.

Melihat tidak ada respon apapun Dendra menarik tanganya dengan tatapan yang berubah sinis kearah Auris karena merasa direndahkan, namun dengan cepat dia menyunggingkan kembali senyumnya.

"Well mungkin dia malu." Ucapnya percaya diri. "Kita bisa berkenalan dilain kesempatan." Dia masih menatap Auris dengan minat. Sepertinya Dendra juga tertarik dengan Auris.

"Bisakah kita mulai? dan berhenti bertela tele?" Ucapku sarkas. Dia terlalu banyak berbicara dan membuang waktu berhargaku.

"Galak sekali." Dia tertawa seperti orang tolol. Dandra kembali menatap Auris. "Ayo kita mulai dan siapkan dirimu untuk kalah malam ini."

"Menarik perhatian gadisku saja tak mampu, apalagi mengalahkanku."

"DAMN!!."

Aku tersenyum setelah berhasil memancing amarahnya, menyudahi percakapan tololnya. Aku segera menarik Auris menuju mobilku. Membawanya dijok samping pengemudi dengan segera aku memutar mobil untuk mengambil posisiku.

Segera menyelesaikan ini semua sebelum Auris benar-benar mengamuk seperti induk singa yang kehilangan anaknya.

Suara mobil kami menggelegar setelah kami menghidupkan mesinnya. Aku membuka kaca mobilku melihat Dendra yang tersenyum penuh percaya diri disebrang sembari mencuri pandang kearah Auris.

"Rasanya gua ingin mencongkel matanya." Aku melirik Auris yang bersuara, gadis itu bahkan masih menatap kedepan dengan tegas tapi dapat merasakan bahwa Dendra selalu mencuri pandang kearahnya. Aku terkekeh menanggapinya. "Lain kali boleh dicoba." Jawabku.

Seorang perempuan dengan tampilan yang memperlihatkan bodynya sudah berdiri ditengah-tengah kami. Dengan sebuah pistol ditangannya. Bertanda dalam hitungan menit kami akan bersaing.

"Siap?" Auris memutar matanya malas. "Hmm." Jawabnya tanpa beban.

SATU

DUA

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang