16. Auristela

745 65 9
                                    

" Mengenang atau dikenang? Keduanya sama-sama memberi luka tersendiri bagi seseorang. "

Alex

Tandai kalau nemu typo saudara-saudara
Enjoy your day and happy reading ❤

Hembusan angin yang menerpaku membuat beberapa helaian rambutku berterbangan, menutupi sebagian wajahku. Aku menunduk melihat seseorang yang sangat berarti bagiku, malaikat tanpa sayapku, cahaya dalam gelapku, nafas dalam hidupku.

Bunda

Itu bunda, sampai sekarang dan selamanya dia akan tetap menjadi segalanya. Meskipun hanya kenangan dan pundukan tanah yang ada didepanku, sebagai bukti. Tuhan pernah menciptakan manusia sempurna di dunia ini. Manusia baik yang menjadi korban akan keserakahan manusia, menjadi korban akan kejamnya dunia.

Ratnaduhita Shaenetta

Aku ingin memberi tahu dunia, jika di dunia para monster berdarah dingin ini pernah hadir seorang manusia berhati bidadari. Memiliki kesabaran seluas lautan dan memiliki cinta semurni air pegunungan.

Bunda

Aku datang saat ini aku butuh dada bunda, tempat ternyaman sebagai sandara putrimu menumpahkan kesedihanya, kekesalan dan kemurkaan atas takdir yang terasa selalu tak adil baginya.

Bunda

Aku disini didekat bunda, tak bisakah sebentar saja bunda memeluk Auris dan bilang ' kamu tidak sendiri' oh tidak, setidaknya hanya dengan senyuman. Iya, bunda itu saja Auris akan baik-baik saja.

Kakiku luruh terduduk disamping tempat peristirahatan terakhir wanita istimewahku. Tubuhku bergetar dengan isak tangis yang lolos dari mulutku, air mata yang aku coba tahan setelah keluar dari perusahaan penghianat  itu.

Sakit sekali rasanya, seperti ditikam puluhan belati yang berhasil mengkoyak dadaku. Aku seperti kapas yang tertiup angin, tak tau arah dan tak tau kemana angin akan membawaku berakhir. Entah didalam kobaran api yang membuat aku musnah atau didalam air yang menganyutkan. Tak ada yang bagus dari keduanya lama kelaman aku akan hancur dengan sendirinya.

"Dada Auris saki... Bunda."

"Bunda, Auris juga sendirian." Ucapku dengan susah payah menahan isak tangis yang enggan untuk berhenti. "Auris capek bunda."

Aku ingin menceritakan semua aku berharap Bunda bisa mendengarku, setidaknya aku bisa menceritakan keluh kesahku. Meskipun, tak pernah mendapatkan tanggapan apapun, setidaknya hatiku sedikit lega karena bisa bercerita dengan jasad bunda yang sudah terkubur beberapa tahun lamanya.

"Bunda bilang sama Tuhan, kapan waktunya Auris pulang? Auris udah rindu bunda."

"Nggak ada yang mengharapkan Auris bunda, hidup Auris nggak berguna. Auris mau pulang...hiks." Aku memejamkan mata manahan isak tangis yang membuat dadaku susah untuk bernafas.

Mencoba membuka mataku dengan perlahan untuk melihat makam bunda, aku tersenyum dengan air mata yang masih luruh membasahi pipiku. "Dunia kejam ya bunda? " Aku terkekeh mencoba mengalihkan rasa sakitku, tapi malah membuat rasa sakit ini semakin menjadi-jadi.

"Aku iklas bunda pulang kepangkuanya, tapi Auris nggak pernah akan iklas tentang penyebab kematian Bunda. " Tanganku terulur untuk mengelus batu nisan bunda, dengan sayang aku pun tersenyum untuknya, hanya untuknya.

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang