04. Auristela

1.5K 117 11
                                    



"Pergi dan bilang kepada orang tuamu, aku telah menyakitimu, aku akan menunggu balasannya!" Ucapnya dan langsung berlari kearahku. Memelukku begitu lembut, seolah aku adalah hal yang sangat berarti baginya.

••••••

Dia mengelus rambutku untuk menenangkan aku yang sedang menangis.

"Kau tidak apa-apa?" Tanyana sambil meneliti tubuhku. "hiks...ka-"

"Berhenti menangis, apa aku harus memukuli mereka lagi?" Aku langsung menggeleng dan memeluknya erat.

" Maafkan aku, aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi. Tidak akan aku biarkan siapapun melukaimu!" Katanya sambil membalas pelukanku.

"Janji?" Aku mendongak melihat netra matanya. Dia mengangguk dan menunjukan jari kelingkingnya. "Janji!" Aku membalas menyatukan jari kelingking ku dengan-nya.

"Jangan menangis lagi ya?" Aku mengangguk. " Jangan biarkan mereka menggunakan kelemahan mu untuk menyakitimu, lawan mereka Auris jangan diam saat kamu di injak."

" Auris takut." Aku menundukkan kepalaku. " Tatap mataku." Aku mendongak menatap matanya, sorot mata yang selalu membuat aku merasa terlindungi. " Bunda bilang, Kita nggak boleh takut sama kejahatan karena kebaikan yang selalu menang, selagi kamu benar jangan pernah takut."

Kini air mataku tak bisa lagi aku tahan, pertahanan ku runtuh semua kenangan tentangnya berputar  seperti kaset yang sedang di putar, semuanya masih terasa nyata kehadirannya bahkan masih bisa aku rasakan.

Move on itu mudah, yang sulit itu me lukapan kenangannya.

Seperti yang aku rasakan sekarang, aku sudah melewati hari-hari menyedihkan sendirian, tanpa mereka disi ku, aku terlihat sangat menyedihkan bukan tapi, aku tidak ingin orang lain mengetahuinya. Aku menutupi semua itu dengan sifat yang kumiliki sekarang.

Entah berapa lama aku menangis semalam, hingga tanpa aku sadar ternyata aku tertidur di kamar ini. Aku mengerjabkan mata menyesuaikan cahaya yang mulai masuk ke retinaku.

Aku melihat tubuhku.

Bodoh!

Seragam sekolah masih melekat ditubuh ku dengan keadaan yang sudah lecek. Aku melirik jam tangan yang melingkar ditangan ku terlihat jam 04.30 menit sekarang. Masih terlalu pagi, aku berniat untuk kembali kekamar ku sekarang.

Setelah aku sampai kekamar ku aku menenggalkan bajuku dan memakai jubah mandi, aku berniat untuk mandi sekarang karena aku merasa badanku sangat lengket. Tapi niatku terhenti saat tidak sengaja aku melirik kearah rumah yang terlihat  dari jendela kamarku, terlihat penerangan yang masih menyala. Aku membuka jendela kamarku yang tidak tertutup tirai sekarang, aku berdiri di balkon melihat keluar.

Aku melihat segerombolan manusia berjenis kelamin laki-laki berkumpul disana duduk diatas motornya masing-masing.

Suara deru motor mengusik indra pendengaran ku, terlihat mereka sekarang sudah mulai pergi dari komplek ini. Aku sama sekali tidak terkejut dengan ulah mereka, karena aku tau mereka anak geng yang pastinya tidak tau waktu saat berkumpul. Tapi sebentar apakah mereka tidak punya markas mengapa harus di rumah ketuanya.

Lamunanku buyar ketika aku sadar orang di bawah sana, telah memperhatikanku dengan tangan yang dimasukan kedalam dua saku celananya.

Reflek aku langsung membalikan tubuhku membekalinya. Untung rumah ku dalam keadaan gelap tapi aku masih cemas apakah dia benar melihatku. Aku tidak takut hanya saja bukan sekarang aku menunjukan wajahku kepada orang lain, terlalu beresiko.

" Dua tahun aku pergi menjauh dari masalalu dan saat aku kembali kenapa, harus di hadapkan dengan geng motor di sekitarku. Dan lucunya di depan rumahku adalah ketuanya hahahaha lucu sekali"

Monoloku sendiri dan tersenyum kecut.

Aku melangkah menjauh dari balkon dan bergegas untuk mandi sekarang, aku tidak mau pria itu terus milihat ku dari bawah sana, meskipun aku tidak melihatnya aku tau dia masih ada disana dan masih memperhatikanku.

Setelah sibuk berkutik dengan kegiatan pagi ku kini aku sudah selesai dengan memakai seragam sekolah yang lain, untungnya aku mempunyai beberapa seragam baru yang sengaja aku beli.

Aku turun dari tangga melihat Bi Lastri yang sedang sibuk dengan masalahnya di dapur.

Dia mendengar suara ketukan lantai saat aku berjalan. " Loh non udah siap? Tumben ini masih pagi bibi belum siap bikin sarapan non" Katanya saat melihatku.

" Tidak papa, tolong buatkan aku susu hangat." Perintahku dan di angguki olehnya, aku duduk dimeja makan sambil memainkam ponselku.

Aku mencari nomer seseorang diponsel ku dan berniat menghubunginya.

"Hallo?"  Suara laki-laki di sebrang sana.

Aku lupa dia pasti tidak mengenalku karena aku menggunakan nomer baru sekarang.

"Auris. Aku butuh bantuanmu" Kataku tho the poin.

"Lama tidak bertemu dengan anda nona, bagaimana kabaranda? Kenapa tid-" Aku memutus kalimatnya tiba-tiba.

"Jangan banyak basa-basi. Aku akan mengirimkan email kepadamu."

"Sepertinya ini sangat penting? Apa itu?"

Aku membuang nafas kasar. " Apa hakmu untuk menanyakan urusanku? Lakukan apa yang aku minta."

Tuttt

Aku mematikan sambungan telfon sepihak tanpan mau mendengar balasanya.

" Ini susunya non." Kata Bi Lastri sambil meletakan segelas susu hangat di meja.

"Terimakasih" Ucapku dan langsung meminum susu itu.



•TERIMAKASIH•


Aku mau ngucapin makasih yang udah ninggalin jejek dan masih bertahan untuk baca cerita amatir aku sampai chapter ini.







See you next chapter👋

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang