42. Auristela

332 30 3
                                    

Aku bisa bernafas sedikit lega saat dokter telah membius Auris agar gadis itu tak lagi melakukan hal yang semakin membahayakan dirinya.

Mataku menatap wajah Auris yang tak sadarkan diri dengan nanar lalu ikut melihat tatapan teman-temanku yang mungkin syok dengan apa yang barusan mereka lihat.

"Bisa tinggalkankan kami, saya akan menangani luka punggungnya." Aku mengangguk, melangkah keluar kamar meninggalkan dokter dan Bi Lastri didalam sana.

Aku menjatuhkan tubuhku di sofa, menyugar rambutku kebelakang. Masih terkejut dengan apa yang terjadi barusan.

Saat kami semua terlelap dalam mimpi, tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan Bi Lastri pada pukul 02.30 tanpa babibu aku segera keluar kamar. Bertetapan dengan para temanku yang juga ikut terbangun.

Rasa khawatir menyerangku saat melihat keadaan Auris yang bergerak tak nyaman sambil sesekali bersuara dengan peluh keringat membanjiri tubuh gadis itu, ditambah Bi Lastri yang menangis sambil membangunkan Auris.

"Li."

Aku menoleh melihat Parvid yang memanggil juga mereka yang menatapku dengan pandangan bertanya.

Gua menggeleng lemah.

"Gua gatau. Tapi gua beberapa kali liat dia kayak gitu." Ucapku tak sepenuhnya berbohong.

"Gua gak nyangka."

Kami menoleh saat ruangan kamar yang ditempati Auris terbuka, memperlihatkan Bi Lastri disana. Dia mendekat kearah kami.

"Minum Bik." Brian menyodorkan segelas air putih dan menuntun Bi Lastri untuk duduk. Wajah wanita paruh bayah itu pucat pasi.

"Maaf telah merepotkan kalian." Bi Lastri kembali menangis sembari menunduk.

"Tidak perlu meminta maaf Bi, ini bukan sebuah kesalahan." Brian menepuk pundak Bi Lastri untuk menenangkannya.

"Apa dia sering seperti ini?" Tanya Alex saat Bi Lastri mulai tenang.

Bi Lastri mengangguk ragu. "Apa yang terjadi?"

"Non Auris punya gangguan mental, hanya itu yang saya tahu dari nyonya besar. Saya bekerja pada mendiang nyonya Ratna dari pertama kalinya nyonya tinggal di Indonesia lalu menikah dan memiliki anak. Non Auris adalah anak yang ceria selalu tersenyum seperti sang ibu. Tapi semuanya hilang saat nyonya Ratna telah tiada. Saya tidak tahu apa yang terjadi semua terjadi begitu saja diluar nalar secara tiba-tiba." Bi Lastri menceritakan berita kematian Auristela karena dan juga kembarannya karena kecelakaan, hingga nenek Auris menghubunginya setelah sekian lama tak ada kabar dan mengatakan bahwa anak majikanya masih hidup.

"Tapi Nyonya besar meminta saya untuk merahasiakan kabar itu dari tuan." Lanjutnya yang membuat semua temanku semakin penasaran.

"Kembaran Auris mati dalam kecelakaan?" Bi Lastri mengangguk, aku mengerti Bi Lastri hanya tahu sekilas tentang cerita Auristela.

"Setelah sepuluh taun Non Auris pulang ke rumah. Tapi saya tidak mengenali sifatnya yang berbanding terbalik dengan sifat masa kecilnya dan sifat nyonya Ratna. Saya sering membersihkan bekas minuman alkohol juga rokok saat membersihkan kamar. Juga tak jarang saya menyaksikan Non Auris seperti itu, saat malam tiba. Nyonya besar bilang Non Auris menderita depresi karena kecelakaan. Hanya itu yang saya tahu, selebihnya saya tidak tahu."

"Jadi orang kemaren yang kerumah Auris itu Ayah Auris?"

Bi Lastri mengangguk.

"Jangan bilang kecelakaan sepuluh tahun silam yang dialami Auris berhubungan sama percobaan pembunuhan Auris kemaren, dengan pelaku yang sama?"

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang