28. Auristela

567 35 0
                                    

Malam semakin larut namun aku masih bersama orang paling menyebalkan yang mengganggu hidupku akhir-akhir ini.

Tapi tahukah kalian, sekeras aku menolak dirinya, mencoba menghindar semesta seolah terus mempertemukan dirinya dengan ku.

Anehnya dia selalu datang disaat aku sedang merasa terpuruk.

Bertingkah semakin gila seolah itu bukan dirinya, meskipun aku belum mengenal dirinya. Aku bisa menilai dia bukan Lio si dingin yang irit bicara saat bersamaku, entah mungkin dia memiliki sisi lain dari dirinya.

Dia masih disini disamping ku berulang kali bertanya padaku, " Mau kemana, Mau pulang, mau makan apa, pengen apa?" Dan masih banyak lagi. Meskipun jawaban yang kuberikan hanya sebuah gelengan, dia tidak pernah berhenti untuk bertanya untuk menghilangkan kesunyian diantara kami.

" Lio." Panggilku membuat dia yang semula melihat kedepan langsung menghadap ku, meskipun aku belum melihatnya tapi aku bisa merasakan tatapanya.

Dia berdehem. " Terimakasih." Aku kini balas menatapnya. Merubah tatapan dingin yang biasa aku perlihatkan padanya meskipun masih tanpa ekspresi, setidaknya aku tulus mengucapkan itu.

Berterima kasih kepadanya,  menurunkan sedikit egoku, tidak masalah bukan.

Aku melihatnya mengangkat satu alisnya seolah tidak percaya dengan ucapanku.

Aku menyunggingkan senyum lancip kemudian kembali menghadap kedepan. Melihat hamparan laut yang sama diatas kap mobil milik Lio, dengan jaket denim milik Lio yang dia pasangkan bahunya.

" Gua gak ngerti tujuan lu apa. Terlalu membingungkan." Jeda beberapa saat aku meminum minuman soda yang tadi juga diberikan oleh pria itu padaku. " Soal perlakuan gua selama ini ke lu, gua rasa gua gak perlu minta maaf. Itu emang sifat asli gua. Tapi gua harus berterimakasih atas ini, setidaknya lu udah bikin gua sedikit tenang, tanpa gua minta."

Aku dan ego besar ku.

" Semua kejadian yang lu lihat, gua pasti terlihat menyedihkan dimata lu kan? Jika iya, jangan pernah beri gua rasa kasihan. Gua gak butuh itu Lio."

" Seburuk itu gua dimata lu?" Aku mendengar suara kekehannya. Tanpa berniat menoleh, menenggak kembali minuman kaleng yang aku genggam.

" Gua ceritain hal konyol yang pernah gua lakuin di dunia ini."

Aku menoleh kearahnya setelah mendengar nada tegas yang ditanggap oleh indra pendengaran ku.

" Menghabiskan waktu bersama orang yang sedikitpun tidak pernah menganggapnya ada."

Tidak ada senyum yang biasa pria itu tunjukan padanya tersungging, tidak ada tatapan mengejek yang menyebalkan, tidak ada wajah konyol pria itu setiap kali bertemu dengan ku. Saat ini yang bisa kulihat hanyalah sosok asli pria itu Lio leader geng Eagle disana.

" Dia orang paling munafik yang pernah gua temui." Dia menyunggingkan senyumnya, kali ini bukan senyum kekaguman tapi sebuah seringai yang mungkin mampu membuat musuhnya langsung bertekuk lutut dibawah kuasa seorang Lio.

Tanganku mengepal kuat merasakan ucapan Lio tertuju padanya.

" Kenapa wajah lu berubah? Apa merasa tersinggung dengan ucapan gua?"

Aku mendorong dada bidang Lio, menatapnya dengan tatapan sama tajamnya, tak gentar. Aku Auristela gadis yang tidak memiliki rasa takut di dunia ini.

" Jaga bicaramu! Lu gak tahu apa-apa tentang kehidupan gua."

"Masalalu, benar?" 

Dia tersenyum lancip.

"Gua emang gak tau apa yang lu hadapi Auris. Tapi mata lu gapernah bisa bohongin gua saat ini, lu terluka dan lu lagi gak baik-baik aja. Berhenti bohongin diri lu sendiri seolah lu baik-baik aja, nangis kalau itu mau lu, teriak kalau itu bisa bikin lu tenang! Dengan lu lakuin itu, gak bakal bikin lu dipandang rendah!"

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang