epilog

462 24 0
                                    

"Puncak keberhasilan bukan dinilai dari segi materi semata. Namun, dari mereka yang berhasil menemukan bagaimana cara mereka memandang takdir yang telah tergaris untuk mereka."

Auristela



Waktu berjalan dengan semestinya, bumi berporos dengan ketetapannya. Aku kembali dengan duniaku. Pergi sekolah, melakukan aktifitas seperti seorang remaja pada mestinya, belajar, bermain seperti yang aku inginkan dulu. Berkencan, ya sialnya itu juga menjadi rutinasku sekarang. Hahaha

Sekarang aku juga memiliki banyak keluarga, selain tinggal di rumah peninggalan mendiang bunda. Terkadang aku bersama Axelle yang diminta tinggal bersama Putra Sanjaya, Resi__mommy Lio, atau dirumah daddy Lio. Ternyata mengenal banyak orang tidak seburuk yang aku bayangkan.

Resi memberiku kasih sayang yang selama ini aku rindukan, dia sosok ibu yang penyayang dan lembut. Seperti bunda, ia jadi bahagia mendapatkan mertua seperti dia. Eh

"Memikirkan ku hmm?" Aku terlonjak saat Lio tiba-tiba datang seperti kuyang.

"Dih."

Meskipun sudah merubah status kami tidak berubah, masih sering bertengkar dan meributkan perkara kecil. Tapi, itu lebih baik. Kami bahkan tidak pernah bertengkar karena hal yang lebih besar daripada bertengkar merebutkan Resi.

"Ayo kita balapan kuda."

"Kau menantangku?" Kata Lio dengan menyunggingkan senyum meremehkan. Aku mendengus, kemudian mengangguk. "Saya menunggu kekalahanmu nona."

"Jangan banyak bicara tuan, mari kita buktikan."

Kini mereka berada dibelakang mansion keluarga Ivander milik ayah Lio. Disini ada dua kuda milik pria itu dan ayahnya. Juga lapangan menunggang meskipun ukuranya tidak seluas tempat pacuan kuda, tapi cukup untuk mereka bertanding.

Saat ini mereka mengenakan atribut lengkap untuk berkuda. Sebelum mereka berjalan untuk mendekat kearah kuda yang akan mereka gunakan yang sudah disiapkan oleh pekerja yang merawat kuda itu.

"Empat putaran." Kata Lio. "Apa hadiah yang kau, tawarkan jika aku menang?"

"Apapun yang kau mau." Kataku asal, aku belum menyiapkan hadiah untuknya. Karena aku memang asal mengajaknya balap kuda.

Lio kembali menyunggingkan senyumnya. "Menikah denganku." Aku dengan cepat memukul dada Lio keras. "Apa yang kau pikirkan bodoh! Kita masih terlalu kecil untuk itu!"

"Aku tidak meminta sekarang, tapi aku ingin mengikat dirimu."

"Terserah!" Kataku jengah dengan tingkah Lio yang tidak bisa ditebak. "Aku juga punya permintaan."

"Apa?"

Kini giliran aku yang menyunggingkan senyumku. "Ijinkan aku berkencan dengan Alex." Aku langsung berlari saat mendengar umpatan dari Lio kearah kuda yang akan aku gunakan.

"Sialan! Coba lakukan. Akan aku pastikan kau pulang dengan kaki buntung!" Teriaknya marah. Aku tertawa terbahak-bahak mendengar kemarahannya.

"Ayo lawan aku."

Kita sudah berada diatas kuda kami masing-masing saling bertatapan sengit  satu sama lain. Seorang pelatih berdiri disamping garis star untuk menghitung langkah, dalam hitungan ketiga kami menghentak kaki dan menarik tali pegangan yang membuat kuda yang kaki tunggangi berlari dengan cepat.

Tubuhku terhentak-hentak mengikuti gerakan kuda, berkuda adalah salah satu olahraga yang aku sukai, meskipun beberapa kali jatuh saat berlatih aku tak pernah mau untuk berhenti belajar.

Kini aku bisa mendahului posisi Lio, aku terus memacu kudaku untuk terus berlari lebih cepat.

Satu putaran

Dua putaran

Tiga putaran

Bilas 😭😭

Kami selalu berebut posisi untuk saling mendahului dan kini putaran terakhir sebagai penentu siapa pemenangnya. Keringat sudah membanjiri pelipis dan leherku karena terik matahari yang begitu menusuk kulit siang ini.

Hingga garis finis di depanku membuat aku tersenyum dengan semangat, seperti menemukan air ditengah padang pasir. Namun, secepat kilat harapanku dipatahkan oleh kenyataan yang terjadi. Saat Lio dengan tiba-tiba mendahuluiku dengan mulus dan gagahnya.

Sialan

Dia tidak pernah membiarkan aku menang, sekali saja.

Bisakah dia mengalah untuk membuatku senang sekali saja. Meskipun harus pura-pura. Menjengkelkan.

Aku turun dengan melempar topi yang aku gunakan kearahnya yang menatapku dengan senyum menjengkelkan.

"Kalah lagi nona?" Aku diam tak membalas, lebih memilih mengambil minum yang disodorkan asisten yang bekerja dirumah Lio.

"Aku menagih janjiku nona."

"AURIS!" Pekiknya kesal saat aku mengabaikan ucapannya. Aku tetap tidak perduli, memilih berjalan untuk meninggalkannya.

"Damn you!"

"LIO!"  Teriakku ketika dengan tiba-tiba duniaku terbalik karena Lio mengangkatku diatas pundaknya seperti karung beras.  "Lepaskan bodoh! Kepalaku pusing!"

"Keras kepalamu harus dihukum!"

"Ayo kita menikah, sayangku!"

"KAU MENJIJIKAN LIO!"










•TERIMAKASIH•

Gak mau banyak omong tapi mau promosi, konflik lebih berat dari Auristela. Bestie ayo mampir, saatnya bagian Alyana yang mengambil peran disana. Jika Auristela belum bisa membuat kamu menangis, mari Alyana akan ceritakan kisahnya. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya menunggu kehadiran kalian dirumah saya, pintu terbuka untuk kalian nona, tuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya menunggu kehadiran kalian dirumah saya, pintu terbuka untuk kalian nona, tuan.

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang