11. Auristela

1.1K 77 4
                                    

" Setinggi apa tempat kau berpijak sekarang, jika tak ada kata 'nyaman' di dalamnya. Apa yang kau cari? "

° °


Langit kini telah menangis entah karena bahagia atau karena luka, mungkin karena bahagia. Sebab bumi nampak semakin indah, saat gerimis air berjatuhan ke bumi. Panas dan debu Jakarta saat siang hari, kini digantikan dengan udara yang sangat sejuk dan nyaman. Menciptakan harum tanah yang kusukai.

Sang mentari mungkin sedang istirahat sementara, karena kini langit menggelap. Semakin menciptakan suasana yang nyaman.

Dari balik kaca sebuah Cafe yang aku datangi, disini aku bisa melihat pemandangan luar yang nampak damai dan indah. Aku suka hujan, sebab hujan mungkin adalah salah satu ekspresi dari langit. Langit tak pernah berbohong atas perasaanya, ia akan memberi warna pada dunia, menghangatkan bahkan melindungi sebagai bentuk kebahagiaanya. Namun, badai dan kehancuran adalah bentuk kemarahannya.

Dengan hujan, dulu aku pernah menciptakan kenangan manis dan indah dengan seseorang. Menangis adalah hal yang kami lakukan saat pertama kalinya, rintikan hujan mengguyur tubuh kecil kami, memandang sama lain saat mata kami bertemu. Dari tatapan matan seoalah saling menguatkan dan berjanji akan tetap bersama apapun keadaanya sampai kita tertawa tanpa beban. Manari dibawah derasnya hujan bersamanya, melupakan semua masalah, penak, dan luka yang kami hadapi. Suara kemercik air yang jatuh kebumi dengan sesekali guntur yang bersahutan. Seoalah adalah musik yang mengaluni tarian yang kami buat. Aku tersenyum dalam hati.

"Suasana yang indah bukan? " Suara seseorang menghancurkan lamunanku. Aku menoleh kekiri dimana asal suara itu berasal. Memutar bola mataku malas saat melihat pemilik suara itu, dan dengan tidak tau malunya kini dia telah duduk dihadapanku.

"Apa yang lu lakuin? "

Ia tak mengindahkan omonganku, memanggil pramusaji dan memesan minuman untuknya. "Lu mau makan? "

" No! "

" Oke, udah itu aja mas. " Setelah pramusaji itu pergi dia menatapku dan tersenyum . "Senang bertemu dengan lu lagi."

"Masih ada banyak tempat, ngapain disini? "

"Pengen aja, lu sendiri gue sendiri, apa salahnya? " Apa-apaan pria ini, bertingkah semaunya seolah aku dengan dia saling bertemen.

"Terserah." Aku ingin beranjak dari dudukku untuk meninggkal tempat ini. Namun, tarikan tanganya membuat aku kembali duduk dalam kursiku. "Apa yang lu lakuin! "

"Duduklah, gue cuma mau temenan sama lu." Ujarnya dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. "Gue nggak butuh teman! " Benar bukan? Untuk apa aku berteman dengan dia, aku juga heran kepada pria ini, kenapa ia sering tersenyum kepadaku? Padahal setahuku ia seperti patung yang bernafas bila bersama teman-temanya.

"Butuh Auris, semua orang butuh teman. " Aku memutar bola mataku malas. "Ya benar, tapi gue terkecuali. "

Aku menaikan satu alisku keatas, saat mendengar suara tawanya. Dia tertawa? apa yang lucu dari bicaraku? Aku tidak sedang melawak kenapa dia malah tertawa, apa dia benar-benar gila sekarang?
"Lu lucu, gue suka. " Dia menatapku. " Gue pengen temenan sama lu, apa boleh? " Lanjutnya dengan raut wajah yang serius.

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang