47. Auristela

327 27 1
                                    

Koridor sekolah sudah penuh dengan murid yang berlalu lalang melakukan kegiatan mereka, pagi ini hari pertama aku kembali ke sekolah. Cukup membosankan selama aku tidak mengikuti kegiatan di sekolah aku mengikuti homescooling agar tidak ketinggalan pelajaran.

Aku berjalan santai mengabaikan tatapan juga bisik-bisik dari mereka kepadaku, aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tidak penting pikirku. Namun, seseorang menabrak bahuku dari depan dengan cukup keras. Dia mengaduh karena terjatuh, pantatnya mencium lantai dengan keras karena suaranya cukup nyaring. Beberapa buku yang dia bawa tercecer kelantai yang langsung diambil oleh kedua temannya.

Untungnya aku bisa menyeimbangkan tubuh dengan tiang koridor yang menjadi pegangan ku. Aku hendak mengulurkan tangan untuk menolongnya tapi aku urungkan saat mendengar makiannya.

"Kalau jalan pakek mata bisa gak sih! Nyusahin orang aja!"

Oh, siapa yang salah disini. Bukankah dia yang berjalan tapi sibuk dengan ponselnya. Aku menatap mereka malas. Dia bangun dengan bantuan salah satu temannya. Kemudian mendekat kearahku.

"Bisu lu? Gak tau caranya minta maaf hah?!"

Aku hanya menatapnya tak kalah berani, suaranya teriakannya menarik atensi murid untuk melihat kearah kami. Aku mengumpat dalam hati, memalukan. Aku membenci menjadi pusat perhatian.

"Perlu dikasih pelajaran nih, songong banget jadi orang." Ucap salah satu temanya dengan rambut yang di ombre warna ungu itu. "Kasih aja, biar tau sopan santun." Timpal satunya yang memakai bandana berwarna pink.

Aku anggap mereka kacung pemeran antagonis seperti yang ada di novel-novel.

"HEH CEPETAN MINTA MAAF SAMA GUA!"

Suaranya kembali meninggi, seperti sengaja untuk menarik banyak orang agar melihat kearah kami.

"Sorry." Ucapku.

"Bagus dar-"

"Sorry mulut lu bau." Ucapku dengan menutup hidungku dan mengibas ngibaskan tanganku menghilangkan udara kotor disekitar ku. Sengaja padahal aku tidak mencium bau apapun.

Aku tersenyum dalam hati melihatnya terdiam dengan amarah yang semakin meluap, terlihat dari wajahnya yang kemerahan seperti babi.

"Lu! Lu berani sama gua? Lu pikir siapa?! Lu gak tau gua siapa hah?!"

Aku mencoba berfikir mencari tahu dalam ingatanku siapa dia, mengapa dia berbicara seolah dia orang paling berpengaruh dalam dunia ini. Tapi nihil tidak ada.

Aku mengangkat bahuku acuh, kemudian menggeleng.

"Menurut gua ga penting."

Dia menujuk kearahku, bisik-bisik para murid mulai terdengar.

"Gua peringatin sekali lagi sama lu, minta maaf sama gua sebelum gua bikin lu nyesel karena udah berani sama gua.

S e k a r a n g." Tekannya di akhir kalimat.

Aku hanya menyunggingka  senyum lancipku, dia salah satu orang haus hormat. Aku tidak akan mengucapkan kata 'maaf' jika aku tidak melakukan kesalahan yang mengharuskan aku menyebutkan kata itu. Apalagi seperti orang di hadapanku.

"Gua Meta, anak kepala sekolah ini. Lu bermain-main sama gua kelar nasip lu disekolah ini."

Rasanya aku ingin menyemburkan tawaku dihadapan semua orang jika tidak mementingkan egoku. Aku bersedepan dada sambil menatapnya. Kepala sekolah yang terlihat sangat tegas dan ramah ternyata memiliki seorang putri yang emm minus akhlak seperti dia, miris sekali.

"Baru anak kepala sekolah? Bukan kepala sekolahnya ataupun pemilik sekolah kan? Apa yang harus gua takutin dari lu?"

"Met dia gabisa dibiarin."

"Jangan berlindung dengan jabatan ortu lu, lu tau cara lu norak."

Meta hendak mengulurkan tanganya kearah rambutku, namun dengan cepat aku melintir tanganya kebelakang tubuhnya hingga membuat tubuhnya berbalik membelakangiku. Dia mengumpat dan berteriak.

"Lepas bodoh, akhh."

"Gak jaman main jambak-jambakan, cupu." Aku berbisik di telinganya. Dia merintih saat aku semakin menarik tanganya karena umpatan-umpatanya yang terus menghinaku. "Gua ajarin ninju lawan, mau?"

"Akhhh lepas, sialan gua akan bikkn lu nyesel dan berlutut di kaki gua!"

"Uhh takut." Aku melepas tanganya membuat dia terjatuh kembali ke lantai.

Dia mengusap tanganya yang memerah, kemudian menatapku nyalang.

"GUA AKAN BIKIN LU DI KELUARIN DARI SEKOLAH INI BESOK CAMKAN ITU."

"Lakukan." Jawabku santai tanpa beban. "Gua lebih dari kata mampu bayar sekolah yang lebih mahal dari sekolah ini, kenapa gua harus takut hmm?"

"Oh ya nona, anak kepala sekolah yang terhormat. Gua rasa CCTV masih berfungsi, jadi coba cek lebih teliti lagi, siapa yang salah disini. Otaknya dipakek ya cantik, modal bacot gak bakal bikin gua ngacir. Babay."  Aku melambaikan tangan padanya kemudian berlalu dari tempat yang membuat pagiku buruk.

Hari pertama sekolah mendapat sambutan yang luar biasa.

"Keren banget bu bos." Aku menoleh kebelakang saat mendengar suara tepuk tangan dan suara seseorang. Para anggota inti Eagle lengkap dengan ketuanya.

"Tambah ngefans parah. Badas banget gila bu bos gua." Aku memutar mataku malas mendengar ucapan mereka. "Emang si Meta banyak gaya anjir, gedek banget sama tuh orang. Temen gua pemilik yayasan aja kalem banget yang cuma anak kapsek koar-koar kek anak presdir."

"Biasa miskin." Timpal Parvid seperti memiliki dendam pribadi.

Brian dan Zaenal tertawa terbahak. "Mantan lu anjir." Pantas saja.

"Khilaf."

"Tenang aja bu bos, dia gabakal berani ngeluarin bu bos." Brian melirik Lio yang diam saja sambil menatap kearahku. "Pawang bu bos kan pemilik yayasan jadi santuy lah."

"Gua ga takut tuh." Ucapku.

Lio berjalan kearahku, merangkul bahuku dengan seenak jidatnya. Aku memberikan cubitan maut yang lagi-lagi tidak berpengaruh kepadanya.

"Lio."

"Banyak bacot, gausah caper. Ke kelas sekarang. Gua gasuka lu diliatin banyak cowo."

Aku mengaga mendengar ucapannya, dimana perbuatanku yang merujuk kata caper. Aku menginjak kakinya kesal kemudian berlalu meninggalkannya begitu saja.

"Khem cemburuan banget."




































•TERIMAKASIH•

Terimakasih untuk semua yang masih bertahan di cerita yang nggak jelas ini, BUKANMAIN kalian emang, ily guys

Maaf masih lama update

See you next chapter

AURISTELA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang