Kalia turun dari mobil setelah sampai di parkiran samping gereja, ia mengenakan dress batik berwarna merah muda, dan tidak lupa kacamata tebalnya. Selain itu, ia juga membawa tas kecil dan buku lagu di tangannya. Dari kejauhan, dapat ia lihat Tian sedang bersandar di mobil sambil memperhatikannya. Kedua sudut bibir Kalia langsung terangkat sempurna, gadis berkacamata itu melambaikan tangan dengan semangat. Namun pria itu malah menatapnya kesal.
"Udah telat, lama lagi jalannya." Tian mulai mengoceh tak jelas.
Kalia melirik jam tangannya sekilas, "Telat apaan? Orang mulai Misa 25 menit lagi."
"Kan kita disuruh kumpul 30 menit sebelum Misa, lo telat 5 menit," oceh Tian lagi.
"5 menit doang, terus lo ngapain masih di sini?" Heran Kalia. Sudah tahu terlambat, tapi Tian malah nongkrong di sini.
"Nungguin lo lah, malu gue telat sendirian," kata Tian pada akhirnya sambil cengengesan. Sontak Kalia langsung melayangkan pukulan ke bahu Tian yang membuatnya sedikit meringis. Di saat seperti ini, bisa-bisanya Tian memarahinya karena datang terlambat. Dasar menyebalkan.
Setelah aksi pukul-pukulan berakhir, mereka segera berjalan menuju pintu samping kiri gereja yang langsung mengarah pada kursi paduan suara. Di depan pintu, terlihat lelaki berkacamata yang sibuk menghubungi seseorang lewat ponselnya. Di belakangnya, seorang wanita mengenakan dress batik berwarna biru tampak cemas.
"Belum masuk Kak?" Tanya Tian sopan.
"Kalian belum dengar berita soal Henry?" Pertanyaan wanita itu membuat Tian dan Kalia menggeleng bingung. "Henry kecelakaan tadi malam pas pulang latihan koor, jadi kita lagi cari orang untuk gantiin Henry main musik," tambahnya lagi.
"Tian aja kalau gitu," saran Kalia tanpa basa basi, bahkan Tian terkejut mendengar saran tak masuk akal itu.
"Tian bisa?" Wanita itu tampak ragu.
"Main Keyboard?" Tanya Tian memastikan.
"Iya."
"Kalau lo suruh gue main pianika sih, gue pasti maju paling depan. Tapi kalau keyboard, gue di belakang aja udah."
"Kirain bisa," gerutunya kesal.
"Coba tanya tuh Andriel." Lelaki itu memberi saran setelah melihat pria jangkung bermata cokelat keluar dari mobil mewahnya.
"Riel!" Panggil Kalia sambil melambaikan tangan ke arah Andriel. Dengan segera Andriel menghampiri mereka. Kebetulan, ia juga tugas koor hari ini, jadi ia hendak masuk lewat pintu samping gereja.
"Bisa main keyboard enggak lo?" Tian langsung bertanya to the point.
"Gue enggak bisa main musik, kenapa memangnya?" Jujurnya.
"Ganteng doang lo, main musik aja enggak bisa," ejek Tian sedikit meremehkan.
"Masih bagus gue ganteng. Daripada lo?" Balas Andriel tak mau kalah. "Eh, by the way ada apa sih?" Tanya Andriel mulai serius.
"Henry kecelakaan, kita lagi cari orang yang bisa main musik," jelas Pria berkacamata.
"Bukannya anak OMK banyak yang bisa main musik?" Bingung Andriel
"Cuma Kak Henry yang ada di sini, yang lainnya udah kuliah keluar kota kan?" Penjelasan Kalia membuat Andriel mengangguk mengerti. "Lo ada kenalan yang bisa main musik enggak?" Tambah Kalia lagi.
Andriel berpikir sejenak, kemudian ia teringat seseorang, "Ada sih, cuma gue enggak tahu dia Misa apa enggak sekarang."
Mendengar jawaban Andriel membuat mereka tampak putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | END
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA, JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK⚠️] Keluarga Alison Zhou memiliki segalanya; Keluarga yang harmonis, Uang, kekuasaan, dan ketenaran. Mereka adalah penguasa dunia yang sesungguhnya. Namun, suatu kejadian membuat mereka kehilang...