Hari terakhir retret dimulai dengan Misa Pagi seperti biasa, lalu di lanjutkan dengan sarapan. Setelah itu akan diadakan Doa Rosario bersama di depan gua Maria yang letaknya tak jauh dari rumah retret yang dipimpin oleh Frater Andre.
"Selamat pagi semuanya," sapa Frater Andre. Kini ia duduk di dekat meja altar yang ukurannya tidak begitu besar.
"Selamat pagi."
"Gimana? Capek enggak habis outbound kemarin?" Tanya Frater Andre.
"Capek Frater."
"Kalau saya sih masih semangat Frater."
Frater Andre tersenyum melihat ekspresi mereka. "Sekarang kita akan berdoa Rosario bersama. Setelah ini, baru kita Ibadat Tobat. Nanti yang mau ke ruang pengakuan, silakan. Kalau bisa ya semuanya ikut, tapi kalau misalnya ada yang berpikiran, 'kayaknya gue enggak punya dosa deh'. Itu terserah kamu aja. Oke?"
"Oke Frater."
"Yuk siapkan Rosario masing-masing," ajak Frater Andre sembari mengeluarkan sebuah kalung dengan 50 manik-manik berukuran sedang serta mata kalung salib miliknya.
-^-^-
Setelah Doa Rosario selesai, semua peserta retret segera berkumpul di Kapel. Ibadah Tobat dipimpin oleh Romo Grego.
"Mari kita sama-sama merenungkan segala dosa dan kesalahan kita. Baik itu dosa perkataan, pikiran, perbuatan, ataupun kelalaian," ujar Romo Grego sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada, dengan mata terpejam.
Di saat semua peserta retret sibuk dengan pemeriksaan batin, lain halnya dengan Jonan yang tampak menahan rasa sakit sambil menutup matanya, keringat dingin juga sudah membasahi dahinya. Tiba-tiba saja dada Jonan terasa sesak, ditambah suara-suara aneh yang mulai memenuhi pendengarannya.
"Jo enggak boleh berhenti main musik ya, Jo janji kan?"
"Jo janji bakalan jagain Anna sama Arvin kan?"
"Mama janji bakal dengar Jo nyanyi lagi.."
"Jo telepon Papa sekali lagi.."
"Jo pegang tangan Mama.."
Jonan segera membuka matanya sambil menggeleng kuat, ia berusaha mengusir suara-suara yang terus mengganggunya. Lututnya kini pun jadi lemas, ditambah napasnya yang tidak beraturan.
"Jonan, kenapa lo?" Tanya Andriel yang berlutut di sebelahnya.
"Hah? Eee.. nggak, enggak papa kok," jawab Jonan seadanya. Ia juga tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Sudah lama hal ini tidak mengganggunya, tapi hari ini gangguan paniknya kembali kambuh.
Andriel bangkit dari tempat berlutut, masih memperhatikan Jonan yang tampak aneh, lalu duduk di bangku. Jonan juga ikut bangkit dan duduk di samping Andriel.
"Lo tadi dengar enggak Romo Grego ngomong apa?" Tanya Andriel lagi.
Jonan menggeleng pelan. Fokus Jonan selalu hilang saat mendengar suara-suara itu.
"Kata Romo Grego, kita pakai 2 ruang pengakuan. Di ruang sebelah kiri itu ada Romo Peter, kalau Romo Grego di ruang sebelah kanan. Lo mau ngaku dosa di ruang pengakuan enggak? Soalnya kata Romo Grego tadi kembali ke diri kita masing-masing, enggak ada pemaksaan," jelas Andriel.
"Kalau lo gimana?" Jonan malah balik bertanya.
"Ikut lah, udah numpuk dosa gue. Tapi kayaknya gue ngaku dosa sama Romo Peter aja deh, soalnya kalau Romo Grego kan hampir tiap minggu ketemu di gereja, agak enggak enak gitu," ucap Andriel. Meskipun sebenarnya ia tahu kalau Romo Grego tidak akan membicarakan dosanya pada orang lain, tapi tetap saja Andriel merasa sedikit malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | END
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA, JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK⚠️] Keluarga Alison Zhou memiliki segalanya; Keluarga yang harmonis, Uang, kekuasaan, dan ketenaran. Mereka adalah penguasa dunia yang sesungguhnya. Namun, suatu kejadian membuat mereka kehilang...