CHAPTER 14

270 44 15
                                    

Jam istirahat kedua kelas 10 MIPA dipakai untuk diskusi mengenai Dies Natalis Prabangkara tahun ini. Acara tahunan yang satu ini menjadi salah satu acara yang paling di tunggu-tunggu oleh para siswa Prabangkara. Biasanya di acara ini, kelas akan ditiadakan selama kurang lebih satu minggu dan diisi oleh berbagai macam lomba.

Karena acara ini akan melibatkan tiga tingkatan sekolah di Prabangkara, mereka akan mengadakan lomba per angkatan untuk SD dan SMP, serta per angkatan dan per jurusan untuk SMA.

A'an, selaku ketua kelas 10 MIPA 1 sudah sedari tadi berdiri di depan bersama dengan ketua kelas 10 MIPA lainnya, sambil menjelaskan lomba apa saja yang diadakan nanti. Dikarenakan semua kelas 10 MIPA akan menjadi satu kelompok, artinya ada 80 orang siswa, jumlah itu cukup untuk mengikuti semua perlombaan. Jadi mereka sudah pasti berpartisipasi dalam semua perlombaan.

"Terus yang bisa gambar siapa nih?" Tanya A'an sembari melihat sekeliling.

"Naira tuh suka gambar Anime, suruh Naira aja," celetuk salah seorang siswi.

Mendengar perkataan siswi itu, seluruh orang di kelas mengarahkan pandangan ke arah salah seorang gadis dengan rambut pendek dan memiliki poni yang hampir menutupi mata.

"Mau enggak lo Nai?" Tanya A'an memastikan. Seluruh orang di sana juga menantikan respons Naira. Karena Naira ini tipe orang yang susah diajak bicara. Bukannya ia pendiam, hanya saja sedikit cuek dengan sekitar. Yang ia lakukan di kelas hanyalah belajar dan menggambar.

"Gue sih oke-oke aja, tapi memangnya kalian percaya sama hasil gambaran gue?" Naira malah balik bertanya.

"Nih gambar Naira," ucap teman Naira yang kini sudah mempertunjukkan gambar Naira.

"Bagus kok Nai," puji salah seorang ketua kelas, "Udah kalau gitu lo aja ya, yang lain setuju enggak?" Ia meminta pendapat teman-temannya yang lain.

"Setuju."

"Oke sekarang lomba nyanyi, Juara 1 sampai 3 bakalan tampil di acara puncak dies natalis. Dari MIPA 1, 2, 3, 4 ada yang bisa nyanyi?" Tanya A'an mewakili para ketua kelas itu.

"Jonan!" Seru Evan penuh semangat. Jonan yang mendengar namanya disebut langsung menatap Evan tajam.

"Kok gue sih?" Tanya Jonan tak terima.

"Lo kan bisa nyanyi, bisa main musik juga. Ya udah ikut aja lombanya, gue yakin lo pasti menang. Apalagi lo pernah jadi--."

"Heh," tegur Jonan.

Evan menghentikan ucapannya setelah mendapat teguran dari Jonan. Hampir saja Evan membeberkan salah satu rahasia Jonan.

"Tampang-tampang lo memang kayak jago nyanyi sih Jo," kata Edi.

"Masa lo enggak mau berpartisipasi buat kelas?" Tambah Chelin.

"Gue kan tadi udah kepilih ikut lomba basket, masa yang ikut nyanyi gue lagi? gantian yang lain lah," ujar Jonan malas.

"Kalau lo ikut 2 lomba enggak papa kok Jo. Nanti anak-anak yang enggak ikut lomba bisa langsung persiapin Stand angkatan kita." A'an kembali bersuara dengan hati-hati. Soalnya selama 2 bulan sekelas dengan Jonan, kelihatannya Jonan ini agak berbeda dari yang lain, omongan guru saja dijawab semua olehnya, apalagi A'an yang hanya ketua kelas. Jadi sebisa mungkin mereka lebih berhati-hati jika sedang berbicara dengan Jonan. Bahkan A'an juga sudah memperingatkan kelas 10 MIPA yang lain agar berhati-hati.

"Mau lo semua yang ikut lomba juga enggak papa kok Jo, orang-orang juga enggak bakalan bosan liat muka lo," celetuk salah seorang siswi yang langsung mendapat sorakan dari seisi ruangan.

"Itu mah mau lu aja Sarimin," ledek Edi.

"Nama gue Esa bukan Sarimin," balasnya tak terima.

Saat orang-orang sibuk mengejek siswi bernama Esa itu, Jonan malah sibuk dengan pikirannya. Bernyanyi? Jonan sudah lama tidak melakukannya. Mungkin terakhir kali ia bernyanyi saat kakinya masih baik-baik saja. Tapi tidak ada salahnya kan jika ia bernyanyi lagi?

Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang