CHAPTER 18

249 37 9
                                    

Tinggal sehari lagi kegiatan Dies Natalis akan dimulai. Semua siswa Prabangkara sudah mulai mempersiapkan stand angkatan masing-masing, ada juga yang sedang berlatih untuk tampil di acara puncak dies natalis. Seperti anak-anak Drumband dan Paduan Suara yang merupakan gabungan dari siswa SD, SMP dan SMA, yang kini sedang latihan di Stadion Prabangkara, tempat yang akan dipakai untuk upacara dies natalis nanti.

Terlihat juga beberapa panitia dies natalis sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan lomba yang akan dimulai besok pagi, sebagian lagi sedang mendekorasi Auditorium untuk acara puncak minggu depan.

Di saat semua orang sedang sibuk, lain halnya dengan Kalia dan Iren yang sedang duduk manis di tribune penonton sambil menyaksikan anak-anak Drumband yang sedang latihan.

Untungnya tahun ini kebanyakan panitia dies natalis diambil dari anggota OSIS kelas 11 dan 8, jadinya mereka tidak terlalu sibuk. Tugas Kalia hanya membantu sekretaris untuk membuat beberapa surat, dan itu pun sudah selesai dari jauh hari. Sedangkan Iren, ia hanya anggota seksi dokumentasi, tugasnya baru mulai besok pagi.

Mata mereka tertuju pada seorang perempuan cantik, ia sedang memegang sebuah baton sambil merapikan barisan pasukan Drumband.

"Barisan saya ambil alih," mulainya dengan suara lantang dan tegas, "Siap... gerak," lanjutnya lagi.

Kalia menatapnya penuh kekaguman, "Enggak tahu kenapa ya Ren, setiap kali gue dengar suara Aura pimpin barisan, langsung merinding gue rasanya," ucap Kalia yang tak mengalihkan pandangannya.

"Sama, gue juga gitu. Keren banget ya, padahal kan dia keliatannya cewek yang lemah lembut. Tapi suaranya bisa lantang gitu," balas Iren yang tak kalah kagum.

"Memang udah keturunan kali ya, Bokapnya kan juga Tentara. Hampir setiap minggu gue liat dia sama Bokapnya joging keliling kompleks," ujar Kalia.

"Oh iya, dia tetangga lo ya? Sering dibandingin dong?" Tebak Iren seraya menahan tawa.

"Hampir tiap hari malah. Dia kan sering olahraga tuh di depan rumahnya, setiap kali Bunda ngeliat dia, pasti Bunda langsung bilang gini ke gue, 'liat tuh dek, anak tetangga lagi olahraga, nah kamu malah di kamar mulu'." Kalia meniru ucapan Bundanya dengan lancar, membuat Iren tidak dapat menahan tawanya lagi.

"Hmm.. enak ya lo berdua nongkrong di sini," sindir Cika yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Enaklah," sahut Kalia santai.

"Aduh." Cika menghela napas kasar, ia sudah duduk di samping Kalia sambil bersandar pada kursi.

"Lo seksi apa sih Cik?" Tanya Iren. Bingung melihat Cika yang tampak kelelahan itu.

"Acara," jawabnya singkat sambil mengerucutkan bibirnya. "Capek tahu kerja sama anak kelas 11, mereka harus disuruh dulu baru mau kerja. Belum lagi anak SMP yang baru sekali dibentak aja langsung drama," keluhnya.

"Sabar... bentar lagi lengser kok," ujar Kalia.

"Gue tuh butuh asupan Cogan buat menambah energi. Tapi satu pun enggak ada di sana, bahkan Regan juga enggak ada. Gimana enggak lemes gue." Kalia dan Iren tertawa mendengar penuturan Cika, bisa-bisanya di saat seperti ini Cika malah mencari cogan.

"Tuh di bawah ada Andriel, liatin sana puas-puas," ucap Kalia di sela tawanya.

"Mana?" Mata Cika langsung menelusuri lapangan itu. "Ih.. ganteng banget. Makhluk begini yang gue cari dari tadi," ujarnya sambil mengagumi ketampanan Andriel, meskipun dari jarak lumayan jauh. Terlihat Andriel sedang sibuk mengecek kesiapan para siswa yang akan tampil. "Tadi tuh gue sampai jalan sendirian ke kafetaria kelas 10, biar bisa ketemu Jonan."

Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang