Jonan sedang makan di kafetaria seperti biasa, bedanya kali ini ia hanya duduk bersama Evan, Edo, Edi, dan juga Daren, tidak ada Chelin ataupun Nina. Para garis itu memilih duduk di meja paling ujung. Mungkin supaya lebih leluasa bergosip, seperti kebanyakan wanita pada umumnya.
"Kalian udah hafal kimia belum?" Tanya Edi tiba-tiba.
"Belum semua sih, baru setengah," jawab Evan.
"Banyak banget anjir gimana bisa ingat semuanya," keluh Edo
"Di tempat les gue diajarin cara ngafalinnya sih, jadi lebih gampang," kata Daren.
"Sama, tapi tetap aja banyak banget," tambah Evan lagi.
"Memangnya kimia ada tugas ya?" Tanya Jonan yang tidak mengerti tugas apa yang dibicarakan teman-temannya sedari tadi.
"Kita kan disuruh hafalkan tabel periodik golongan A, masa lo lupa." Daren mencoba mengingatkan.
"Tabel periodik? Yang nama-nama unsur itu?" Jonan memastikan sekali lagi.
"Jangan bilang lo belum sama sekali," terka Edi sambil memicingkan matanya.
"Kapan terakhir?"
"Besok udah ambil nilai," kata Edo.
Jonan hanya mengangguk, "Makasih udah ingetin gue."
"Parah, lo benar-benar belum hafal sama sekali?" Tanya Evan.
"Belum, pulang sekolah nanti paling," jawab Jonan santai sambil memakan nasi goreng di piringnya.
"Santai banget ya Jo idup lu, past--."
Brakkk...
"LO SIAPA BERANI SAMA GUE HAH?!!"
Ucapan Edo terhenti saat mereka mendengar suara keributan di deretan meja belakang, tepat di sebelah meja Chelin dan teman-temannya.
"Gu..gue kan du..duluan ke sini Sya," ujar seorang gadis berkacamata dengan rambut pendek dan mengenakan bandana di kepalanya, ia terlihat gugup dan takut.
"Tapi gue maunya duduk di sini, minggir lo!" Balas gadis berseragam mencolok, memakai rok pendek dan kemeja putih ketat yang menampakkan lekuk tubuhnya, tanpa almamater. Rambut keriting panjangnya itu benar-benar tampak indah.
"Te..terus gu..gue duduk di mana Sya?"
"Emang gue pikirin? Heh dengar ya, gue tahu bokap lo cuma seorang pegawai kantoran biasa, jadi jangan sok mau ngelawan gue. Ngerti?!" Gadis itu mendorongnya sampai terjatuh ke lantai. "Sekalian bawa makanan lo yang murah ini," tambahnya lagi sambil melempar kotak bekal sampai mengenai seragam gadis yang sudah menangis di lantai itu.
Orang-orang di kafetaria yang melihat hal itu hanya bisa diam, ada juga yang keluar dari sana karena tidak ingin ikut campur, beberapa lagi tidak peduli dengan kejadian itu. Seperti Jonan contohnya, ia dari tadi sibuk menghabiskan makanannya tanpa memedulikan sekitar, seolah ia sudah terbiasa melihat hal-hal seperti ini.
"Udah selesai belum?" Terdengar suara dari arah pintu kafetaria, lembut namun cukup keras.
Ternyata di sana sudah ada Iren, Dito, dan beberapa anak kelas 12 lainnya. Iren berjalan ke arah gadis yang mengenakan seragam ketat itu, lalu memandangnya rendah. Sedangkan Sila dan Risa membantu gadis yang sedang menangis di lantai itu untuk berdiri.
"Cika, tolong panggilkan Regan sama Kalia ya," suruh Iren. Cika langsung bergegas mendengar perintah Iren.
"Itu Regan," kata Dito.
Regan berjalan mendekat, lalu menarik salah satu kursi yang ada di dekatnya. Ia duduk sambil menatap gadis itu tajam, "Dari pakaiannya aja udah murahan," ledek Regan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | END
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM BACA, JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK⚠️] Keluarga Alison Zhou memiliki segalanya; Keluarga yang harmonis, Uang, kekuasaan, dan ketenaran. Mereka adalah penguasa dunia yang sesungguhnya. Namun, suatu kejadian membuat mereka kehilang...