Epilog

442 51 22
                                    

***

Untuk para pembaca yang baru mampir ke cerita ini, akan lebih baik jika kalian membacanya dari awal sesuai urutan. Membaca sebuah cerita sama halnya seperti mengerjakan soal matematika. Jika kita sudah tahu hasil akhir tanpa mengerjakan setiap tahapnya, rasanya pasti biasa saja. Tapi jika kita mengerjakan dari awal dan mengikuti tiap tahap sampai menemukan hasil akhir, rasanya sangat luar biasa. Sama seperti memenangkan sebuah pertandingan.





























Kalau cuma kepo sama endingnya, mending balik lagi deh sana!

Aku yakin kalian bakalan kecewa



































***
K

arina dan Kent sedang melihat sebuah foto besar yang baru saja digantung di ruang tengah. Foto itu adalah foto yang mereka ambil saat malam Natal di gereja. Senyum Kent tidak memudar sedari tadi. Sudah lama ia tidak melihat anak-anaknya tersenyum seperti di dalam foto itu. Akhirnya, setelah menunggu sekian lama, ia berhasil mengembalikan kebahagiaan mereka.

Bukan, mungkin lebih tepatnya, Tuhan yang memberikan kesempatan kedua padanya.

"Kenapa mereka cepat tumbuh ya Kent?" Mata Karina tidak terlepas dari foto itu, sama seperti tangannya yang tak terlepas dari lengan suaminya, "Atau aku yang terlalu lama?"

"Memang kadang mereka tumbuh lebih cepat, aku aja enggak sadar," setuju Kent.


"Entah kenapa, aku ngerasa bersalah sama mereka," kata Karina dengan wajah sendu.

"Enggak ada yang salah di sini. Semuanya udah lewat, enggak perlu dipikirin lagi." Kent tidak suka jika Karina selalu membahas hal itu lagi, dia tidak ingin istrinya merasa bersalah terus menerus. Lagi pula apa yang harus disalahkan? Semuanya sudah kehendak Tuhan. 

Lewat beberapa kejadian yang menimpa mereka dalam 5 tahun terakhir, Kent benar-benar bisa melihat perubahan dari anak-anaknya. Meskipun ia juga tidak bisa selalu bersama mereka setiap waktu.

"Wah... fotonya udah datang," ucap Anna yang tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka, membuat tangan Karina beralih pada pundak Anna.
 
"Suka enggak An?" Tanya Karina.

"Suka banget, Anna juga kelihatan cantik di situ." Anna menunjuk wajahnya yang ada di dalam foto.

"Ma, menu makan malam hari ini jadi nasi goreng kan?" Jonan terlihat tidak sabar untuk makan malam.

"Jadi dong, Mama udah kasih tahu Bi Susan kok." Karina harus mendongak untuk bisa melihat wajah putra sulungnya itu, tiba-tiba ia sadar akan sesuatu. "Kent, kok Jonan tinggi banget ya sekarang?"


Kent menoleh ke arah Jonan. "Iya, waktu itu aku juga kaget liatnya. Kayaknya beberapa tahun lagi dia bakalan lebih tinggi dari aku deh."

"Mungkin karena Jo sering sepedaan sama main basket juga." Jonan merasa itu alasan paling masuk akal kenapa tinggi badannya semakin meningkat pesat dalam setahun ini. Selama pemulihan kakinya yang cedera, Jonan memang dianjurkan Dokter untuk berolah raga. Lagi pula, usia Jonan saat ini memang sedang dalam masa pertumbuhan.

"Coba kita ukur dulu Ma, Gēgē semana Papa tingginya," ujar Anna sambil menarik Jonan agar mendekat ke arah Kent. "Wah... Gēgē tingginya setelinga Papa. Tinggal dikit lagi bakalan sama kayak Papa."

"Eh, kalau diliat-liat muka mereka juga hampir mirip ya." Karina baru sadar tentang hal itu.

Kent menoleh ke arah Jonan, begitu juga sebaliknya. Tiba-tiba tawa mereka berdua langsung pecah. 

"Kalian lagi ngapain sih?" Bingung Arvin melihat kehebohan keluarganya itu.

"Arvin coba deh ke sini juga." Anna menarik tangan Arvin agar bergabung dengan Kent dan Jonan. "Tinggi Arvin udah seleher Papa." Anna tampak terkejut.

"Wah.. kok Kalian tinggi semua sih?" Karina merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Anna juga kok." Anna langsung berdiri di sebelah Arvin. Dan ternyata memang benar, tinggi Anna dan Arvin tidak jauh berbeda.

"Kayaknya memang Mama yang bakalan jadi paling pendek di sini," lirih Karina. 

"Mau gimana pun Mama, kita tetap bakalan sayang sama Mama," kata Arvin sambil memeluk Karina.

Kent tersenyum melihat mereka, ia pun langsung merengkuh keduanya ke dalam pelukannya. Jonan dan Anna pun ikut menghambur dalam pelukan itu.

Kehangatan dalam keluarga mereka sudah kembali. Tidak ada lagi makan malam yang membosankan, tidak ada lagi tangisan pilu di sudut ruangan, tidak ada lagi suara dentingan musik sedih di malam hari, tidak ada lagi mimpi buruk yang menghampiri, tidak ada lagi ketakutan tak mendasar yang selalu menghantui. Tidak untuk saat ini. Biarkan mereka bahagia sekarang, melupakan malam kelam di masa lalu, tidak memikirkan kecemasan akan hari esok. Jadi, biarkan mereka jalani hari ini dengan baik.

Setidaknya hari ini Tuhan masih memberi mereka waktu untuk merasakan kebahagiaan bersama. Merasakan keutuhan keluarga mereka. Merasakan ledakan euforia di dalam diri mereka. Meskipun tidak akan mungkin selamanya, tapi apa yang Tuhan berikan hari ini, sebaik mungkin akan mereka pergunakan dan syukuri. Karena penyebab dari euforia mereka adalah keluarganya, hal yang tak dapat ditukar oleh apa pun.

"By the way, Jo bentar lagi ulang tahun," ucap Jonan tiba-tiba. Sungguh merusak suasana. Pelukan mereka langsung terlepas, tapi tangan Karina masih berada di bahu Arvin. 

"Jo mau hadiah apa?" Tanya Kent langsung. Ia tahu betul jalan pikiran putranya itu, jika sudah begitu pasti menginginkan sesuatu. 

Jonan pura-pura berpikir. "Enggak mahal kok Pa."

"Ya apa?" Desak Kent. Sepertinya Jonan sudah kembali ke sifat aslinya. Jonan yang selalu banyak mau dan tidak pernah ingin disaingi oleh siapa pun.

"Jo mau pas ulang tahun nanti, kita makan malam di luar."

Kent membulatkan matanya, ini bukan seperti Jonan yang ia kenal. "Enggak mau minta yang lain? Setiap malam kan kita juga selalu makan malam Jo."

Jonan menghembuskan napas kasar. "Ya tapi kan kita enggak pernah makan malam di luar lagi. Memangnya kalian enggak bosan makan malam di rumah terus?" 

"Oke, Jo tinggal pilih mau makan malam di mana, nanti Mama yang bakalan siapin semuanya," ujar Karina sambil tersenyum.

"Makasih Mama."

"Selain itu mau apa lagi?" Tanya Kent memastikan sekali lagi. 

"Cuma itu aja."

"Tumben, biasanya kan Gēgē minta banyak hal kalau ulang tahun.” Arvin menatap Jonan aneh. 

"Waktu itu aja Gēgē minta dibelikan gitar sama mobil. Masa sekarang tiba-tiba jadi kayak gini?" Anna juga terlihat kurang percaya.

"Serius enggak sih Jo?" Lagi-lagi Kent bertanya.

"Seriuslah. Lagian Jonan udah punya semuanya. Sekarang Jonan cuma pengen kita makan malam di luar!" Tegas Jonan. 

"Kalian kenapa sih? Bagus dong, kalau Gēgē enggak minta aneh-aneh." Karina mencoba menghentikan mereka. "Udah, nanti Jo tinggal bilang Mama aja mau makan di mana ya."

"Makasih Ma." Jonan langsung memeluk Karina. Memang hanya Karina yang mengerti dirinya. 

"Sama-sama sayang. Mama ke kamar dulu ya," pamit Karina setelah mengusap punggung Jonan pelan. Mendengar hal itu, dengan segera Kent menyusulnya.

Saat berada di dalam lift, Kent terlihat bingung sendiri. Biasanya Jonan akan selalu minta yang aneh-aneh saat ulang tahunnya. Tapi kenapa kali ini Jonan hanya minta makan malam di luar?

"Kamu kenapa Kent?" Tanya Karina sembari menggenggam tangan Kent.

"Aku bingung aja sama Jonan. Kok tahun ini dia cuma minta makan malam ya?"

"Ih, bagus dong. Kan kamu enggak perlu keluarin banyak uang."

"Itu yang bikin aku ngerasa aneh. Mana pernah aku enggak keluarin banyak uang di ulang tahun Jonan." Kent terlihat sangat frustrasi. "Kamu enggak tahu aja tahun lalu dia minta apa," lanjutnya lagi.

"Minta apa dia?" Karina mulai penasaran.

"Yacht, meskipun enggak sebanding dengan Jet pribadi yang aku belikan beberapa tahun lalu. Tapi ya lumayan."

"Kamu beli Yacht buat Jonan?! Keluarin berapa banyak duit?!"

Kent mengangguk. "Sekitar empat."

"Empat apa?"

"Triliun," jawab Kent santai. 

Karina menghembuskan napas kasar.
"Itu baru Jonan? Anna sama Arvin gimana?" 

"Anna kemarin minta liburan ke Dubai sama beberapa gaun pesta. Kalau Arvin, dia minta sepeda sama taman bermain," jelas Kent santai.

"Wait, taman bermain? Kamu juga beli tamannya?"

"Enggak beli kok. Buat sendiri, permainannya aja yang aku beli. Kan di belakang kastil masih ada halaman kosong, di sana taman bermainnya."

"Kent, kayaknya kamu harus bantu perbaharui surat Izin aku deh. Biar aku bisa kerja lagi. Mungkin aja nanti kamu juga perlu uang dari aku," ujar Karina sembari menarik Kent keluar dari lift menuju Kamar mereka. 

Kent menghentikan langkahnya. "Kamu doain aku bangkrut?!" Tanya Kent tajam.

"Aku enggak bilang gitu!" Tegas Karina. Ia langsung memeluk lengan Kent.

"Cuma kamu enggak perlu manjain anak-anak sampai segitunya, kita enggak pernah tahu gimana masa depan kita."

"Kalau enggak buat mereka, terus uangku mau buat siapa lagi?! Lagi pula uang bisa dicari, tapi kebahagiaan mereka susah buat dicari." Kent meninggikan suaranya, membuat Karina sedikit terkejut.

"Kok kamu jadi marah-marah sih? Kan aku cuma bercanda tadi," kesal Karina, ia langsung pergi meninggal Kent.

Brakkk...

Tidak lupa dengan suara bantingan pintu kamar yang cukup keras. 

"Salahnya di mana?" Kent terlihat bingung sendiri. "Karin!" Panggil Kent yang segera menyusul istrinya.

Begitulah kehidupan rumah tangga mereka. Tidak selalu harmonis seperti yang orang-orang pikirkan. Ada saja perdebatan ringan yang menyelingi keseharian mereka. Entah itu karena Karina yang tidak pernah suka dengan Kent yang terlalu boros dan sesekali membentaknya tanpa sadar, atau Kent yang mudah tersinggung karena perkataan Karina. Tapi tetap saja Karina yang akan marah dan Kent yang akan membujuknya untuk berbaikan, jika tidak begitu, Karina akan mendiamkannya selama beberapa minggu. 

Anak-anak mereka juga begitu. Selalu saja terjadi perdebatan setiap hari. Entah itu karena Anna yang selalu iri dengan Arvin atau Jonan yang iseng mengerjai adik-adiknya. Sesuatu seperti itu sering terjadi di Mansion Alison Zhou ini. 
Ternyata memang benar, tidak ada Happily ever after di dunia ini. Selalu saja ada masalah yang menghampiri. Entah itu masalah besar atau kecil. Karena sejatinya, manusia di dunia tidak akan terlepas dari masalah. Tugas kita adalah melewatinya, sembari mencari arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena jika kita sudah menemukannya, sebesar apa pun masalah, akan terasa mudah.

The Reason for my euphoria is you.
How about you?
.
.
.
.
.
♡See you in The Reason for My Euphoria 2♡

***

Halo semuanya

Thank you ya udah ngikutin sejauh ini.

Ending-nya nanggung ya?
Coba deh kalian baca baik-baik deskripsi di awal.
Cerita ini memang berfokus pada permasalahan keluarga Alison Zhou dan juga permasalahan Jonan di sekolah.
Dan semuanya udah aku tuntasin di cerita ini.


Fokus utamanya memang di keluarga Alison Zhou.

Tapi kalian tenang aja, Alison Zhou akan terus berlanjut. Rencananya aku akan jadikan cerita ini sebagai Series, jadi akan ada beberapa kelanjutan lagi.

Cerita ini adalah Seri pertama The Reason for My Euphoria. Akan ada seri ke-2 dan kalau bisa sampai seterusnya.

Tapi itu masih rencana, tergantung seberapa banyak orang yang suka cerita ini.
Jadi kalau misalnya kalian pengen cerita ini aku lanjutkan, kalian bisa share cerita ini ke teman-teman kalian, tanpa memberi tahu plot twist tentunya😉.

Sebenarnya aku memang kurang percaya diri nulis cerita, tapi setelah melihat komentar positif dari kalian, perlahan-lahan rasa percaya diriku meningkat. Makasih ya, aku bukan apa-apa tanpa kalian😭

Bantu supaya banyak orang kenal cerita ini ya guys, doain juga semoga cerita ini bisa disukai banyak orang. Biar aku juga cepat UP Alison Zhou 2.

Btw aku pengen kasih sedikit spoiler Alison Zhou 2.

Akan ada apa saja di sana?

1. Rahasia keluarga Alison zhou yang disembunyikan dari publik.

2. Masa lalu 3 siswa terbaik Prabangkara (Regan, Kalia, dan Iren)

Cukup itu dulu😁

Ada tambahan apa dari kalian?

Jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.

Follow juga akun wp dan Ig aku ya, mungkin ada beberapa informasi penting yang akan aku umumkan di sana.

See you❤




27 september 2021

Love,
Lai Xiaomi👸









Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang