CHAPTER 1

926 182 87
                                    

"Kenapa kita harus balik Pa?" Tanya Jonan, anak laki-laki 15 tahun berambut coklat dengan pahatan wajah sempurna itu tak mengubah pandangannya dari jendela private jet, tepatnya ke arah gumpalan awan yang sedang bergerak mengikuti arah angin.

"Papa mau memulai semuanya dari awal, Papa rasa kita harus kembali." Kent menggenggam tangan Jonan untuk kembali meyakinkannya. "Tapi Papa mau tanya sekali lagi sama kamu, kamu serius enggak mau balik ke Seoul? Papa bisa bantu kamu loh."

"Enggak mau."

"Oke." Kent hanya mengangguk sembari mempererat genggaman tangannya, "Papa akan dukung apa pun keputusan kamu."

Yang dapat Kent lakukan saat ini hanyalah berusaha, meski harus mengulang semuanya dari awal. Kent mencintai keluarganya lebih dari apa pun, bahkan ia bersedia kehilangan kekayaannya. Asalkan keluarganya kembali bahagia seperti dulu, saat semuanya masih baik-baik saja, saat semuanya masih terasa mudah. Kent hanya ingin itu.

***

Private jet itu akhirnya mendarat setelah mengudara selama kurang lebih 5 jam. Pintu mobil yang terparkir di dekat sana langsung terbuka begitu melihat Kent dan Jonan keluar dari jet itu. Anak perempuan berambut coklat panjang, mengenakan dress biru muda segera menghampiri mereka sambil tersenyum manis, gayanya sangat anggun dan feminin. Namun, anak lelaki berambut coklat dengan potongan rapi mendahuluinya berlari ke arah Kent.

"Papa!" Pekiknya penuh semangat. Ia memeluk Kent erat. "Arvin nungguin Papa dari tadi," lirihnya.

"Oh ya?" Kent balas memeluknya lebih erat. "Papa minta maaf ya, lain kali Papa akan lebih cepat pulangnya."

"Padahal Anna yang jalan duluan, tapi Arvin yang duluan peluk Papa," keluh anak perempuan itu sambil mengerucutkan bibirnya, mata hazelnut-nya terlihat sangat berkilau.

Kent terkekeh pelan, kemudian langsung menarik anak perempuannya itu ke dalam pelukannya.

"Anna kangen banget sama Papa," ungkap Anna.

"Papa juga kangen sama Anna."

"Eh, Gēgē udah bisa jalan tanpa ngerasa sakit lagi?" Tanya Arvin yang baru menyadari hal itu.

"Gēgē juga udah bisa lari lagi," jawab Jonan sembari tersenyum manis. Mungkin hanya orang-orang beruntung yang dapat melihat senyum itu. "Tapi kalian tega banget sama Gēgē, masa Gēgē ditinggal sendirian di China."

"Kalau Gēgē mau marah ke Papa aja, soalnya kemarin kata Papa, Gēgē masih sakit jadi kita disuruh duluan ke sini," jelas Anna dengan wajah yang sengaja dibuat serius.

"Memangnya Gēgē berani marah sama Papa?" Bisik Arvin pada Jonan.

"Ya enggaklah," jawab Jonan dengan cepat.

"Ayo kita pulang." Kent menuntun anak-anaknya masuk ke dalam mobil. Mereka harus segera pulang ke Mansion, tempat seharusnya mereka berada.

***

Mobil yang ditumpangi Kent beserta anak-anaknya akhirnya tiba di Mansion. Tempat yang tak pernah mereka kunjungi selama lima tahun ini. Namun semuanya masih terlihat sama, tidak ada yang berubah. Mulai dari pepohonan rindangnya sampai taman bunga tempat mereka sering berpiknik dulu.

Salah seorang bodyguard membukakan pintu mobil mereka.

"Mr. Zhou," ucapnya mempersilahkan Kent turun dari mobil dengan sopan.

"Jonan!" Anak lelaki seumuran Jonan berlari menghampirinya dengan tergesa-gesa.

"Hai Evan," sapa Jonan pada sepupunya itu, Revano Benedik Sandyakala, anak lelaki berlesung pipi yang tampak sangat manis. Rambutnya terlihat klimis, dapat Jonan tebak bahwa Evan menggunakan jel rambut. Yang Jonan dengar, anak-anak remaja lelaki sering menggunakan jel rambut di Indonesia, apalagi saat akan pergi ke sekolah. Tapi apa pun itu, Jonan senang bisa bertemu sepupunya lagi, sudah lama mereka hanya berbincang lewat via telepon.

Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang