CHAPTER 38

249 39 10
                                    

Jonan keluar dari kelas dengan sebuah piala di tangannya. Hari ini pembagian laporan hasil belajar semester gasal SMA Prabangkara. Seperti dugaan orang-orang, Jonan kembali mendapat nilai paling tinggi di sekolah. Siapa yang bisa menyaingi nilai 99 itu? Bahkan 3 orang siswa terbaik di sana pun tidak bisa.


"Eh Jo, liburan Natal ke mana?" Tanya Evan yang tengah menyusul langkah kaki Jonan.

"Papa enggak bilang mau ke mana sih, paling di rumah."

"Lo ajakin keluarga lo pergi kek, biar gue bisa ikut," bujuk Evan.

"Enggak ah, gue udah lama enggak Natal di Indo."

"Masalahnya tuh Kakak-kakak gue balik semua."

"Ya enggak papa lah."

"Rempong kalau ada mereka."

"Woi, nanti sore lo berdua ke gereja enggak?" Tanya Daren yang baru saja datang.

"Ngapain ke gereja?" Evan terlihat bingung.

"OMK kumpul, mau bahas acara Natal," jelas Daren.

"Ha bagus. Mending gue ke gereja aja nanti," ujar Evan. "Lo gimana Jo?"

"Belum tahu, takutnya gue enggak Natal di sini. Nanti deh ya gue kabarin."

"Lah, tadi lo bilang mau Natal di Indo," kesal Evan.

"Guys!" A'an datang dengan terburu-buru bersama dengan teman-temannya yang lain juga. "Ada yang perlu kita omongin."

"Apaan? Gue udah di jemput." Jonan melirik jam tangannya, jelas sekali ia tidak tertarik berbicara di waktu pulang sekolah begini.

"Lo bertiga emang enggak penasaran apa sama mata-mata yang ada di kelas kita," kata Edi langsung.

"Oh iya juga ya. Aneh banget enggak sih, hal-hal yang kita omongin selama satu semester ini kebongkar semua." Evan ikut berpikir. Semua kejadian di labirin terasa sangat janggal, seolah ada kamera tak terlihat yang merekam percakapan mereka selama ini.

"Yang pertama kali bilang Kak Regan mirip devil kan si Edi." Edo ingat betul percakapan mereka di auditorium saat hari terakhir masa orientasi.

"Tapi menurut gue, si mata-mata itu enggak ada di antara kita, karena kita sekelompok dipanggil ke labirin semua." Gufron mulai berpendapat. "Yang tahu Daren berantem juga cuma gue sama A'an."

"Bener banget tuh," setuju A'an. "Masa iya mereka juga tahu yang kita bilang Kak Iren mirip Kak Ros."

"Kak Iren... Tahu kalau gue berantem. Makanya gue masuk ke ruang sidang. Kalau Jonan, kayaknya kakak kelas memang udah jadiin dia sebagai target sejak dia keluar dari ruang seleksi itu. Terus kasus Nina itu dilaporin sama Alumni, kalau Isyan sih kayaknya semua orang juga udah tahu." Daren berpikir keras, takut ada yang tertinggal. "An, lo kemarin kasusnya apaan?"

"Yang gue sama Gufron bantuin lo nyerang tu anak. Terus..." A'an terlihat ragu.

"A'an sama Kevin ketahuan merokok di belakang Auditorium," ceplos Edo.

"Padahal cuma sekali doang. Itu pun yang tahu kan cuma gue, A'an, Gufron sama Daren," ucap Kevin.

"Kalau lo sama si kembar apaan Van?" Daren beralih pada Evan.

"Itu yang ngatain kakak kelas," jawab Evan sedikit berbisik.

"Terus... Siapa lagi anak kelas kita yang dipanggil?" Lagi-lagi Daren bertanya.

"Kalau enggak salah si Chelin juga dipanggil deh." Edo mulai mengingat kejadian malam itu.

"Emang kesalahan Chelin apaan?" Daren terlihat bingung, ia rasa Chelin tidak pernah tertarik saat mereka sedang membicarakan kakak kelas.

Alison Zhou & The Reason for My Euphoria | Series 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang