5. False

14.1K 1.6K 78
                                    

The Sweetest Daddy

False

[]

Sudah salah, menambah masalah pula. Begitulah peribahasa yang tepat untuk Barata kini. Sudah berniat untuk tidak membawa masuk Agniya dalam kehidupannya, kini dia malah membuat keputusan tak bijak dengan langsung membawa Agniya pergi dari kumpulan pria dan temannya yang menjual diri Agni di sana.

Kemarahan Barata jelas menjadi menumpuk karena Agni yang sudah dia bawa, atau lebih tepatnya dia seret paksa, untuk masuk ke kediamannya kini malah diam saja. Terkesan tak mau menjelaskan dan tidak merasa bersalah sama sekali.

"Apa yang kamu pikir sedang lakukan, Agni!?"

Diam adalah cara yang perempuan itu jalankan. Tidak peduli sudah semerah apa wajah Barata yang sedang menatapnya kini.

Menghela napasnya keras. Barata frustrasi dengan sikap diam Agni. "Jawab! Kamu punya mulut, kan?"

Agniya sontak saja menatap kepada Barata, dengan mendongak tentu saja. Tinggi mereka sangat berbeda.

"Kenapa aku harus dimarahi?" tanya Agni membalikkan situasi.

"Apa? Kamu tanya kenapa kamu harus dimarahi?!" balas pria itu dengan otot di dahi yang terlihat.

Agni tidak tertekan sama sekali dengan sikap Barata kini. Dia justru sengaja menantang pria dewasa itu dengan membusungkan dadanya yang kini hanya dilapisi gaun pendek dan berbelahan cukup lebar.

"Iya! Aku nggak suka dimarahi, karena aku nggak salah. Kenapa harus aku yang disalahkan dan dapat hukuman? Sedangkan Om sudah membuang aku dengan uang yang ditaruh di dekat bantal. Aku salah apa kalau memutuskan bertahan dengan pekerjaan seperti itu??!"

Agniya memiliki batas kesabarannya juga. Memangnya siapa yang mau berada di posisinya?

"Siapa nama perempuan tadi?" Barata menanyakan soal Yani.

Agni mengerutkan kening. "Ngapain Om tanya soal Yani?"

"Oh. Jadi, perempuan yang menjual kamu tadi Yani?"

Tak suka dengan kalimat Barata, gadis itu mendekatkan wajahnya pada Barata dan menekankan setiap kalimat yang terucap dari bibir.

"Yani itu teman aku."

"Dia menjual kamu! Teman macam apa yang dengan santainya menjual kamu ke lelaki hidung belang?"

Agni mendengus mendengar hal itu. "Memangnya Om ini bukan seperti laki-laki tadi? Om bahkan tawar aku dengan harga tertinggi dan akhirnya yang bisa bawa aku--"

Barata menghentikan ucapan itu dengan ciuman dalam. Melihat Agni yang marah justru menyulut gairahnya. Sudah tidak bisa dia membiarkan Agni terus bicara dengan nada meletup-letup. Dia tahu bersikap sama saja brengseknya dengan mengusir Agni menggunakan uang, dan sekarang dia malah marah mendapati Agni yang bersikap selayaknya perempuan murahan diluaran sana.

Entah apa yang terjadi dalam diri Barata. Jika membayangkan mata kelaparan pria tadi, dia menjadi semakin marah.

Dengan kekuatan penuh, Barata dan Agni bertengkar dalam balutan intim. Oh, mereka sepertinya mempraktikkan gaya bercinta yang ekstrem. Hanya butuh ring untuk membuat aksi tersebut semakin sesuai.

"Lepas!" Agni menggeram dalam lumatan Barata yang tajam. Pria itu nampak semakin beringas dengan perlawanan Agni.

Barata menekan kepala Agni dengan tangannya, supaya gadis itu tidak mundur. Apa pun alasannya, Barata tidak ingin ditolak. Meski tangan Agni berusaha mendorong tubuh pria itu yang keras. Bukan keras seperti balok kayu, tapi keras karena terlalu banyak otot yang tegang dan membuat pria itu tidak menyerah dan mundur dengan perlawanan Agni. Justru Barata semakin menekannya, hingga kini Agni tersudut di dinding berkat tenaga pria itu yang luar biasa.

"Akh," desah Agni yang merasakan tangan Barata mengusap dadanya.

Agni berusaha mempertahankan kemarahannya dengan usaha menggigit bibir pria itu. Namun, tiada hasil. Karena Barata sudah lebih dulu melepaskan bibir dan berganti menyesap leher Agni bagai sumber mata air.

"Om ... ss-stop!"

Ucapan Agni hanya bagai cicitan yang membuat Barata malah makin liar. Kini kakinya membelah Agni sekaligus mengunci posisi perempuan itu untuk tak bisa kemana-mana. Tangan Barata sibuk menelanjangi Agni, merobek pakaian sialan yang tidak Barata suka ketika para mata lelaki melihatnya. Bahkan pria itu juga mengutuk tape yang menempel pada puting Agni. Tidak ada bra, dan gaun yang dikenakan gadis itu sudah tidak berbentuk benar lagi.

"Gaun aku!" seru Agni berusaha turun menyelamatkan. Sayangnya Barata menahan dan membuat posisi wajah mereka kembali sejajar.

"Kamu hanya boleh memakai semua pakaian terbuka di depan saya mulai sekarang." Barata mendesis.

Dengan nyalang Agniya melemparkan tatap. "Buat apa? Aku bisa cari pria kaya lainnya yang mau--"

"Tidak ada! Tidak akan ada pria lainnya selain saya. Kamu akan berada di sisi saya untuk waktu yang tidak sebentar. Selama saya masih memutuskan menjadi pria yang kamu miliki, maka jangan coba-coba menjajakan diri kamu kepada siapapun!"

Agniya sedikit melemah. Pria itu mengatakan apa yang ingin Agni dengar.

"Om ... jadi sugar daddy aku?"

Barata mengecup bibir Agni sesaat. "Apa pun sebutannya. Kamu akan saya jamin. Tidak ada agenda menjual diri lagi, berhenti berteman dengan perempuan nggak jelas. Saya mau kamu menuruti ucapan saya, Agni. Karena mulai saat ini, hidup kamu saya yang jamin."

Bibir Agniya bergetar. Dia ingin menangis karena berhasil membuat Barata menjadikannya sugar baby, dan sedih karena harus ada drama menjual diri lebih dulu untuk mendapatkan atensi pria itu.

"Kenapa nggak dari kemarin, Om? Kenapa baru sekarang? Om bikin aku takut! Aku juga nggak mau dijual di pinggir jalan kayak tadi. Harusnya Om bawa aku sejak kemarin!"

Oh, sial. Perempuan yang menangis adalah kelemahan Barata. Jika semula mereka bertengkar, kini Agniya sudah luluh. Jadi, Barata berani mengusap pipi gadis itu dan mengecupinya agar Agniya segera tenang.

"Saya pikir kamu memang suka dengan kegiatan itu. Maaf membuat kamu ketakutan."

Agniya mengangguk polos. Dia menatap Barata, dari mata turun pada bibir pria itu yang masih bengkak karena ciuman mereka tadi.

Gerakan tangan Agni berani membuka kaus pria itu. Lalu, ludahnya ditelan bulat-bulat. Agni mengumpulkan seluruh keberanian untuk meraba ikat pinggang Barata dan celana si pemilik hingga terlepas. Kini mereka sama-sama bertelanjang diri.

Agni melepas celana dalamnya sendiri tanpa merunduk, karena pasti bertubrukan dengan milik Barata yang membumbung penuh.

"Boleh aku pegang?" tanya Agniya yang penasaran melakukan suatu tindakan erotis dengan mulutnya.

"Kamu akan melakukannya dengan mulut?" tanya Barata sedikit terkejut.

Agniya mengangguk kaku.

"Kamu tahu caranya?" Sekali lagi Barata menggali informasi.

"Iya. Aku pernah lihat videonya, Om."

Barata ingin memukul wajahnya sendiri ketika membayangkan Agniya yang lugu menonton film dewasa dan memperhatikan bagian tersebut.

Memejamkan mata sesaat, Barata mengambil jalan tengah.

"Sini." Barata membawa Agni menuju ranjang. "Keberatan kalau saya menyalakan video seperti itu selama kita melakukannya?"

Wajah Agniya langsung memerah penuh. Bahkan telinga dan leher gadis itu juga turut merona. Ah, itu sangat menggemaskan di mata Barata.

"Om mau nonton film blue?"

Barata mengangguk. "Ya. Dan saya ingin kamu mengikuti apa yang ada di film nya, bagaimana? Kamu keberatan?"

Sekali lagi Agni menelan ludahnya susah payah. Dia gugup.

"Saya ... coba, Om."

Barata tersenyum penuh kemenangan.


[Belum selesai, nih, bab hotttt nya. Tapi mau aku simpen, deh, sebagai chapter special. Wkwk. Jangan protes!]

Sweetest Daddy/ Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang