The Sweetest Daddy
Ceritakan
[]
Sebelum mengenal seorang Barata, hidup Agni jauh dari kata nyaman dan tenang. Setidaknya, setelah kematian orangtuanya, Agni yang tinggal bersama bibi dan pamannya memang tidak dalam kondisi serba memadai. Untuk makan memang tidak sebegitu kekurangannya, tapi jelas keluhan banyak muncul dari bibir pasangan itu. Bagi mereka, membiayai hidup Agni sudah sangat menyulitkan. Karena meskipun saudara, ponakan seperti ini Agniya tetap dianggap sebagai 'orang asing' yang menumpang tinggal di rumah mereka dan menyusahkan saja keberadaannya.
Jadi, Agni memang sudah sepatutnya pergi mencari jalannya sendiri sebagai perempuan mandiri. Meski usianya masih bisa dikatakan pantas mendapatkan tunjangan dari orangtua, tapi mengingat tak ada sosok orangtua kandung lagi, dia tidak bisa mengandalkan keluarga paman dan bibinya yang mengurusnya seperti pembantu di rumah mereka. Jika tak bekerja, dan pekerjaan tak beres, maka tidak ada kata berhenti apalagi makan.
Meski dulu dia adalah anak dari juragan kampung yang tersohor, hidup mewah itu bukan lagi miliknya. Takdirnya dibawa pada realita bahwa hidup tidak melulu dijalani dengan hal baik. Bahkan, orangtuanya yang menjalani hidup dengan baik, memulai usaha dengan baik, tetap berakhir tragis. Semuanya berakhir buruk. Jika saja Agni memiliki uang, dia pasti sudah sibuk memeriksakan diri pada terapis. Jiwanya pasti sudah terganggu.
Maka dari itu, Agni ceritakan segalanya pada Barata mengenai hidupnya dan keluarga yang dia sebutkan sudah mati sejak awal. Ia mengaku sudah berbohong pada Barata mengenai dirinya yang sebatang kara, karena nyatanya dia memiliki wali selama besar di desa. Agni jujur menjebak Barata dengan mengganti perempuan bayaran menggunakan dirinya sendiri yang tidak berpengalaman sama sekali dalam memuaskan pria. Bodohnya ia yang tidak memilih jalan benar dan malah menuruti saran konyol temannya hingga merusak diri sendiri dan rumah tangga orang lain. Semua itu Agni sampaikan tanpa mengurangi sedikitpun. Agniya tidak ingin membuat Barata merasa ditipu olehnya lagi. Terakhir kali ia dituduh menipu, hatinya teramat sakit. Apalagi saat itu Barata sangat marah dan tidak mengendalikan ucapannya pada Agni yang hanya bisa memohon dalam tangisan.
"Aku nggak nyangka kamu masih memiliki keluarga dan kamu nggak mengatakannya padaku, Agni."
Perempuan itu mengangguk. "Itulah kesalahan dan kebohongan yang sengaja aku buat. Aku nggak mau bibiku mengetahui kalo aku bersama kamu."
"Apa ada alasan lain? Kenapa kamu sebegitu nggak maunya aku ketemu bibi dan paman kamu? Aku pasti akan menemui mereka untuk menjelaskan bahwa kamu akan aku urus dengan baik, dan mereka nggak perlu mengeluarkan biaya apa pun lagi untuk kamu. Mereka bisa bebas, dan—"
"Yang ada mereka malah minta ganti rugi udah ngurus aku bertahun-tahun. Mereka juga akan minta ini dan itu dengan berbagai alasan ke kamu. Mereka kalau tahu aku kenal Om, Om kaya pasti blingsatan sendiri. Narik aku untuk minta ini itu ke kamu demi memuaskan mereka."
Sekarang Barata mengerti, bahwa memang keluarga Agni itu tidak biasa. Maksudnya, kadar normal keluarga itu masuk dalam definisi tidak waras untuk urusan harta. Barata bisa maklum, karena dia yang kaya saja suka dengan kekuasaan dan uang. Hanya saja mendengar cerita dari Agniya, sepertinya keluarga perempuan itu sangat maniak dengan uang dan sama saja dengan memelihata Trisha kedua jika dibiarkan.
"Itu artinya aku harus berhati-hati, karena bisa dibilang keluarga kamu kalau tahu kita hidup nyaman, mereka akan melakukan hal yang sama dengan Trisha."
Mendengar hal itu sontak saja Agni menjadi bingung sendiri harus bagaimana. Dia mungkin akan sangat bersalah karena membawa situasi ini pada Barata yang tidak tahu apa-apa. Jika saja dia tidak gegabah demi dirinya sendiri ... Barata akan menjalani hidupnya yang biasa.
"Kalo dipikir lagi, sebenarnya aku sama aja dengan mereka, Mas. Aku pasti akan sangat serakah kalo aku nggak memiliki kamu sekarang. Percaya, nggak?"
"Ya, tidak ada yang perlu disesalkan lagi. Kenyataannya sekarang kamu memiliki saya, dan bukan pria lainnya. Semua manusia pada dasarnya memang serakah, Agni."
Agniya menatap ke depan. Menerawang pada apa saja yang membawanya pada kisah lalu. Pada fakta bahwa mereka juga sempat tak memiliki harapan untuk saling bersama. Namun, saat Barata tidak melindunginya, masih ada Khris yang diam-diam tetap perhatian pada Agni yang dalam kondisi hamil memang membutuhkan perlindungan.
"Aku sangat berterima kasih pada Khris," ucap Agni membuat Barata langsung menatapnya tajam.
"Apa itu bentuk rasa terima kasih untuk ibu ke anak?"
Agniya mengernyit, sepertinya ada yang cemburu dan bersikap kekanakan saat ini. "Kamu cemburu sama anak kamu sendiri?"
Barata berdehem. "Siapa yang nggak akan cemburu? Kamu dan Khris masih muda, malah kamu lebih muda dari Khris. Semua kemungkinan bisa terjadi."
"Tapi Khris nggak memiliki atensi ke aku untuk perasaan semacam itu. Dia nggak suka perempuan bodoh dan munafik seperti aku."
"Hei, kamu nggak bodoh." Barata menjepit dagu Agniya dan membawa tatapan mereka menjadi satu. Tidak heran bahwa semua hal di dunia ini akan sangat tak penting jika menyangkut cinta. Barata melihat cinta yang sekarang ada pula di dalam pandangan Agniya.
"Aku memang nggak bodoh, tapi telat berpikir. Apa yang aku lakukan selalu nurut kata orang, sampai akhirnya membawa aku seperti ini. Coba kalo aku lebih tanggap berpikir, aku pasti bisa dapat pekerjaan yang layak. Bukan jual diri."
Ucapan wanita yang sedang hamil memang terkadang kacau. Apalagi pikirannya. Menurut dokter yang didatangi mereka, pikiran buruk memang terkadang mendominasi mereka dan membuay stres sendiri. Mungkin sekarang Agni juga dalam masa tersebut. Barata tidak perlu meladeni dengan membahas penyesalan Agniya itu.
"Eh, malam ini kita mau makan apa? Kamu mau makan sesuatu?" Sengaja Barata mengalihkan pembahasan.
"Aku nggak mau makan apa-apa. Tapi kemaren aku lihat ada toko pizza di seberang jalan, boleh juga kayaknya."
"Pizza? Boleh," ujar Barata sembari membuka aplikasi makanan yang bisa diantar dan mencari pizza yang diinginkan Agni.
"Kamu ngapain, Mas?" tanya Agni dengan wajah penuh kebingungan.
"Mesen pizza. Katanya kamu mau itu, kan?"
"Aku bilang aku mau pizza di sana! Di jalan yang ada toko pizza, bukan pesen online."
"Oh ... oke. Jadi, kita ke sana?"
"Nggak, kamu yang ke sana. Pesan. Aku tunggu di rumah."
Barata tertegun. Apa dia baru saja disuruh? Oleh perempuan paling kalem yang dikenalnya?
"Kenapa? Kamu nggak mau?" Agniya membuat ekspresi menyeringai. "Kalo kamu langsung gerak sekarang, beliin pizza nya, aku akan kasih kejutan untuk kamu nanti malam."
Oh, Barata akan sangat senang bila diberikan kebebasan. Kejutan apa yang akan dilakukan perempuan hamil itu?
[Malam nikmatnya khusus buat KaryaKarsa, ya. Happy reading 😊]
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Daddy/ Tamat
RomanceCetak di Karos Publisher Tersedia versi e-book di google playbook Daddy series #1 Agniya Ayu harus mencari cara untuk keluar dari rundungan keluarga bibinya. Terpikirkan untuk pergi ke kota, takdir membawanya mengenal Barata Agung Yudha. Pria yang s...