27. Bicara

6.1K 1K 103
                                    

The Sweetest Daddy

Bicara

[]

Khris menatap papanya dengan sebelah alis terangkat. Dia tidak merasa perlu menjawab pertanyaan dari Barata yang sangat tidak masuk akal bagi Khris.

"Kamu—ya, ampun, Agni. Stop! Stop!"

Keributan akhirnya terjadi di dapur. Lebih tepatnya Barata yang ribut sendiri dengan Agniya yang sedang berdiri mencuci alat bekas masaknya. Agni tidak membalas keributan itu dengan apa pun, dia hanya diam dan berhenti untuk bekerja.

"Kenapa kamu sibuk mencuci piring??? Kamu sadar kalau kamu sedang hamil, kan? Kalau kamu kelelahan—"

"Kamu yang kerjain kalo gitu." Agniya menyingkir dan tidak menunggu untuk berjalan ke kamarnya. Dia akan tetap mengabaikan Barata karena tak mau jika masalah semakin besar. Bagaimana pun Barata adalah pria beristri.

Anehnya, ada anak pria itu di sana dan menyaksikan bagaimana papanya lebih perhatian pada perempuan lain ketimbang istri Barata sendiri. Jika begini, Agniya malah semakin merasa bersalah karena membiarkan kedua pria itu di tempatnya berada. Harusnya baik Khris dan Barata, mereka di rumah menemani wanita yang sudah melakukan banyak hal untuk keduanya itu. 

Barata melongo dilimpahi tugas cuci piring. Dia menatap Agni yang berjalan menuju kamar dan menutupnya. Dia datang untuk berusaha mengembalikan rasa diantara mereka, bukan untuk menjadi asisten rumah tangga.

"Apa harus begini jadinya? Cuci piring?" gumam Barata.

Tak lama, Khris datang dan menambahkan piring, garpu serta sendoknya. "Sekalian, Pa."

Meski sempat berselisih paham di rumah, mereka tidak membawa pertengkaran ke tempat ini. Khris tidak akan marah, dia hanya tidak terima dengan keadaan yang membuat keluarganya seperti ini. Tetap saja Barata adalah sosok pertama yang dia sayangi. Hanya keadaan saja yang tidak membuat Khris bahagia.

"Kenapa papa ke sini? Harusnya aku yang tanya begitu, karena bagaimana pun aku yang kasih apartemen ini untuk ... perempuan papa."

Barata mematikan keran air. Dia menggosok piring secara pelan, sangat pelan, karena takut pecah. Barata tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah apa pun sebelumnya.

"Harusnya papa memang ada untuk Agniya. Kalau kamu nggak membuat kesalah pahaman, papa pasti bukan cuma mengunjungi. Tapi juga tinggal dengan Agni. Ada adik kamu yang harus papa jaga."

Khris bersedekap, menatap papanya dari belakang. Pria itu memang tak kalah gagah dari Khris yang masih begitu muda. Hanya saja Barata memang lebih rajin menjaga tubuh ketimbang Khris sendiri.

"Harusnya aku nggak memaklumi perselingkuhan. Tapi aku tahu aku sudah melakukannya sejak kecil."

Ucapan itu membuat Barata menoleh dengan tangan berbusa. "Kamu ... apa?"

Mengangkat kedua bahunya, Khris mengatakan dengan terang-terangan. "Sejak lama mama memang sudah selingkuh, kan. Jadi aku memang memaklumi perselingkuhan sejak kecil."

"Lalu, kenapa kamu memilih diam ke mama mu? Sedangkan terhadap papa dan Agni, kamu melakukan hal yang ... nekat?"

"Karena aku nggak sesayang itu sama mama."

Jawaban yang terbilang singkat. Khris tidak menyayangi Trisha seperti Khris menyayangi Barata. Itu sebabnya Khris menjadi sangat takut jika Barata memilih Agniya sebagai keluarga utuh dan meninggalkan Khris sendiri. Sebab Trisha sudah pasti tak peduli padanya.

"Maaf, Khris. Maafin papa karena nggak menyadari itu."

Khris tidak menjawab secara langsung. Dia terdiam dan membiarkan Barata melanjutkan tugasnya.

"Apa kamu merestui hubungan papa dan Agni?" tanya Barata harap-harap cemas.

"Papa pikir semudah itu? Aku masih belum anggap dia sebagai ibu tiri, juga aku belum menganggap anak di dalam perutnya!"

Lalu piring bekas makan Khris terlepas dari genggaman dan menyebabkannya pecah.

Suara itu membuat Agni segera membuka pintu dan bertanya dengan panik. "Kenapa? Kalian bertengkar???"

Khris melengos. Masih mempertahankan sikap ketusnya pada Agniya. Putra Barata itu meninggalkan unit dengan perut kenyang. Tak memedulikan apa yang akan dilakukan papa dan perempuan simpanannya.

"Apa yang terjadi?" Agniya hanya bisa bertanya pada Barata.

"Piring pecah, Agni. Tidak ada apa-apa." Jawaban Barata bersama dengan senyumannya membuat Agni mendecak kesal.

"Justru itu! Piring pecah pasti karena ada apa-apa! Aku bingung menghadapi kalian."

Perempuan hamil itu terlihat mengerutkan dahi. Gelas bekas minum Khris belum masuk dalam bak cuci piring. Terbiasa membersihkan isi rumah, membuat Agni sibuk bergerak kembali. Dia tak suka tempat tinggal yang kotor.

"Minggir!" ketus Agniya supaya Barata tidak semakin mengacaukan barang-barang.

"Aku bisa—"

"Apa kamu bisa diam? Aku nggak mau mendengar apa pun."

Sebenarnya Agni hanya sedang mengalihkan perasaannya saja. Dia bergetar mendengar Barata yang membiasakan diri memakai kata 'aku' untuk mengganti kata 'saya' yang terdengar sangat formal. Sejak kapan pria itu peka untuk mengganti kata panggilan?

"Apa anak kita baik-baik saja, Agni?" tanya Barata.

Pertanyaan itu tidak dijawab oleh si pemilik perut. Agni tidak tahu lagi kabar terperinci mengenai kandungannya semenjak dibawa oleh Khris. Dia benar-benar tidak pergi kemanapun dan hanya berada di apartemen dengan pemandangan balkon yang itu-itu saja.

"Khris tidak bilang apa-apa mengenai kandungan kamu. Apa mungkin dia tidak membawa kamu ke dokter?"

Mengingat semua perlakuan manis Barata memang sangat mendilemakan. Jujur Agni rindu, tapi logikanya sangat melarang. Dia harus keluar dari hidup Barata dan keluarganya setelah melahirkan nanti. Dia tidak boleh bergantung pada Barata lagi.

"Agniya? Apa sebegitu marahnya kamu dengan perlakuan yang sempat aku lakukan?"

Tidak ada jawaban. Bahkan setelah Agniya menyelesaikan tugasnya, perempuan itu memilih menghindari Barata dengan mengurung diri di kamar.

Malam ini, Barata tidak akan mendapatkan jawaban apa-apa dari Agni. Perempuannya itu marah. Barata harus lebih berusaha untuk membuat Agniya mau memberi maafnya.

Disisi lain, Agni mengusapi perutnya agar sang anak tidak menunjukkan sisi manja dan rewelnya. Jika ada Barata begini, pasti akan ada drama yang dilakukan bayinya dan mendorong Agni untuk berdekatan dengan Barata.

"Bii, jangan bikin mama jadi manja ke papa kamu, ya? Mama nggak mau bergantung lagi sama dia. Kita pasti bisa jalanin hidup berdua. Begitu kamu lahir, mama akan cari tempat tinggal dan buka usaha."

Seolah melakukan semua itu mudah. Padahal, setelah bayinya lahir nanti proses penyembuhannya membutuhkan waktu. Tidak mungkin Agni mampu berjalan-jalan santai untuk mencari tempat tinggal. Membuka usaha? Entah bagaimana prosesnya. Karena dengan adanya bayi, sudah pasti sedikit menghambat pekerjaan Agni dalam melakukan apa pun. Satu-satunya yang harus dikuatkan adalah niat. Agni harus kuat menjalani segalanya.

Memikirkan semua itu membuat kepala Agni berat. Dia segera merebahkan diri dan menyelimuti tubuh, khususnya bagian perut. Tak mau bayinya kedinginan. Walau itu tidak mungkin, karena selama Agni memeluk perutnya, maka bayinya akan merasakan hangatnya pelukan sang ibu di dalam sana.

"Selamat tidur, Bibiii sayangnya mama."

Agniya tidak sadar semua itu diintip oleh papanya si bayi.

[ Wkwk. Aku nggak akan bikin Khris suka sama Agni sebagai lawan jenis. Cukup dramanya😌 tapi yang jelas aku akan buat Khris suka ke Agni dalam versi lain. Suka jadi sosok ibu baru mungkin? 😏 ]

Sweetest Daddy/ Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang