9. Safety

9.5K 1.2K 47
                                    

The Sweetest Daddy

Safety

[]

Mengingatkan diri sendiri untuk tetap pada jalur yang seharusnya adalah wajib bagi Barata. Meskipun dia mendapati wajah sembab Agni ketika membuka pintu kamar yang digunakan gadis itu, Barata menguatkan diri. Jangan kalah, jangan lemah. Seperti mantra dukun Barata menggumam terus dalam hati.

"Om." Sapaan itu tidak terdengar nyaman di telinga Barata.

Perempuannya sedang memaksakan diri terlihat baik-baik saja. Seorang pria berpengalaman seperti Barata tahu sekali bahwa perhatian yang konstan akan memiliki perasaan sebatas 'kebutuhan' saja. Apalagi Barata juga menyadari bahwa dirinya adalah sosok yang mudah dicintai untuk perempuan muda seperti Agniya.

"Bisa ikut saya keluar, Agni?"

Agniya mengangguk untuk memastikan bahwa dia akan selalu menuruti Barata. Meski dilarang menjatuhkan hati pada pria itu, Agni bisa memberikan totalitas untuk menciptakan hubungan mutualisme yang menyenangkan.

"Aku ganti baju dulu, Om."

Barata mengangguk, tapi tetap berada di tempatnya berdiri.

"Om, aku mau ganti baju."

Agni menekankan kalimat tersebut. Memangnya apa, sih, yang dipikirkan pria itu sampai memilih tetap berada di kamar Agni? Harusnya Barata langsung keluar tanpa menunggu di sana.

"Iya. Kamu ganti saja. Saya tunggu kamu di sini."

Agniya tidak bisa menahan helaan napasnya. "Kalo Om malah nungguin, yang ada Om malah kepengen lihat aku. Om tahu sendiri, kalo udah buka baju, pikiran kita berdua jadi ke arah sana."

Terlalu jujur mengutarakan pendapat memang ciri khas yang Agni punya. Memang ada benarnya juga ucapan Agniya tersebut. Mereka berdua selalu memanfaatkan hal-hal semacam itu untuk saling menamatkan nafsu satu sama lain. Pikiran kotor selalu ada dipikiran mereka.

Jika saja Barata tidak berniat mengajak Agni untuk memastikan bersih dan guna mencari cara mengamankan hubungan mereka dari indikasi kehamilan, pria itu tidak akan memedulikan perkara menunggu ganti baju.

"Oke, saya tunggu di luar. Jangan lama-lama ganti bajunya, Agni."

"Iyaaa." Agni memilih tidak banyak membalas ucapan pria itu. Dia mengunci pintu setelah Barata tidak lagi di kamarnya.

Pelan tapi pasti Agni menekan dadanya yang terasa penuh. Menatap Barata mengapa terasa begitu sulit?

*

Karta mendapati tangan atasannya tidak bisa diam sama sekali. Agniya sibuk melarang, tapi pria yang dilarang tidak peduli sama sekali akan tindakannya.

"Sakit nggak?" tanya Barata dengan bisikkan yang masih bisa didengar oleh Karta.

"Jangan tanya soal itu lagi, Om. Kalo makin dipikirin makin kerasa."

Akhirnya Agni lebih memilih pengamanan berupa suntik. Dia tidak berani untuk menggunakan metode lain karena dia sangat awam dengan hal semacam itu. Dulu bibinya sering ke bidan untuk suntik KB, dia mengikuti metode tersebut.

Barata tahu Agniya kesal, badmood dengan semua yang dirasakannya. Perempuan yang pada dasarnya mudah cranky, menjadi semakin cranky karena agenda suntik menyuntik. Itu sebabnya Barata berusaha untuk tidak membiarkan Agni diam. Salah satunya adalah dengan melakukan skinship dengan perempuannya.

"Apa kamu marah karena saya meminta kamu nggak hamil?" Barata tidak bermaksud membuat Agni merasa dituduh, tapi reaksi Agni yang langsung menghunuskan tatapan tajam pada Barata menjelaskan bahwa perempuan itu tidak terima.

"Om pikir aku akan menjebak Om dengan kehamilan? Om pikir aku akan mengingkari janji?!"

"Bukan gitu. Saya cuma heran kamu diam terus. Mungkin saja kamu nggak suka melakukan ini, makanya saya bertanya."

"Kalo aku nggak suka juga nggak akan ada perubahan! Jadi, tolong berhenti bertanya soal ini."

Gagal sudah Barata memperbaiki komunikasi mereka. Padahal tadi sebelum berangkat ke klinik mereka sudah baik-baik saja. Kini mereka kembali saling berdiam diri.

Meski begitu Barata tetap menggerakan tangannya untuk menyentuh paha dan sesekali berusaha menggenggam tangan Agniya. Dia tidak suka didiamkan seperti ini oleh Agni, hatinya terasa kacau mendapati Agni yang tidak mau mengobrol dengannya.

"Tuan, ada pesan dari tuan muda." Kata Karta membuyarkan lamunan keduanya.

Telinga Agniya langsung memasang radar begitu mendengar kata tuan muda. Barata yang mendapati Karta begitu mudahnya melaporkan dalam kondisi bersama Agni, langsung melirik dengan cemas apa yang dipikirkan perempuan itu.

"Kita bicarakan nanti di rumah. Jangan bicara sambil mengemudi! Lagi pula kamu ini kenapa membuka pesan saat mengendarai mobil saya!?"

Tidak menyangka akan mendapat respon tidak seperti biasanya dari sang tuan, Karta langsung mengangguk dan diam. Mengendarai mobil tanpa bicara apa-apa lagi. Meski sesekali Karta melirik sikap Barata yang tidak mau diabaikan oleh simpanannya.

Menggelengkan kepala tak percaya, Karta hanya bisa menghela napas panjang untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Semoga saja setelah kembali ke Jakarta tuannya itu menjadi sosok yang seperti biasa. Semoga saja.

*

Agniya menjadi was-was. Dia tahu tuan muda adalah sebutan untuk gelar seorang anak dari si ayah yang dipanggil tuan besar. Belum apa-apa Agniya sudah merasa kalah, dia merasa akan segera diabaikan oleh Barata. Saat pria itu kembali ke kota nanti, apa yang harus dirinya lakukan supaya perhatian Barata tidak berkurang?

Sungguh Agniya kebingungan saat ini. Dia juga tidak mau hamil dalam waktu dekat. Anak yang hadir akan membuatnya kesulitan memanjakan Barata, pria itu juga akan membuangnya jika ada anak diantara mereka.

"Aku masih muda, aku nggak mau ribet ngurusin anak."

Berjalan tanpa mau diam sama sekali, Agni memikirkan apa pun yang bisa dirinya lakukan nanti untuk membuat pria itu lebih condong memperhatikannya.

Ucapannya tadi hanya terbawa suasana saja. Setelah disuntik rasanya tidak nyaman sama sekali. Bokong Agni terasa sedikit sakit, bukan sakit terluka tapi jenis sakit yang hampir sama seperti imunisasi. Ya, intinya tubuh yang dirajah dengan benda asing akan tetap terasa tak enak.

"Harusnya aku nggak marah-marah tadi. Kalo aku marah, Om Barata bakalan males sama aku." Agni membungkus wajahnya dengan kedua tangan. "Oh ... bodoh kamu Agni! Bodoh!"

Memukul wajahnya dengan kepalan tangannya sendiri. Benar-benar merasa tak ada harapan lagi karena kebodohannya yang malah bersikap layaknya anak kecil merajuk saja.

"Kenapa kamu memukuli wajahmu sendiri, Agni?"

Suara itu mengejutkan Agniya. Pria yang sedang dia gundahkan ada di kamarnya. Membuat Agni menjadi ingin menangis karenanya.

"Kenapa?" Ditatap dengan mata berkaca-kaca milik Agniya menambah rasa cemas pada Barata.

"Maafin aku, Om."

Permintaan maaf itu bahkan tidak terpikirkan oleh Barata untuk apa. Agniya tidak melakukan kesalahan apa pun.

"Apa? Memangnya ada apa kamu sampai meminta maaf, Agni?"

Perempuan itu menggeleng, dengan langkah cepat dia membawa diri dalam pelukan Barata yang hangat dan kokoh. Di sana dia bisa menangis dan tenang dalam satu waktu.

"Maafin aku karena marah sama Om tadi."

Barata sudah merasa lega. Dia mendapati Agni yang kembali. Jika begini, besok dia bisa kembali ke Jakarta dengan perasaan nyaman.

[Jangan buru-buru kita. Santai dulu, sebelum kenalan sama tuan muda dan nyonya Barata. 😀]

Sweetest Daddy/ Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang